MELACAK JEJAK PARA ELIT PADA PEMILU 2024
(Membaca Pergeseran Para Buzzer)
Oleh: M Arief Pranoto
Ada kalanya, fluktuasi politik bersifat tiba-tiba alias mendadak, lalu timbul kegoncangan di publik. Apa hendak dikata. Perkembangan politik memang sulit diramal (unpredictable). Jika kemarin viral Ganjar Pranowo (GP) Mania membubarkan diri dengan ragam dalih; hari ini, beredar slentingan Abu Janda hendak mendukung Prabowo pada Pemilu 2024 nanti. Entah esok isu nyleneh apalagi.
Namun jujur perlu dikatakan, bahwa isu dimaksud cukup menarik, dan sah-sah saja di alam demokrasi. Telur puyuh dicampur bakwan, dulu musuh kini berkawan.
Pertanyaan selidik pun muncul, "Apa hebatnya Noel, dedengkot GP Mania; dan apa pula kelebihan Abu Janda hingga nyaris semua media mainstream dan online memuat langkahnya?"
Ya, geliat keduanya kini jadi semacam isyarat atau indikasi atas peristiwa yang bakal terjadi, sedang mereka sekadar buzzer. 'Tentara bayaran' di dunia maya.
Akan tetapi, dari dua isu aktual di atas bisa dibaca, bahwa jelang Pemilu 2024 lempengan politik di tanah air sepertinya bergeser. Bakal ada gempa (politik) cukup lumayan pada kontestasi politik. Mengapa? Noel dan Abu Janda selama ini dikenal sebagai buzzer piaraan (elit tertentu), langkah mereka tentunya atas komando. Jadi, ada resonansi antara buzzer dengan sosok di belakang layar. Singkatnya, setiap langkah buzzer adalah kehendak sosok behind the screen. Siapa gerangan?
Anatomi buzzer manapun, nyaris tak memiliki ideologi. Apalagi idealisme. Ideologi bagi mereka adalah kepentingan politik praktis, idealismenya money politics. Dan lazimnya buzzer, pasti memiliki mentor dan/atau bohir di balik layar selaku 'cantolan' keberanian guna menggaduhkan ruang publik. Ada piandel. Sosok yang diandalkan. Wong wani kudu duwe bunci, wong kendel kudu duwe piandel, begitu kata leluhur Jawa.
Mentor alias bohir kelompok ini, biasanya adalah 'pakar politik' dari berbagai latar belakang. Entah berlatar politikus kawakan, misalnya, atau pengusaha, mantan militer, ataupun sosok berasal dari 'dunia abu-abu' dan lain - lain.
Level atau maqom si bohir dalam suatu pagelaran, lazimnya, kalau tidak pemilik hajatan, paling minimal ialah dalang yang memainkan para wayang (buzzer) dan/atau pemberi clue alias pengarah pagelaran. "Kamu harus begini, begitu, jangan sentuh itu", dan lain - lain.
Hakiki mentor dalam pagelaran, gampangnya, berfungsi mirip orang bermain lato-lato, dimana dua kelompok atau lebih -- diayun-ayun, diputar, lalu dibentur-benturkan. Maka ada sinyalir kuat di bawah permukaan, bahwa sesungguhnya antara Kadrun dan Cebong ialah konsepsi yang berasal dari meja (komando) yang sama. Satu dipiara, dirawat, satunya lagi sengaja dilepas bebas. Dan pada momen tertentu, mereka diumpan topik kontroversi agar berisik. Keduanya pun gaduh bersaut-sautan di ruang publik. Lantas, si bohir pun puas tersenyum dari kejauhan, karena 'agenda besar'-nya lepas dari pantauan publik.
Secara filosofi, para pakar politik ---mentor atau bohir--- di belakang buzzer ibarat: 'MAKELAR KAMBING DI HARI RAYA KORBAN'. Hari raya adalah kesenangan sesaat, atau bisa berupa pagelaran pemilu, contohnya, sedangkan makna makelar adalah 'demi untuk perut (kepentingan)-nya sendiri dan kelompok'. Sementara arti kambing di sini ialah sosok yang akan 'dicincang'. Ya. Dicincang dalam makna digadang - gadang, dipromosi pada satu sisi, namun bisa juga kebalikannya -- dicincang dalam arti dijadikan tumbal alias dikorbankan.
Anies dan Ganjar sebagai contoh, jangan-jangan cuma dijadikan tumbal, dikorbankan. Dan boleh jadi pencapresan Anies nanti dibatalkan oleh Koalisi Perubahan, atau salah satu anggota left dari koalisi maka presidential threshold tidak mencapai 20%, atau lebih kasar lagi Anies di-'KPK'-kan jelang pendaftaran pilpres. Itu pada satu sisi. Tetapi, di sisi lain, Prabowo justru dilambungkan, dipromosikan oleh PDI-P dan KIB. Bisa jadi. Ini hanya gambaran kecil dari pengibaratan: 'pakar politik itu seperti makelar kambing di hari raya korban'. Jadi, mereka bebas mencincang kambing korban.
Kenapa demikian?
Secara filosofi, permainan politik praktis ibarat seulas tali yang ujungnya bundel. 'Bundel' dalam makna selalu bermuara pada uang, projek, uang dan projek. Dalam politik praktis, memang tidak seperti orang bermain catur kalau skak-mat lalu selesai permainan. Tak seperti itu. Tidak ada mati langkah dalam politik. Bahkan ketika tersingkir pun, di luar ring masih bisa mengendalikan jalannya permainan. Memberi support, arahan, dan lainnya, makanya ada istilah mentor politik.
Kembali ke dua isu di atas (Noel dan Abu Janda), tampaknya lempeng politik tanah air bakal berguncang hebat. Ada kejutan signifikan jelang pagelaran 2024. Entah apa bentuknya. Tunggu saja.
Lagi-lagi, jejak para elit politik sulit dilacak oleh para pendukungnya kecuali memahami tema atau agenda yang hendak digelar. Nah, apa gerangan agenda besar pada Pemilu 2024?
Let them think let them decide.
Tamat.
(fb)