Kawin Paksa Koalisi Anies
Oleh: Tengku Zulkifli Usman
Jika kita melihat record pembangunan Koalisi Anies Baswedan kata kawin paksa memang tidak berlebihan. Banyak pengamat juga mengatakan demikian.
Kawin paksa karena Nasdem pada dasarnya sudah lama tidak nyaman dengan pemerintah. Tapi juga tidak berani keluar dari pemerintah.
Kawin Paksa karena PKS dan Demokrat tidak memiliki pilihan jalan lain untuk pilpres, karena mayoritas partai penguasa yang dikomandoi PDIP memberikan sinyal tidak mau berkoalisi dengan Demokrat dan PKS.
Kawin paksa karena mumpung ada tokoh yang dianggap sedang punya elektabilitas dan popularitas bagus seperti Anies Baswedan. Jika saja gak ada tokoh seperti Anies, dijamin Demokrat dan PKS pusing 8 keliling mau mengusung siapa?
Yang jelas, Koalisi ini dibangun bukan karena kesamaan ide, kecocokan narasi, kesamaan platform, kesamaan gagasan dst dst. Ini murni 100% pragmatisme politik.
Koalisi perubahan dalam logika demokrasi, harus dibangun atas landasan kesamaan platform, kecocokan idealisme, kesamaan cara pandang, dan pandangan platform pembangunan negara yang baik. Jadi, nama koalisi perubahan ala Surya Paloh ini adalah very un-uncountable. Slogan pencitraan.
Pada koalisi ini, hubungan ketiga partai ini sebenarnya sama sama tidak baik. Sehingga dari recordnya, Nasdem beberapa kali mengatakan bahwa Demokrat dan PKS, mau gabung ok, gak juga gak masalah.
Partai Nasdem pede mengusung Anies sendirian sejak awal karena Nasdem ingin menjadi partai besar di 2024. Fokus elektabilitas.
Pede-nya Nasdem juga sangat beralasan. Karena dari tiga partai pendukung Anies ini, Nasdem adalah yang terbesar di Senayan.
Diikuti oleh Demokrat di peringkat dua dan PKS di peringkat paling bawah.
Koalisi ini nantinya akan dikomandani langsung oleh Nasdem, semua hal dalam koalisi ini nantinya termasuk semua kebijakan akan didikte oleh Nasdem.
PKS dan Demokrat mau gak mau harus ikut panglima Paloh. Karena memang Anies adalah inisiatif Paloh dan Nasdem.
Pemberian dukungan Demokrat dan PKS ke Anies yang terkesan dadakan inipun tidak terlepas dari ancaman Nasdem beberapa hari lalu, yang secara tidak langsung mengancam akan membuat grup baru dengan partai lain jika PKS dan Demokrat tidak kunjung mengatakan dukungan resmi.
Setelah manuver Nasdem yang merapat ke Koalisi PKB - Gerindra. Demokrat terbukti langsung menyatakan dukungan.
Kemudian diikuti oleh PKS yang juga terkesan buru buru mengumumkan dukungan ke Anies lewat pengurus majelis syuro mereka. Bukan oleh Ketua majelis syuro itu sendiri.
Sohibul Iman PKS buru buru mengumumkan dukungan ke Anies lewat konferensi pers dengan tim kecil. Padahal PKS sejak awal sesumbar tetap akan menunggu rapat resmi majelis syuro.
Langkah Demokrat dan PKS yang terkesan buru buru mengumumkan dukungan ini tidak terlepas dari kekuatan Paloh yang berhasil menekan PKS dan Demokrat untuk ambil sikap. Kalau lambat, Nasdem akan pindah. Indirect message nya seperti itu.
Jika saja Demokrat dan PKS pede dengan dirinya sendiri dan tidak tertekan dengan manuver Nasdem, seharusnya Demokrat dan PKS mengumumkan dukungan secara resmi, official dihadiri oleh seluruh pengurus tinggi partai terutama ketua majelis tinggi partai demokrat SBY dan ketua majelis syuro PKS yang merupakan pemimpin tertinggi di tubuh PKS.
Faktanya, pengumuman dukungan Demokrat dan PKS ke Anies terkesan tertekan. Demokrat memberikan dukungan ke Anies di saat Nasdem dalam perjalanan ke kantor Sekber PKB - Gerindra.
Begitu juga PKS, tiba tiba hanya diumumkan oleh seorang Sohibul Iman saja dengan tim Anies Sudirman Sa'id. Dalam acara itupun, perwakilan Nasdem tidak hadir.
Secara komunikasi politik, Nasdem berada di atas angin, Nasdem berhasil melakukan pressure ke Demokrat dan PKS dalam waktu singkat.
Soal pressure ini sudah saya bahas dalam tulisan saya beberapa hari lalu.
Kawin paksa Anies dengan koalisinya saat ini, akan diikuti dengan banyak atraksi Nasdem kedepannya Sebagai komandan koalisi.
Sikap Nasdem yang suka menekan dan mengancam akan terus dipamerkan kedepan di depan Demokrat dan PKS. Istilahnya, mau gue begini, kalau you gak mau, ya gak usah ikut kami.
Hal ini juga akan berlaku nanti saat penentuan cawapres untuk Anies.
Koalisi Anies selama Nasdem yang menjadi komando, adalah koalisi lemah di tataran elit. Hanya arus bawah mereka saja yang akan heroik.
Sedangkan di tataran elit, Nasdem sudah mengoleksi semua kartu yang akan dimainkan. Baik itu kartu lanjut atau kartu bubar.
Satu hal yang pasti, pertemuan Paloh dan Jokowi beberapa hari lalu adalah pesan Nasdem kepada koalisi, bahwa Nasdem tidak happy happy amat dengan Demokrat dan PKS.
Pertemuan dengan Jokowi itupun adalah pressure dalam bentuk lain untuk PKS dan Demokrat.
Nasdem dan Surya Paloh tidak menganggap dirinya setara dengan Demokrat dan PKS. Bahkan dukungan PKS baru baru ini hanya dianggap dukungan semi resmi oleh Nasdem karena hanya disampaikan oleh seorang Sohibul Iman saja.
Koalisi Anies lemah secara struktural, lemah secara motivasi. Karena strukturnya tidak solid, dan motivasi Nasdem mengusung Anies juga jauh berbeda dengan motivasi PKS dan Demokrat yang ikut di belakangnya.
Nasdem lebih kepada fokus eksistensi dan elektoral. Sedangkan PKS dan Demokrat terutama pengikut dua partai ini di akar rumput lebih fokus balas dendam atas kekecewaan dan kemarahan mereka terhadap pemerintahan Jokowi.
(sumber: fb penulis)