Semakin Presiden Jokowi marah terhadap sesuatu, malah terlihat semakin lucu
Oleh: Agustinus Edy Kristianto
Beberapa hari lalu ia marah karena pabrik pupuk (PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Aceh Asean Fertilizer) stop produksi padahal negara butuh pupuk. Petani banyak mengeluhkan pupuk langka dan mahal. Menurut Jokowi, pasokan gas yang seret adalah masalahnya.
Maka dari itu ia minta Menteri BUMN (mengingat PT Pupuk Indonesia di bawah kementeriannya) membereskan. Soal pasokan gas, dijawablah oleh Menteri ESDM: aman!
Bisa aja tuh menteri. Ente kadang-kadang ente…
***
Lantas di mana lucunya? Presiden meminta orang yang diduga menjadi bagian dari rantai masalah untuk membereskan sebuah masalah.
Banyak dari kita yang belum tahu betapa lezatnya bisnis komoditas bernama amoniak (petrokimia). Pupuk terbuat dari amoniak. Bahan baku amoniak adalah gas.
Saking vitalnya amoniak, pada Desember 2022, PBB mendudukkan Rusia dan Ukraina untuk membuat kesepakatan mengenai ekspor amoniak. Ya, amoniak adalah kunci ketahanan pangan. Krisis pangan bisa jadi sama dengan krisis amoniak. Perang Rusia vs Ukraina salah satu akarnya adalah perang amoniak!
S&P Global mencatat pasar amoniak dunia mencapai 191 juta ton. Indonesia, Rusia, dan Oman adalah negara yang terus meningkatkan kapasitas ekspor amoniak. Bahkan dituliskan bahwa Trinidad dan Indonesia terus mencari pasar baru untuk ekspor amoniak.
Saya berjilid-jilid menulis status tentang kasus Rekind (anak usaha Pupuk Indonesia) vs Panca Amara Utama/PAU (anak PT Surya Esa Perkasa Tbk/ESSA) karena menganggap amoniak adalah kunci pangan. Bisnis PAU adalah amoniak, terutama untuk ekspor.
Salah satu pemilik dan pengurus PAU/ESSA adalah kakak Menteri BUMN. Keduanya berseteru akibat proyek pembangunan pabrik amoniak di Banggai, Sulteng, yang pembukaannya diresmikan oleh Jokowi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah melansir hasil audit yang menyebutkan potensi kerugian negara dalam proyek berbiaya Rp7 triliun itu.
Saya tahu, KPK juga tahu barang ini bermasalah. Tapi, kata sumber saya, ada semacam proteksi politik karena dugaan kasus ini melibatkan pihak yang masih berkuasa.
Tetapi mirisnya, di saat bisnis amoniak lagi bagus, yang membuat kinerja perusahaan kakak Menteri BUMN itu juga cuan, malah Rekind terancam pailit. Sudah dua kali ia di-PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) oleh kreditur.
***
Kembali ke soal amoniak tadi. Jadi—-dugaan kuat saya—-mengapa pabrik stop produksi pupuk adalah bukan cuma karena tidak ada gas tetapi karena tidak ada amoniak. Ke mana amoniaknya? Diekspor. Mengapa diekspor? Karena menggiurkan. Sepanjang 2022, harga amoniak lagi bagus (kisaran +US$1.000/ton).
Itulah mengapa beberapa hari terakhir ramai berita jumawa bahwa BUMN PT Pupuk Indonesia membukukan laba Rp19 triliun pada 2022. Katanya, laba tersebut diperoleh berkat transformasi bisnis berupa sentralisasi pemasaran. Padahal, kalau mau dibaca teliti, total pendapatan Pupuk Indonesia pada 2022 sebesar Rp103 triliun. Sebesar 65% (Rp66,9 triliun) berasal dari penjualan komersil (pupuk urea ke pasar nonsubsidi dsb) dan penjualan nonpupuk (amoniak)—-biasanya amoniak ini yang porsinya besar. Taruhlah Rp60 triliun didapat dari ekspor amoniak. Dengan kurs Rp14.500 maka setidaknya ada 4,1 juta ton amoniak yang diekspor.
Memang tidak boleh BUMN mengekspor amoniak? Boleh. Asalkan kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi semua, termasuk yang nonsubsidi di luar 9 komoditas yang memperoleh subsidi pupuk. Tapi apapun dalihnya, Presidennya sendiri yang bilang pupuk langka di Indonesia. Kebutuhan 13,5 juta ton, terpenuhi 3,5 juta ton (yang nonsubsidi).
***
Ada ruang gelap di situ menyangkut bisnis amoniak. Bisa juga merembet ke permainan pasokan gas untuk membuat amoniak. Siapa tahu ada swasta yang mendapat pasokan gas harga khusus BUMN untuk membuat amoniak yang produknya untuk diekspor. Pabriknya dibangun oleh BUMN, gasnya harga BUMN, barangnya milik swasta lantas diekspor. Mantap).
Ada ruang lebar untuk para spekulan dan pejabat bermain. Coba cek ke BUMN Pupuk, siapa yang terlibat dalam penentuan cut rate. Artinya, produksi cukup sampai di amoniak saja untuk diekspor. Produksi urea dipotong saja. Apalagi harga amoniak di pasar bagus.
Ada ruang lebar untuk permainan makelar berbasis komisi. Siapa yang memberikan izin ekspor, untuk berapa banyak (tonase), untuk berapa lama. Naif sekali kalau kita masih menganggap ada akhlak di balik proses perizinan di negara ini. Banyak contohnya bahwa perizinan adalah ‘komoditas’ yang menguntungkan segelintir orang.
Ada ruang untuk keberlanjutan bisnis bagi kroni-kroni pejabat. Sudah mulai kencang disuarakan mengenai energi hijau, gasifikasi batubara, karbon biru dari amoniak, bursa karbon (mandatory/voluntary), cadangan karbon dsb, yang salah satunya disuarakan perusahaan kakak menteri BUMN itu. Pada kesempatan lain kita bahas.
Jadi, jika Presiden tak mau ditertawakan, dukunglah penegakan hukum terhadap dugaan penyimpangan keuangan negara dalam proyek Rekind-PAU itu karena sudah ada pintu masuknya yakni audit BPK.
Soal pupuk langka dan mahal, buatlah tim independen dan ahli untuk mengurai akarnya, jangan percaya begitu saja pada menteri BUMN yang kakaknya berbisnis amoniak. Percuma koar-koar resesi dan ketahanan pangan kalau urusan bisnis hitam amoniak ini tidak ditumpas dan petani mengeluhkan soal pupuk terus.
Katanya pemimpin baik dan prorakyat.
Salam.
(Agustinus Edy Kristianto)
*fb