Fahri dan Desa
Oleh: Erizal
Fahri Hamzah memang kontroversial. Ia berani dan pionir. Kepala desa se-Indonesia berdemo minta perpanjangan masa jabatan jadi 9 tahun, Presiden Jokowi melalui Budiman Sudjatmiko, menyatakan setuju, Fahri malah berani tak setuju.
Ia tak takut ancaman kepala-kepala desa yang berdemo itu, bahwa apabila ada partai yang tak setuju dengan tuntutan itu, maka partai itu akan dihabisi, tak akan dipilih di desa-desa. Ancaman itu efektif membuat partai-partai ciut, termasuk Presiden.
Tapi, tidak dengan Fahri. Ia menolak dan tampil dengan konsep baru. Antara lain, penambahan anggaran buat desa, termasuk insentif untuk kepala desa sebab mereka pejabat yang dipilih. Masa depan desa ialah masa depan Indonesia.
Buat apa masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun, malah bisa pula 3 periode, jadi 27 tahun, tapi rakyat desanya tak kunjung sejahtera dan makmur? Justru akan menjadi sumber konflik, karena segelintir orang berkuasa terlalu lama.
Apalagi APBD/APBN itu disusun sekali 5 tahun. Seharusnya, masa jabatan apa pun, termasuk kepala desa, cukup 5 tahun dan setelah itu bisa dipilih kembali, 5 tahun lagi. Aturan kini, masa jabatan kepala desa 6 tahun, itu telah melebihi. Dan bisa pula dipilih kembali 2 kali lagi, jadi 18 tahun.
Lagian, esensi demokrasi itu ialah pembatasan masa jabatan. Kalau sampai 9 tahun dan bisa pula 3 periode, 27 tahun, kenapa tak seumur hidup saja? Apakah menjamin desa bisa maju? Justru bisa sebaliknya, jika terpilih kepala desa yang tak kompeten.
Itulah poin Fahri Hamzah.
(*)
Paten emang Bang @Fahrihamzah
— Mas Piyu (@maspiyu_aja) January 25, 2023
Gelora VS 9 Parpol 😅 pic.twitter.com/70JDBvc3Mk