[PORTAL-ISLAM.ID] Fitnah politik identitas yang menerjang Anies Baswedan terus saja digaungkan para buzzerp.
Hal itu bahkan menjadi pertanyaan Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi saat menyambut Anies Baswedan.
Hal tersebut terjadi dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-1 Partai Ummat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa (14/2/2023).
Mulanya, Ridho bertanya kepada Anies tentang narasi politik identitas yang kerap dipakai untuk menyudutkan partai berbasis agama Islam.
Menurut dia, jika sebuah partai tidak memiliki landasan politik, ke depannya pasti akan hilang arah.
Anies lantas menjawab pertanyaan yang Ridho lontarkan itu. Anies bercerita bahwa ia dilekatkan dengan beragam label saat Pilkada 2017.
"Saya pakai pengalaman saja. Ketika Pilkada 2017 di Jakarta, semua label itu ditempelkan kepada yang terpilih. Semua ditempelkan, apa pun nama labelnya," ujar Anies.
Ia mengatakan, label-label yang ditempelkan kepadanya itu hanya untuk menciptakan persepsi.
Salah satu cara untuk menciptakan persepsi adalah dengan menggunakan pendekatan strategi komunikasi.
Anies mencontohkan, jika ada secangkir air putih, tetapi 100 orang mengatakan bahwa itu adalah air keras, persepsi yang terbentuk adalah cangkir itu berisi air keras.
Dia menilai, cara yang bisa dilakukan adalah melakukan counter dengan mengumpulkan 200 orang untuk mengatakan bahwa cangkir tersebut berisi air putih, bukan air keras.
Namun, kata Anies, jika menggunakan strategi seperti itu, yang terjadi hanyalah kompetisi komunikasi.
Walhasil, Anies mengaku menghadapi persepsi politik identitas yang muncul dengan bukti nyata, bukan sekadar ucapan.
"Jadi bagaimana persepsi itu terbentuk? Dengan kenyataan. Kami bertugas di Jakarta, tunjukkan, sesudah berjalan lima tahun, apakah ada bukti bahwa yang ditudingkan (politik Identitas) menemukan pembuktiannya?" kata dia.
"Bila yang ditudingkan tidak menemukan pembuktiannya dan ternyata memang tidak ditemukan, maka semua pernyataan-pernyataan itu batal demi akal sehat kita semua," ucap Anies.
Untuk itu, Anies mengajak agar semua pihak tidak perlu lagi melakukan pertandingan melalui pernyataan.
Dia mengajak mereka semua untuk bertanding dengan melihat kenyataan saja.
Sebab, kenyataan akan memiliki efek persepsi yang lebih kuat ketimbang pernyataan.
"Dan ketika kita berjuang membawa narasi keadilan, maka identitas apa pun itu menginginkan adanya rasa keadilan. Dengan begitu, kita tidak masuk ke dalam jebakan pernyataan, tapi kita dorong justru dengan perubahan. Perubahan untuk apa? Kebaikan. Kebaikan untuk apa? Rasa keadilan kita semua," kata dia. [WartaBerita]