SPIRITUALITAS
Oleh: Ustadz Musyafa Ahmad Rahim
Saya tidak tahu apa itu spiritualitas dalam arti kamus, karena memang saya tidak merujuk ke sana (maaf).
Hanya saja, yang saya pahami (semoga tidak salah), spiritualitas itu, keikhlasan, shidiq (jujur dan benar) dalam berinterkasi dengan Allah SWT, karena memang Allah Maha Mengetahui, tajarrud (totalitas) -- istilah Al Qur'an nya: IBTIGHO' WAJHILLAH (ابتغاء وجه الله) yang terjemah gaulnya adalah CARI MUKA ALLAH. istilah lainnya, APA ORANG MAU KATA, NGGAK PENTING, YANG PENTING: SEPERTI APA DI SISI ALLAH.
Seperti apa spiritualitas seseorang? tentu kita tidak tahu, sebab itu urusan DALAMAN orang tersebut, namun, kita bisa "meraba-raba", "membaca tanda-tanda", "mengendus indikator"nya dan semacamnya. Istilah Arab nya: melihat AMARAT (أمارة), gelagat, tanda-tanda, dan ATSAR (آثار), bekas, jejak dan pengaruh-pengaruh yang ditinggalkannya.
Dari sini, kita sering mendengar para ulama' menilai sisi spiritualitas seseorang.
Misalnya:
Banyak ulama' berkata: "Kitab al Arba'in an-Nawawiyyah itu kitab yang sangat menakjubkan sekaligus mengherankan". Betapa tidak, dia itu hanya berisi 40-an hadits nabi (42 hadits) yang dipilihh oleh Imam Nawawi. Namun, SubhanaLlah, dunia seakan disibukkan oleh kitab ini. Betapa tidak? ada puluhan syarah yang membedah dan mengulas kitab ini. Belum lagi yang menjadikannya sebagai bahan kajian, bahan pengajian, bahan pengajaran dan lain sebagainya. Hal ini - kata para ulama' tadi - menunjukkan, betapa kuatnya aspek dan sisi spiritualitas yang dimiliki oleh Imam Nawawi pada saat menulis kitab Al Arba'in ini.
Saya, secara pribadi, juga terheran-heran dengan kitab TAFSIR AR-RAZI yang terkenal dengan istilah AT-TAFSIR AL KABIR (التفسير الكبير), atau kitab yang bernama: MAFATIHUL GHAIB (مفاتيح الغيب).
Keheranan saya terjadi dari berbagai aspek, diantaranya:
1. Kitab ini terhitung sangat besar, sebab dicetak dalam 16 jilid yang pada setiap jilidnya terdapat dua juz. Sangat besar.
2. Pada zaman penulisannya, belum ada mesin pengganda kitab, atau mesin cetak, atau foto copy. Jika seseorang ingin memiliki kitab itu, ia harus menyalin dengan cara menulis ulang. Atau kalau mau lebih cepat, dia perlu "menyewa" para jagoan penyalin kitab, di mana mereka bisa menulis dengan tangan secara cepat. Tentu, menyalin kitab sebanyak 16 jilid, bukanlah sesuatu yang mudah, di zaman itu.
3. Era di mana Imam Fakhruddin Ar-Razi menulis kitab tafsirnya itu adalah era dunia Islam sedang lemah secara politik, ekonomi dan keamanan, sebab, dunia Islam dari arah barat, ada serangan pasukan Salib, dan dari timur ada serangan pasukan Mongol Tartar yang sangat membinasakan.
Perlu kita ketahui, Imam Fakhruddin Ar-Razi hidup pada (543 - 606 H = 1150 - 1210 M).
Dengan demikian, tentu akan menjadi sesuatu yang sangat-sangat sulit untuk melakukan penggandaan kitab tafsir yang besar itu.
Namun, faktanya, kaum muslimin masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk melihat, membaca, mempelajari dan mengkaji kitab tafsir yang besar itu sampai sekarang, Alhamdulillah.
Atas fakta ini, saya pun menduga-duga, jangan-jangan, "terjaganya" kitab ini, diantara rahasia kausalitasnya adalah "sisi spiritualitas" yang ada pada diri Imam Fakhruddin Ar-Razi, wallahu a'lam.
Kenapa saya mempunyai dugaan dan "jangan-jangan" seperti itu? sebab, banyak sekali kitab-kitab lainnya, termasuk kitab-kitab yang ukurannya sangat kecil, kita sudah tidak dapat lagi menemukannya.
Dugaan dan "jangan-jangan" saya ini, tentu sama sekali tidak mengandung maksud menuduh para penulis kitab-kitab lainnya itu sebagai tidak memiliki spiritualitas.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya, amin.
15/01/2023
(fb penulis)