RUGI BANDAR
Oleh: Joko Intarto
Pernyataan Menteri PAN RB Dr Azwar Anas tentang program penanggulangan kemiskinan mendadak viral. Menurut mantan bupati Banyuwangi itu, dengan dana Rp 500 triliun, angka kemiskinan hanya turun 0,6 persen. Apa pasal?
Kegiatan sosialisasi program melalui berbagai rapat ternyata lebih banyak ketimbang aksinya di lapangan. Kurang lebih, seperti itulah kondisi yang membuat Azwar Anas murka.
Rapat yang berlarut-larut memang tidak terhindarkan, karena dana penanggulangan kemiskinan sebesar Rp500 triliun itu tersebar di 17 lembaga pemerintah dari pusat hingga kabupaten/kota. Kementerian PAN RB diberi mandat Presiden untuk ‘’memelototi’’ rencana anggaran dan monitoring serta evaluasi atas pelaksanaannya.
Program rapat sepertinya masih akan terus terjadi pada 2023. Sebab, dananya juga masih tersebar di 17 lembaga itu. Azwar Anas pun menerapkan rapat online sebagai jalan keluar murah: Tidak perlu biaya perjalanan dinas dan tidak membuang-buang waktu untuk datang ke Jakarta.
Peta Kemiskinan
Pemerintah sebenarnya sudah memiliki database kemiskinan nasional. Artinya profil masyarakat miskinnya sudah lengkap. By name. By address. Data itu bisa diolah menjadi data baru untuk tujuan praktis. Misalnya seperti ini:
1. Masyarakat miskin yang tidak mungkin ditingkatkan perekonomiannya. Kelompok ini berisi orang-orang berusia lanjut yang tidak memiliki anggota keluarga alias hidup sebatang kara.
2. Masyarakat miskin yang masih mungkin meningkatkan pendapatannya. Kelompok ini terbagi menjadi beberapa lagi:
a. Masyarakat berpendidikan cukup dan memiliki ketrampilan khusus. Kelompok ini menjadi miskin karena usahanya bangkrut atau terkena PHK.
b. Masyarakat berpendidikan rendah dan tidak memiliki ketrampilan khusus.
c. Masyarakat yang karena berbagai alasan ‘’terkucil’’ dari lingkungannya.
d. Masyarakat usia produktif yang menderita penyakit menahun dan mengalami kondisi kehilangan fungsi sebagian anggota tubuhnya secara permanen.
e. Dan lain-lain.
Peran Lembaga Amil Zakat
Tidak hanya pemerintah yang berkeinginan memberantas kemiskinan. Lembaga amil zakat pun mempunyai cita-cita yang sama. Bedanya ada pada sumber dananya. Pemerintah memperoleh dana dari pajak, cukai, retribusi dan pinjaman. Sedangkan Lembaga amil zakat mendapat dana dari kewajiban syariah seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf penduduk muslim.
Menurut sejumlah penelitian, potensi zakat, infak dan sedekah penduduk muslim di Indonesia berkisar antara Rp320 triliun hingga Rp360 triliun per tahun. Namun, dalam kenyataannya, seluruh Lembaga amil zakat secara nasional baru bisa menghimpun Rp 21 triliun pada 2022. Tahun ini, target nasional naik menjadi Rp30 triliun.
Angka ini baru setara dengan 7 persen anggaran pemerintah untuk program penanggulangan kemiskinan. Masih terlalu kecil.
Lembaga amil zakat menyalurkan dana zakat, infak dan sedekah melalui berbagai program. Secara umum, dana disalurkan untuk program-program sebagai berikut:
1. Bidang ekonomi
2. Bidang Kesehatan
3. Bidang Pendidikan dan Dakwah
4. Bidang sosial
5. Bidang lingkungan hidup
6. Bidang kesiapsiagaan bencana
Di luar bidang-bidang tersebut, Lembaga amil zakat juga mengelola program lain seperti:
1. Qurban
2. Zakat fitrah
3. Fidyah
Perlu Sinergi
Melihat program-program penyaluran dananya, terlihat adanya persinggungan antara Lembaga amil zakat dengan pemerintah. Alangkah baiknya kalau pemerintah bersinergi dengan Lembaga amil zakat. Sinergi ini bisa dimulai sejak perencanaan program hingga pelaksanaan dan monitoring serta evaluasinya.
Memang belum semua Lembaga amil zakat memiliki SDM dan infrastruktur sosial yang mumpuni secara nasional. Namun pada klaster program maupun teritorial tertentu, Lembaga amil zakat sudah memiliki kesanggupan yang baik, khusus sebagai operator pelaksana program.
Sekecil apa pun, Lembaga amil zakat bisa mengambil peran sebagai operator program dengan pemerintah sebagai user sekaligus penyandang dana. Meski telah memiliki Lembaga amil zakat sendiri, yakni Baznas dan Bazda, pemerintah tetap perlu melibatkan Lembaga amil zakat lainnya.
Persoalan kemiskinan itu begitu kompleks dan sebarannya sangat luas. Semua elemen organisasi filantropi perlu diajak bergotong-royong. Bahu-membahu. Tidak seharusnya pemerintah dan Lembaga amil zakat bekerja sendiri-sendiri.
Selama ini, sinergi pemerintah dengan Lembaga amil zakat boleh dikata masih sporadis. Skalanya programnya juga sangat kecil dan bersifat temporer.
Apakah karena Lembaga amil zakat lebih banyak bekerja di lapangan membantu masyarakat miskin, sementara aparat pemerintah, seperti kata Azwar Anas, sibuk rapat di hotel membahas program penanggulangan kemiskinan? Entahlah.
Yang pasti, kemiskinan harus diberantas, bukan hanya dibahas. Jangan rugi bandar terus-terusan.
(jto)