[PORTAL-ISLAM.ID] Tak sedang bercanda, mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menantang Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengambil alih tambang nikel yang selama ini, dikuasai asing.
“Jangan asing terlalu diberi karpet merah dan bangga-banggakan. Pandangan pemerintah harus diubah. Kita bikin listrik, investasi lebih Rp10 triliun dan hampir semua anak bangsa yang mengerjakan,” kata JK dalam acara Silaturahmi dari Pengusaha ke Pengusaha untuk Masa Depan Indah di Wisma Kalla Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (30/1/2023).
Selanjutnya, JK menyarankan pemerintah untuk merubah paradigma terkait keberadaan investor asing di sektor pertambangan.
Langkah ini, perlu dilakukan. Agar, konflik antar pekerja seperti yang terjadi di GNI, yang menewaskan dua pekerja lokal dan 1 pekerja asing, tidak terulang di masa depan.
“Pak Gubernur, tenggara, utara harus dikembalikan (tambang) ke masyarakat. Supaya jangan terulang lagi yang lebih besar, konflik yang terjadi di Morowali,” kata JK.
Dirinya pun menyinggung salah satu perusahaan asing yang mengelola tambang nikel di Luwu Timur, Sulsel, yakni, PT Vale. Sudah waktunya anak bangsa mengelola tambang tersebut.
“Kita tidak punya tambang. Ada sih di Luwu Timur, tapi masih diatur Vale,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRES), Marwan Batubara, mengatakan, korporasi China memang membangun pabrik pengolahan (smelter) nikel di berbagai tempat. Namun, semua alat dan perlengkapan hingga tenaga kerjanya, dibawa dari negara mereka.
“Lalu Indonesia dapat apa? Indonesia hanya mendapatkan sampah industri nikel saja. Mereka mengeruk sumberdaya alam kita dengan harga yang sangat murah, setelah diolah menjadi produk setengah jadi, berupa nickel pig iron (NPI) yang hanya memiliki kadar 4 persen hingga 9 persen, dikirim ke China. Artinya, nilai tambah yang diharapkan diperoleh pemerintah Indonesia sangat rendah, ketimbang nilai tambah yang didapatkan China,” terang Marwan.
Celakanya lagi, kata Marwan, sampah pabrik nikel menumpuk di Indonesia. Tentu saja menjadi masalah serius di masa depan. Investasi smelter nikel di tanah air Kesimpulannya, investasi smelter nikel China di Indonesia, justru menciptakan kerugian.
Menurut Marwan, perusahaan-perusahaan Cina hanya menerima bijih nikel kadar tinggi, sehingga sampah tambang berupa limonite (bijih nikel kadar rendah) yang jumlahnya 2/3 dari penambangan, menjadi gunungan tanah. “Dan sewaktu-waktu hal itu dapat memicu bencana dan kerusakan lingkungan,” ujarnya.
(Sumber: Inilah)