𝐊𝐞𝐫𝐢𝐛𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐬 𝐊𝐫𝐢𝐦 & 𝐋𝐨𝐠𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐅𝐚𝐥𝐥𝐚𝐜𝐲 (Sesat Logika)
Orang Barat itu punya perkataan "to fight over ice cream" yang artinya kira-kira "ribut untuk hal yang remeh tapi enak". Lucunya, ini literally terjadi di Dunia Maya ini pada perkara keḥalālan es krim Mixue.
Seperti biasa tentunya ada 2 kelompok besar, pertama yang mengatakan bahwa Mixue belum punya Sertifikat Ḥalāl, jadi belum pasti ḥalāl dan hendaknya dijauhi karena sesuatu yang meragukan itu hendaknya dijauhi.
Kelompok kedua, yaitu yang mengatakan bahwa Mixue sedang mengurus sertifikasi ḥalālnya.
Kedua kelompok punya argumentasi yang sama-sama terlihat kuat, cuma seperti biasa debat-debat terjadi dan muncul argumen-argumen lucu yang seperti:
▪️"Sesuatu yang belum diketahui keḥalālannya itu maka hukum asalnya adalah ḥalāl".
Well, kaidah ini tak tepat dipakai untuk makanan olahan seperti es krim, karena ingredients es krim itu bukan hanya dari bahan-bahan asli saja, tetapi ada produk kimia olahan, seperti: emulsifier, stabiliser, dan color. Ini yang harus diteliti keḥalālannya.
▪️"Mixue berani mendaftarkan produknya ke LPOM-MUI, maka tentunya pasti ḥalāl."
Well, yang namanya mendaftarkan itu tidaklah sama dengan sudah diteliti dan sudah dapat approval. Sebab bisa saja setelah diteliti ternyata ditemukan unsur-unsur yang ḥarōm, kan? Ada banyak Faktor X di situ, dan salah satunya adalah: "ketidaktahuan". Soal ketidaktahuan ini saat sekira 22 tahun lalu saya ke HongKong, itu masih kuat beredar jokes kalau orang China yang jualan di sana ditanyakan soal dagingnya daging apa, mereka bisa tuh menjawab: "this is pig, this is ḥalāl".
▪️"Tak semua yang tak ada logo ḥalālnya itu tak ḥalāl, itu tukang bakso, tukang siomay, mie tektek pada nggak ada logo ḥalālnya tuh?"
Ini jelas logical fallacy (sesat logika), karena bakso, siomay, mie tektek, di Indonesia itu yang jualannya adalah orang Muslim, dan beli bahannya pun dari orang Muslim, karena negeri kita ini mayoritas penduduknya ya Muslim. Itu namanya dalam fiqih "kema‘rufan". Tetapi bukankah ada juga kemungkinan tak ḥalālnya? Tentu ada, tapi kecil, dan cukup kita tanyakan ke penjualnya, "nggak pakai babi kan?", yang kalau sudah dijawab "tidak", ya sudah, tak perlu juga si penjual mie bakso pinggir jalan itu kita minta menunjukkan QR code dari sertifikatnya.
Demikian 3 contoh logical fallacy yang digunakan dalam kasus kehalalan Mixue.
📝 Note: Tulisan ini hanya bermaksud membahas logical fallacy-nya ya, bukan ḥalāl-ḥarōm-nya sendiri.
(Arsyad Syahrial)