ROCKY GERUNG NGOBROL BARENG CAK NUN.
NGOMONGIN FIR'AUN?
Tadi malam Rocky Gerung bertemu dengan Cak Nun (Emha Ainun Najib) di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Pertemuan ini menarik untuk diketahui karena keduanya bisa dibilang sama-sama oposan, meski dengan gaya masing-masing.
Bahkan, belum lama ini kita dihebohkan oleh berita tentang Cak Nun yang mengibaratkan Jokowi seperti Fir’aun, meski kemudian sudah diklarifikasi. Sementara, Rocky Gerung sendiri adalah pengamat politik yang hampir tidak pernah berpihak pada rezim Jokowi.
Ketika dikonfirmasi mengenai pertemuan itu, Rocky Gerung menjawab, ”Iya, itu pengajian Maiyah, dan forum yang setiap bulan dibuat di TIM dan di banyak kota.”
Dalam pembahasan di Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (11/2/23) yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky mengaku sudah kenal Cak Nun dari dulu. Rocky mengakut diundang Cak Nun sebagai semacam dosen tamu.
Menurut Rocky, forum tersebut adalah satu aktivitas yang bertahun-tahun orang menunggu sesuatu yang bisa mendamaikan sambil mendengar kritik, sekaligus ada musik, sehingga ada kegembiraan.
Forum-forum semacam, kata Rocky, kita butuhkan sebagai kanalisasi dari ketegangan sosial, kebudayaan, dan ketegangan politik.
“Jadi suatu kemeriahan, tetapi tetap dalam kultur kesopanan, menjaga forum itu supaya enggak keluar menjadi forum politik. Tetapi, enggak mungkin kalau aspek politik enggak ada,” ujar Rocky mengomentari forum yang dihadirinya itu.
Jadi, menurut Rocky, forum ini semacam kumpulan masyarakat sipil, terutama anak-anak muda berusia kira-kira 20 sampai 27 tahun, yang mencari makna hidup sekaligus mempersoalkan ketidakadilan.
“Jadi saya berterima kasih kepada Mbah Nun yang mengundang saya untuk hadir di situ,” ujar Rocky.
Rocky pun akhirnya bicara politik di forum itu karena menurut Rocky audiens memberi bahasa tubuh atau sinyal agar dirinya ngomong politik.
Dengan sedikit joke, Rocky menjelaskan, “Yang Cak Nun maksudkan dengan forum ini adalah forum untuk refleksi diri, forum untuk mencegah jangan sampai Indonesia itu terjebak dalam ranjau-ranjau.”
Ketika orang bertanya mengenai ‘ranjau’ itu, Rocky menjelaskan istilah ranjau versinya bahwa ranjau adalah omnibuslaw, ranjau itu adalah 20% threshold. Ada ranjau batin juga, yaitu ketidakpekaan terhadap diri sendiri.
“Jadi, kita juga bisa anggap bahwa itu forum untuk refleksi, sekaligus untuk kritik, refleksi diri tapi kritik pada kekuasaan. Walaupun sangat tersamar kritiknya, tapi kena, karena orang tepuk tangan, ngerti dan paham satire-satire yang ada di situ,” ungkap Rocky.
Ketika ditanya tentang kehebohan yang terjadi saat Cak Nun mengibaratkan Jokowi seperti Fir’aun, Qorun adalah oligarki, dan Haman adalah Luhut, sehingga agak susah untuk menghindarkan bahwa pertemuan Rocky dengan Cak Nun adalah forum politik, Rocky menjawab, “Iya, suasana itu ada. Jadi saya juga mulai dengan ‘karena ada yang bertanya, maka saya mesti kasih konteksnya’, saya bilang bahwa yang diucapkan Cak Nun itu semacam metafora untuk kita paham.”
Jadi, kata Rocky, menyebut Fir’aun itu artinya mengingatkan kita kepada kondisi kekuasaan yang memungkinkan seseorang itu tumbuh arogan, lalu merasa tidak bisa disentuh.
Lalu Rocky bercanda bahwa ada dua jenis Fir’aun, di Mesir ketika Fir’aun meninggal dibalsem, sedangkan Fir’aun yang deket-deket sini, belum meninggal pun sudah dibalsem. Dibalsem oligarki dan dibalsem oleh ambisinya sendiri.
“Kita ingin supaya publik mengaktifkan sendiri kurositasnya, keingintahuannya. Jadi, enaknya, ini forum yang diasuh secara kultural, tetapi dengan misi kritik. Jadi, jelas bahwa umatnya Cak Nun ini atau rakyat Maiyah ini menjadi contoh bagaimana publik Indonesia bertahan dari kekalutan ekonomi dan kekalutan politik. Itu forum untuk melepaskan energi yang tertahan karena politik tidak bisa diungkapkan secara maksimal,” ungkap Rocky. [FNN]