'Diam adalah emas'. Maksud diksi ini sebenarnya Tasybih (Menyerupakan).
Karena keduanya memiliki sisi kesamaan, yaitu 'berharga'.
Sehingga seandainya keduanya diuraikan secara lengkap tanpa membuang 'alat Tasybih' dan 'Wajh syibih' nya (sisi kesamaan), akan tercipta kalimat yang agak panjang seperti ini 'diam bagaikan emas dalam sisi sama-sama berharga'.
Emas berharga, tentu saja. Bahkan tidak akan ada yang membantah hal ini. Lalu apakah 'Diam' juga berharga? Tentu saja karena yang menyatakan ini adalah Hadits Nabi:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
𝐵𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑎𝑝𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟, ℎ𝑒𝑛𝑑𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑎𝑖𝑘 𝑎𝑡𝑎𝑢 (𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑖𝑘𝑛𝑦𝑎) 𝑑𝑖𝑎𝑚.
Betapa bahaya dan meruginya seseorang yang ucapannya tidak bermanfaat bagi dirinya atau orang lain. Seseorang akan sadar betapa berharganya 'diam' ketika sepatah kata dua kata yang keluar dari lisannya berakibat penyesalan.
Pedang yang dikeluarkan dari sarungnya untuk berbuat buruk masih bisa ditaruh kembali. Tapi kalimat keji yang sudah keluar dari lisan tidak bisa ditarik, yang tersisa hanya akibat dan penyesalan.
Akan tetapi, jika 'diam adalah emas' maka tentu saja 'Kalimat baik yang keluar dari lisan adalah permata berlian'.
[Abde R]