Respons Masyarakat Islam Indonesia atas Pembakaran Masjid Al-Aqsha pada 1969
Oleh: Pizaro Gozali Idrus
(Mahasiswa Ph.D Center for Policy Research and International Studies)
Pembakaran Masjid Al-Aqsha pada 21 Agustus 1969 oleh ekstrimis Kristen asal Australia Dennis Michael Rohan telah menyita perhatian dunia internasional. Kecaman tidak hanya dilayangkan kepada sang pelaku yang merupakan pendukung zionis tersebut, tapi juga kepada pasukan penjajahan Zionis “Israel” yang memberikan restu atas tindakan barbar terhadap kiblat pertama umat Islam ini.
Akibat kebakaran itu, Masjid Al Aqsha mengalami kerusakan berat. Peristiwa tragis itu menyebabkan banyaknya peninggalan-peninggalan bersejarah Islam hangus terbakar, dan di antaranya adalah mimbar Nuruddin Zanki yang merupakan peninggalan Shalahudin Al Ayyubi pada tahun 1187.
Dunia Islam pun bergolak, tak terkecuali Indonesia. Harian Abadi No 183 tahun ke XIX pada 3 September 1969 mengangkat berita ini seraya menampilkan gambar Masjid Al Aqsha yang terbakar.
“Gambar di atas menundjukkan ketika api sedang membakar Masdjidil Aqsha; tampak petugas pemadan kebakaran masih bekerdja dan sekelompok manusia menjaksikan peristiwa tsb. Api telah mendjilat dibawah kubah perak dari Masdjid Sutji tersebut, dan menghantjurkan sebagian dari atap. Djuga sebuah mimbar jang berumur 800 tahun ikut terbakar habis. Jaitu mimbar bersedjarah terbuat dari kaju aras dengan hiasan gading, sebagai hadiah dari pahlawan Islam, Saladin (1137-1193) kepada masdjid tersebut. Menteri pertahanan Israel, Moshe Dayan, jang segera datang ketempat kebakaran itu, telah diedjek oleh Ummat Islam ditempat tersebut dengan teriakan-teriakan ‘Hantjurkan Israel’,” tulis Harian Abadi.
Harian yang didirikan Masyumi sejak 1951 ini juga menyampaikan peristiwa pembakaran tersebut telah mengobarkan semangat seluruh umat Islam untuk membela Masjid Al Aqsha.
Kantor Berita Antara pada 1 September 1969 seperti dikutip Harian Abadi melaporkan respons Organisasi Wanita Islam yang berbasis di Yogyakarta atas kejahatan tersebut.
Lewat judul Wanita Islam Protes Pembakaran Masjid Al-Aqsha, organisasi perempuan, yang dipimpin Istri A.R. Baswedan (Barkah Ganis) atau neneknya mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu, mendesak pemerintah Indonesia untuk merespons aksi keji tersebut karena Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim.
“Organisasi wanita Islam di Djokjakarta atas nama Putjuk Pimpinan beserta wilayah-wilayah dan tjabang serta seluruh anggotanja di Indonesia menjatakan protesnja atas pembakaran mesdjid Alaqsha oleh jahudi dan mengharap kepada pemerintah RI supaja turut menjertai ummat Islam seluruh dunia dan negara Islam, mengingat bahwa majoritas rakjat Indonesia kaum muslimin. Wanita Islam djuga berpendapat bahwa adalah lajak sekali apabila Presiden Suharto menjatakan protesnja terhadap peristiwa tersebut. Demikian Ketua PP Wanita Islam Nj. AR Baswedan, dalam sebuah pernjataan jag dikeluarkan di Djokjakarta hari Kamis,” ungkap berita tersebut.
Penggalangan dana
Harian Abadi pada edisi No 195 tahun ke XIX tanggal 17 September 1969 juga melampirkan penggalangan dana yang digelar Badan Pembela Masjid Al Aqsha (BPMA) sebagai bentuk solidaritas masyarakat Indonesia.
Kolom tersebut berjudul Kotak Dana Perdjuangan untuk Pembebasan Masjid Al Aqsha yang ditulislengkap dengan nomor rekening donasi sebagai fasilitator untuk menyalurkan bantuan bagi Baitul Maqdis.
Di dalamnya termuat lampiran uang yang masuk, baik dalam bentuk perseorangan, persatuan pelajar hingga masjid-masjid. Mereka bahu membahu untuk memberikan infaq terbaiknya untuk Masjid Al-Aqsha.
Beberapa yang disebut dalam daftar penyumbang antara lain dari Masjid Komplek Brimob Tjilintjing, Masjid Al Muqorrobin Priuk, Masjid Istiqomah Djatinegara, Persatuan Pelajar Madrasah Islam, Masjid Al Huda Grogol, Masjid Al Muhadjirin Complex Slipi, dan lain sebagainya.
Donasi yang masuk pun bervariasi dari mulai Rp 11.000, Rp 3.625, Rp 2.500, hingga Rp 1.015. Nominal angka yang cukup besar pada saat itu.
Setelah melakukan penggalangan, organisasi yang didirikan Mohammad Natsir ini pun mengumumkan dana yang terkumpul sementara bagi perjuangan Masjid Al-Aqsha. Total dana yang masuk sejauh itu mencapai sekitar Rp 250.000. Tentu ini bukanlah angka final karena “kotak perjuangan” tersebut masih terus mereka buka.
“Uang Dana Perdjuangan untuk Pembebasan Al Masdjid Al Aqsha menurut keterangan Panitya Pengumpulan Dana di Masdjid2 dan P.N dll. – jang disampaikan pada Sekretariat PP BPMA – telah terkumpul diperkirakan sebanyak kira2 ¼ djuta rupiah,” bunyi pengumuman Sekretariat BPMA.
Tentu apa yang diberitakan Harian Abadi di atas hanyalah segelintir dari repons publik Indonesia dan ormas Islam atas pembakaran Masjid Al Aqsha. Karena hubungan Palestina dan Indonesia sudah terjalin jauh sejak pra kemerdekaan. Bahkan ulama dan tokoh-tokoh Palestina ikut membantu perjuangan kemerdekaan RI dan menjadi salah satu negara yang paling awal mengakui kemerdekaan Indonesia.*
(Sumber: Hidayatullah)