Ada seorang kyai menyerang ceramah Ustadz Abdul Shomad (UAS). Kira-kira narasinya begini...
"Setelah NU memutuskan istilah non Muslim, ada ustadz yang biasa ngomong di TV. Ustadznya namanya 'Ujian Akhir Semester'. Ada orang bukan Islam ketemu di jalan, (masak kita bilang kepadanya) 'Mau ke mana, Fir?' Hihihi...kopar kapir kopar kapir."
"Ustadznya namanya 'Ujian Akhir Semester', jangan disingkat. (Ustadz itu) Pidato, 'Saudara-saudara kalau sekarang sebutannya non Muslim, berarti ada ayat Qur'an yang dirobah. Dulu 'Qul ya ayuhal kafiruun', sekarang 'Qul ya ayuhal non Muslim'."
"Ooooooh...berarti HTI Ente! Sudah begitu saja. Jadi hati-hati orang NU, jangan manggut-manggut saja! Hebat. Hebat gimana? Nanti dulu! NU itu kebangsaan, (buat) siapa saja."
***
RESPON:
- Laa quwwata illa billah... sampai sebegitukah?
- Orang membaca Al-Quran dengan lafazh yang benar disebut HTI. Laa quwwata illa billah.
- Sebutan KAFIR atau KAFIRUUN, adalah berkaitan dengan AREA KEIMANAN. Seorang Muslim, berarti masih satu KELUARGA AGAMA dengan kita; sedang orang kafir mereka berdiri di LUAR PAGAR KEIMANAN. Istilahnya "khorij 'anil millah" di luar pagar agama Tauhid.
- Sebutan Kafir atau Kafirun, tidak digunakan dalam muamalah sehari-hari. Untuk muamalah PRIBADI menggunakan NAMA masing-masing, atau menggunakan sebutan. Untuk mualamah kelompok, menggunakan nama afiliasinya.
- Rasulullah SAW bermuamalah dengan kaum kafir, tetapi tidak memanggil mereka dengan istilah KAFIR, tetapi dengan nama mereka atau sebutan afiliasinya. Itu terlihat dalam perjanjian Piagam Madinah yang beliau sepakati dengan kabilah-kabilah Yahudi dan Arab Madinah.
- Begitu juga saat perjanjian Hudaibiyah dengan kaum musyrikin Makkah, beliau menyebut diri sebagai Muhammad bin Abdullah, tidak menyebutkan status Kenabian beliau.
- Istilah KAFIR atau KAFIRUN adalah istilah untuk membedakan STATUS KEIMANAN, bukan panggilan umum dalam muamalah.
- Kita pun, di negeri mayoritas Muslim ini, ketika menjumpai seorang Muslim, juga tidak memanggil mereka "hei Muslim, hei Muslim". Apa pernah Anda memanggil kakak adik Anda, atau anak isteri Anda, dengan panggilan "hei Muslim" atau "hei Muslimah"..? Kan tidak. Kita sudah tahu status keimanan mereka, jadi tidak perlu menegaskan kembali.
- Dalam situasi-situasi tertentu, ketika diperlukan, barulah kita menegaskan IDENTITAS KEIMANAN tersebut. Bukan dalam ranah muamalah dan pergaulan umum.
Walhamdulillahi Rabbil 'alamiin, semoga bermanfaat. Amiin.
(Oleh: Sam Waskito)