Bohir Belum Sepakat

Bohir Belum Sepakat

Oleh: Erizal

Bohir belum sepakat istilah Fahri Hamzah itu, hanya guyonan. Cerita warung kopi. Tapi bukan berarti tak ada nilai kebenaran. Guyonan sekadar guyonan. Kadang, nilai kebenaran itu lebih pas, tepat, disampaikan lewat guyonan.

Menggebrak sejak Oktober lalu, koalisi yang bakal mengusung Anies Baswedan, memang tak kunjung menemui titik sepakat. PDIP yang bisa mengusung sendiri pun, belum mau buka kartu. Malah, Megawati sengaja berguyon ria.

Golkar yang lebih awal lagi membentuk koalisi bersama PAN dan PPP, juga tak menunjukkan kemajuan. Malah, Golkar melaunching Ridwan Kamil sebagai anggota baru. Ibarat kompetisi besar, helat RK ini kayak partai tambahan saja.

Yang menggeliat lagi, koalisi Gerindra-PKB. Konon, dua partai ini akan membentuk posko pemenangan bersama. Lagi-lagi, bila capres dan cawapresnya belum definitif, guyonan bohir belum sepakat masih bisa dilekatkan.

Istilah bohir ini sudah umum. KBBI mungkin akan mengadopsinya. Entahlah, sudah atau belum. Saat mau nongkrong saja, anak muda saat ini akan nyeletuk: "bohirnya siapa nih?" Artinya, yang akan membayar siapa? Begitulah.

Tapi, dalam politik seringkali bohir diketahui di akhir, bukan di awal. Kalau di awal, bisa habis atau bangkrut bohirnya. "Makan" para politisi ini, bukan "makan" anak muda di warung kopi. Semua "dimakan". Baut pun bisa kayak kuaci.

Tiba-tiba, lewat pesan suara, Fahri Hamzah dan Anis Matta, mendeklarasikan diri sebagai capres-cawapres. Ini juga guyonan? Tentu saja. Buktinya banyak yang ketawa, malah mengejek atau membully. Tapi sekali lagi, lewat guyonan itu, kadang nilai kebenaran tepat disampaikan.

(*)
Baca juga :