“Mad.. sate 50 ribu yak!” Motornya menepi, pakai mantel sejak siang Jogja hujan. Biasanya kami beli sate memang 50 ribu dibagi dua piring, salah satunya pedas.
Ahmad, cah Meduro yang pernah saya posting ini orangnya murah senyum, kalau Maghrib motornya sudah parkir di depan masjid, sudah sekian tahun jualan sate ayam keliling di sekitaran Baturetno Bantul dan Sendangtirto Berbah Sleman.
“Saya gak punya utang blasss mas, secukupnya disyukuri, gak mau saya jualan tapi pusing bayar utang,” katanya waktu itu.
Ketika dua piring sate saya terima, Ahmad malah menyerahkan uang 7000, “maaf mas, uangnya sisa ini. Satenya habis..”
Ooh… padahal saya gak pernah ngitung uang 50 ribu dapat berapa tusuk. Mudah saja baginya gak usah ngasih kembalian, toh sate ditumpuk bumbu kacang pun gak kelihatan. Jujur itu memang mahal harganya bagi seorang pedagang.
Cerita ini menjadi penyejuk ketika masih banyak orang yang aji mumpung, gimana caranya dapat uang banyak dengan cara singkat.
Segelas popmie dijual 25 ribu mumpung lagi pas libur banyak pengunjung.. komplain biarin aja, kan dia gak balik lagi besok.
Ayam goreng dijual 45 ribu mumpung yang makan wisatawan, normalnya padahal cuma 20 ribu.
Pesanan nasibox untuk kantor 35.000, ternyata bisa dipress jadi 15.000/box.. mainkan nota kosong dong!
Ada acara jalan sehat, pesan kaos satunya 65.000, ditagihkan 95.000 dong ke kantor, lumayaaaan dapat untung 30 ribu/kaos bisa buat bayar cicilan mobil bulan ini.
Begitulah.. ketika rakus sudah nancep di hati, cara yang dzolim pun dijalani.. yang penting bathi! Soal apa efeknya urusan nanti..
Ngeri!
(Saptuari Sugiharto)