Antara Baznas dan ACT (bag 2)
By : Budi Saks
Pada dasarnya Baznas didirikan bukan karena rasa tanggungjawab negara pada rakyatnya namun sekedar merasa "kecolongan" dengan munculnya badan badan amal swasta seperti Dompet Dhuafa (dll seperti dikronologikan di bag 1) apalagi mengingat besarnya potensi dana umat yang dapat dihimpun oleh negara. Untuk tahun 2022 saja potensi zakat yang bisa didapat negara dari populasi 87% umat muslim yang hidup di Indonesia bisa mencapai angka 327 Triliun.
Cukup untuk membayar hutang investasi asing dan membayar gaji pejabat dan ASN beserta seluruh tunjangannya.
Sayang Baznas telat berdiri dan kalah saing dengan lembaga lembaga umat yang lebih dulu dapat tempat dimasyarakat. Cuma bisa memaksakan lewat aturan bagi pegawai BUMN dan yang berkaitan dengan pemerintah.
Lagipula Indonesia bukan negara bersyariat Islam maka tak ada kewajiban masyarakat membayar zakat lewat badan pemerintah/BazNas begitupula sebaliknya tak berhak Baznas mewajibkan rakyat membayar zakat dan shodaqoh lewat mereka.
Namun memang Baznas melakukan banyak aksi aksi nyata juga diantaranya pemberian bantuan pendidikan, kesehatan dan keuangan kemasyarakat juga event-event sosial pemerintah.
Tapi bila menggandeng partai politik apalagi sosok tokoh tertentu yang sedang dicapreskan jelas itu adalah blunder besar para pengelola badan ini.
Sementara kasus ACT yang detailnya bisa anda baca saja diliputan investigasi TEMPO tahun lalu adalah cermin buruk penyelewengan dana umat untuk kemewahan pengurusnya dan tidak perlu ada pembelaan berdasar ghiroh agama karena sejatinya mereka malah sedang menistakan agama. Apalagi argumen-argumen defensif konyol seperti misal "wajar direktur ACT digaji ratusan juta lah apakabar itu direktur BUMN yang gajinya juga gede gede?" Hello... ini sungguh argumen dungu bin koplak tentu saja karena membandingkan perusahaan berorientasi profit dengan lembaga/yayasan amal berorientasi amal/non profit organization. Ibarat kata "gapapa masukin air mineral ke tangki motor kan sama sama benda cair ini".
Begitulah kalau umat inferior tapi terlalu mabuk beragama maka tak sadar malah menistakan agamanya sendiri.
Ulah Ahyudin cs di ACT ini disinyalir turut menurunkan kepercayaan publik pada lembaga amal swasta padahal masih sangat banyak yayasan dan lembaga lain yang amanah termasuk beberapa BMT BMT (Baitul Maal wat Tamwil) kecil di beberapa daerah seperti BMT Bringharjo Jogja yang jadi titik awal idealisme pengorganisasian dana umat secara teratur terstruktur.
Khusus untuk BMT Bringharjo perkembangannya selain sudah merambah pasar pasar tradisional seYogyakarta ternyata juga sudah memiliki cabang di beberapa kota provinsi di Indonesia baik di Jawa maupun luar Jawa dan telah menyelamatkan banyak pedagang pasar dari hutang riba jeratan para rentenir sambil memberi pendampingan usaha bagi UKM dan UMKM.
Sementara LazisMu bisa cepat berkembang karena ditopang oleh backboune organisasinya adalah Muhammadiyah yang sudah punya banyak RS, fakultas kedokteran, fakultas ekonomi di berbagai kampusnya sehingga jadi lembaga yang cukup solid seperti juga LazisNU yang backboune nya adalah PBNU itu sendiri dimana sekarang mengembangkan ke program NUCare berusaha mengayomi warga nadhliyin yang kekurangan.
Lembaga-lembaga ini lebih mudah diaudit karena menempel ke induk organisasi masing masing.
Sementara audit terhadap BazNas seharusnya bisa dilakukan secara terbuka mengingat ini bukan jaman Orde Baru dimana badan pemerintah diletakan bagai kuil suci yang haram diganggu gugat. Ini jaman reformasi walau masih berbau orde baru juga dan dana umat yang dikelola BazNas harus dipertanggungjawabkan kepada publik/umat setelah kita terang melihat kasus Ahyudin gembong ACT lewat bantuan investigasi jurnalistik TEMPO.
Yang jelas rakyat Indonesia ini memang luar biasa karena mengalami dua pajak sekaligus selain pajak pajak negara dan tetap menunaikan zakat wajib agama Islam bagi yang muslim yang besarnya 2,5% itu dan tetap hidup!
Dan jangan berkecil hati karena masih banyak lembaga yang amanah walau tidak terkenal seperti ACT atau BazNas itu.
(fb penulis)