10 HIKMAH DARI PERISTIWA ISRA DAN MI’RAJ
Oleh: Ustadz Ahmad Syahrin Thoriq
RAJAB dikenal luas oleh umat Islam sebagai bulan terjadinya peristiwa luar biasa yang menjadi salah satu mukjizat terbesar Nabi ﷺ, yakni Isra dan Mi’raj. Karena agungnya peristiwa ini, hingga diabadikan sebagian kisahnya dalam al Qur’an.
Para ulama telah menyusun berbagai kitab yang isinya bukan hanya mengisahkan apa yang dialami oleh Rasulullah ﷺ saat diperjalankan di malam yang mulia tersebut, namun juga menyebutkan beberapa hikmah-hikmah dibalik peristiwa yang agung ini, yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah
Dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj dipampangkan dan dibentangkan kepada Nabi kita ﷺ berbagai tanda-tanda kebesaran Allah ta’ala untuk ditadaburi.
Peristiwa yang beliau alami ini kemudian beliau ﷺ tuturkan kepada umatnya sebagai pelajaran dan peringatan. Seperti berjumpanya beliau dengan arwah para nabi dan rasul di langit, melihat syurga neraka, sampainya beliau di sidratul muntaha dan berbagai peristiwa ghaib lainnya.
لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
“Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An Najm: 18)
2. Kedudukan tinggi syariat shalat 5 waktu
Lewat peristiwa Isra dan Mi'raj juga dikukuhkannya kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam untuk umat Muhammad ﷺ. Hal ini menunjukkan bagaimana agungnya syariat yang satu ini.
Bila untuk haji, puasa, zakat dan berbagai perintah agama lainnya, cukup turun wahyu berupa ayat suci al Qur’an yang memerintahkannya, tapi tidak dengan shalat. Allah memanggil langsung kekasihnya menerima kewajiban shalat untuk dijalankan bersama umatnya.
3. Menanamkan sifat ittiba’ kepada Nabi ﷺ
Ketika Nabi ﷺ mengkhabarkan peristiwa ini, banyak pihak yang kemudian ragu-ragu bahkan menolak untuk mempercayainya. Di sinilah kemudian nampak bagaimana keimanan para shahabat Nabi ridwanallahu’alaihim yang mereka menerima apapun khabar yang datang dari Rasulullah ﷺ.
Terutama yang menjadi icon keimanan saat itu adalah sayidina Abu Bakar yang kemudian mendapatkan gelar ash Shidiq, karena senantiasa membenarkan Nabi ﷺ tanpa keraguan sedikitpun, dan beliau juga berhasil membungkam sebagian orang-orang Makkah yang mencoba menggoyang keimanannya terhadap peristiwa ini.
4. Keistimewaan masjid al Aqsha
Dijadikannya masjidil Aqsha sebagai salah satu spot peristiwa Isra dan Mi’raj tentu bukan tanpa maksud, terkandung di dalamnya hikmah diantaranya adalah sebagai peringatan bagi umat agar senantiasa menjaga dan tidak melupakan kiblat pertama mereka.
Karena ternyata tanah suci yang satu ini sepanjang sejarahnya, tidak pernah lepas dari segala upaya musuh-musuh Islam untuk menjajah, menjarah dan menodai kesuciannya.
5. Khabar syurga dan neraka
Rasulullah ﷺ sepulang dari Mi’rajnya membawa oleh-oleh diantaranya adalah khabar tentang keadaan syurga dan neraka sekaligus para penghuninya. Hal ini agar umat kian termotivasi untuk kian bersungguh-sungguh mengejar kebaikan dan keselamatan di negeri Akhirat.
6. Ujian keimanan manusia
Isra dan Mi’raj dulu hingga hari ini mengundang perdebatan banyak pihak. Dan dari sekian kubu yang memperdebatkannya, sudah pasti ada yang disusupi keragu-raguan atas mujizat besar Nabi ﷺ yang satu ini. Karena menurutnya peristiwa yang terjadi di dalamnya tidak logis dan susah untuk diterima oleh akal.
Padahal sedari awal kita telah disadarkan Isra Miraj itu babnya adalah mukjizat dan area keimanan, bukan untuk ditimbang dengan akal. Tentu Islam adalah agama yang mengagungkan akal, kita tidak asing dari berbagai ayat dalam al Qur’an yang memerintahkan agar manusia mempergunakan akal dan pikirannya.
Tapi masalah keimanan tidak semuanya bisa dijangkau dengan akal. Lagian, apa yang tidak masuk akal jika Allah yang maha kuasa sudah berkehendak atas sesuatu ? Tidak ada yang mustahil, kecuali kita ragu dengan kemaha kuasaanNya yang tidak terbatas.
7. Keutamaan Nabi ﷺ
Dalam peristiwa Isra Mi’raj ini kita ketahui bersama bagaimana Rasulullah ﷺ dimuliakan kedudukannya dengan shalat mengimami arwah para utusan Allah lainnya.
Begitu juga beliau ﷺ dipertemukan oleh Allah dengan para nabi di beberapa tempat di langit yang kesemuanya menyambut dan bergembira dengan kedatangan sang penutup para Nabi shalallahu’alaihi wassalam.
8. Tingginya status penghambaan kepada Allah
Dalam ayat tentang Isra Mi’raj nabi Muhammad ﷺ disebut dengan hamba. Sebuah kata yang sebenarnya dekat dengan kerendahan dan kehinaan, tapi Allah angkat sedemikian rupa menjadi status yang melekat kepada makhluknya yang paling mulia, al Musthafa Muhammad ﷺ.
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha...” (QS. Al Isra : 1)
9. Sarana pembekalan dakwah Rasulullah ﷺ
Selain dari latar belakang tahun kesedihan yang beliau alami, Isra dan Mi’raj juga menjadi bekal bagi sang Nabi ﷺ untuk menghadapi fase dakwah yang lebih besar dan luas dari sebelumnya, yakni periode Madinah.
Di mana di fase ini beliau bukan hanya berdakwah menegakkan kalimat tauhid di hati umatnya seperti di periode Makkah, namun Rasulullah ﷺ juga mulai memancangkan dakwah membangun negara, berjihad dan menegakkan hukum-hukum Allah secara kaffah.
10. Menegaskan kefitrahan agama Islam
Salah satu fragmen yang sangat ikonik dalam Isra Mi’raj adalah saat Nabi ﷺ diminta memilih minuman: air, arak atau susu. Nabi SAW memilih susu.
Malaikat Jibril kemudian berkata kepada Nabi SAW, "Engkau telah memilih fitrah. Seandainya kamu memilih air, niscaya kamu tenggelam dan umatmu akan tenggelam pula. Dan seandainya kamu memilih arak (khamr), tentulah kamu sesat dan sesat pula umatmu."
Hal ini yang kemudian menjadi simbol atau penegasan bahwa syariat agama Islam adalah yang paling bersesuaian dengan fitrah kehidupan manusia. Artinya, tidak ada perintah dalam agama ini kecuali pasti bermanfaat, sebagaimana juga larangannya pasti membahayakan kehidupan umat manusia.
Wallahu a'lam.