Sebenarnya terserah PS dan Gerindra mau mengajukan siapa saja dalam Pilkada manapun, entah itu kader sendiri ataupun tokoh yang bukan kader mereka. Itu hak mereka.
"Walaupun bukan kader sendiri, tapi kalau memang tokoh itu potensial dan terbaik, demi bangsa dan negara mengapa tidak!" begitu kira-kira jawaban loyalis garis keras PS kalau ditanya mengapa sering mencalonkan tokoh yang bukan kader mereka dalam banyak Pilkada.
Heroik sekali! Demi bangsa dan negara. Terdengar sangat ikhlas.
Tapi jadi lucu, ketika tokoh yang mereka usung kinerjanya bagus saat menjabat lalu popularitasnya menanjak, dan tokoh itu kemudian ingin menapaki jenjang yang lebih tinggi dan terpaksa harus bersaing dengan orang yang telah membawanya, dia tiba-tiba dituduh pengkhianat oleh para loyalis bucin tersebut.
Lho kok jadi gini?
Kalau memang awalnya ikhlas mengorbitkan seseorang demi 'bangsa dan negara', ya harusnya ikhlas juga dong kalau orang itu mengorbit lebih tinggi. Tidak ada istilah pengkhianat kalau niatnya demi bangsa dan negara. Yang pantas disebut pengkhianat itu koruptor dan sejenisnya.
Dikasih otak mbok dipake gitu loh.
Tidak usah takut bersaing. Kalau memang PS layak jadi presiden, ia akan jadi presiden. Dan sebenarnya beliau sangat pantas.
Jangan kerdilkan apa yang sudah dilakukan PS saat mencari orang-orang terbaik untuk membangun negeri ini dengan tuduhan yang kampungan begitu, seolah-olah PS melakukannya karena berharap pamrih.
Seandainya Gibran benar-benar 'dibawa' ke DKI, kemudian beberapa tahun kemudian ia jadi pesaing PS berikutnya di Pilpres, apa Gibran mau dituduh pengkhianat juga?!
Sekarang kriteria PS dalam menyaring calon Kepala Daerah ada kemajuan. Kalau sebelum-sebelumnya yang dibawa tokoh-tokoh yang sangat populer dan berkelas, sekarang tokoh yang mau dibawa agak-agak.... *sebagian teks hilang* 😀
(Wendra Setiawan)