Dari Koalisi Perubahan Menuju Koalisi Penyelamatan Indonesia
Oleh: Isa Ansori
Meski pertemuan sudah lama terjadi sekitar bulan Desember 2022, pertemuan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dengan Surya Paloh (SP) setidaknya bisa mengurai kenapa belum terjadinya deklarasi capres-cawapres yang diusung Koalisi Perubahan (Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS).
Sebagaimana yang sudah terjadi, Partai Nasdem mendeklarasikan Anies sebagai bakal calon presiden 2024 dan ini nampaknya juga menjadi kesepahaman bersama, namun sebagai bagian dari partai koalisi, tentu Partai Demokrat dan PKS sah sah saja juga mengajukan bakal calon wakil presiden pilihannya. Partai Demokrat mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) dan PKS mengajukan Ahmad Heryawan (Aher) mantan Gubernur Jabar.
Pertemuan SP dan LBP setidaknya juga bisa dibaca bahwa istana juga punya kepentingan terhadap semakin kuatnya dukungan arus bawah dan dunia internasional terhadap Anies.
Dukungan internasional bisa dilihat dari dijadikannya Anies sebagai bagian narasumber dalam pertemuan G20 di Bali oleh Bloomberg.
Hal yang lain adalah adanya undangan undangan diskusi dan pertemuan-pertemuan dengan beberapa pemimpin dunia di Eropa dan Amerika. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa Anies bisa diterima oleh masyarakat internasional.
Selain itu juga dukungan arus bawah bisa dilihat dari kunjungan Anies keberbagai daerah di Indonesia yang selalu dipenuhi oleh massa dan dielu elukan sebagai harapan baru untuk perubahan Indonesia.
Bagi istana tentu ini menjadi indikasi bahwa elektabilitas Anies di dalam negeri juga sangat kuat. Sehingga Anies tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Pilihannya ada dua menggagalkan pencapresan Anies atau mencari jalan tengah kepentingan koalisi perubahan dan istana.
Pada pilihan pertama tentu ini akan menjadi sesuatu yang sulit dilakukan oleh SP dan istana, karena jauh jauh SP sudah memberi sinyal bahwa pencapresan Anies oleh Partai Nasdem bergantung pada Jokowi, kalau Jokowi yang meminta bisa saja koalisi perubahan akan berubah.
Tentu istana juga tidak mau disalahkan bila terjadi kegagalan pencapresan Anies, sehingga Jokowi juga memberi sinyal jangan sampai istana disalahkan kalau ada yang gagal mendapatkan tiket capres. Belum lagi sejarah akan mencatat kalau Anies gagal mendapatkan tiket apalagi itu ada campur tangan istana, maka sejarah akan mencatat Jokowi sebagai presiden yang menodai demokrasi.
Pilihan kedua tentu menjadi keniscayaan, istana juga terjaga kepentingannya dan perubahan yang sedang menjadi arus besar bisa dijalankan.
Menghentikan Anies sebagai capres yang diusung oleh koalisi perubahan tentu akan beresiko bagi istana, karena saat ini bukan hanya sebagai pribadi, tapi Anies sudah institusi dan simbol gerakan perubahan untuk menyelamatkan Indonesia.
Koalisi perubahan sebagaimana yang sudah digaungkan, mengusung tema “Change and Continuity”, ini bisa dipahami bahwa apa yang sudah baik akan dilanjutkan dan yang belum akan diperbaiki dan itu berarti akan ada perubahan pada hal – hal yang dianggap tidak baik.
Dalam berbagai kesempatan pertemuan perwakilan partai yang ada didalam Koalisi perubahan, pencapresan Anies adalah final dan cawapres akan diambil dari figur terbaik yang bisa melengkapi Anies. Tentu bukan hal yang aneh bila Partai Demokrat mengajukan AHY dan PKS mengajukan Aher dan tentu bukan hal aneh bila muncul figur lain selama dipandang mampu melengkapi Anies dan berpotensi menang dalam pilpres.
Paska pertemuan London yang baru saja diumumkan, lalu tanpa disengaja Effendy Choiri yang akrab dipanggil dengan Gus Choi dalam diskusi di CNN memunculkan nama Khofifah Indar Parawansa (KIP), Gubernur Jawa Timur.
Apa yang disampaikan oleh Gus Choy ini juga mempunyai alasan bahwa KIP punya potensi melengkapi Anies dan memenangkan pilpres.
Kemunculan nama KIP tentu akan menjadi jalan tengah yang bisa dibaca paska pertemuan SP dan LBP. KIP bisa dianggap sebagai figur yang bisa menjaga kepentingan istana dan ini lumrah dalam setiap terjadi suskesi kepemimpinan yang demokratis.
Kemunculan nama KIP dari internal koalisi perubahan selain AHY dan Aher, menunjukkan adanya semangat negarawan dan keinginan kuat untuk menyelamatkan Indonesia dari perpecahan. Bukan tidak mungkin juga akan muncul nama nama lain seperti Ganjar Pranowo, Andika Perkasa, Sandiaga Uno dan Eric Tohir atau yang lainnya.
Meminjam istilah La Ode Basir, Ketua Relawan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera, bahwa relawan tidak punya kepentingan terhadap siapa yang akan menjadi cawapres Anies, mereka akan patuh terhadap keputusan yang diambil oleh partai, ini menandakan bahwa relawan Anies juga bersikap negarawan, yang ada dibenak mereka adalah bagaimana menyelamatkan Indonesia.
Pascapertemuan London harus dimaknai mulai ada kesadaran bahwa gerakan perubahan Indonesia tak bisa lagi dibendung, Anies menjadi faktor penting dalam gerakan perubahan itu, selain itu juga ada SP dengan partai Nasdem serta partai Demokrat dan PKS.
SP adalah bagian dari pemerintahan yang sedang berjalan ini dan tentu berkomunikasi dengan SP adalah sebuah keniscayaan untuk mencari titik tengah perubahan dan penyelamatan Indonesia.
Anies dan SP saat ini bisa dianggap sebagai lokomotif untuk perubahan Indonesia sampai dengan adanya deklarasi bersama yang dicanangkan bulan Februari 2023.
Keberanian memunculkan kombinasi Anies dengan Khofifah akan mengubah peta tidak hanya akan menjadi koalisi perubahan saja tapi akan menjelma menjadi Koalisi Perubahan Menuju Koalisi Penyelamatan Indonesia. Semangatnya tidak hanya mengusung perubahan tapi ada hal besar yaitu menyelamatkan Indonesia.
(Sumber: kba)