Oleh: Agustinus Edy Kristianto
Selamat Tahun Baru 2023. Tuhan beserta kita. Sehat-sentosa!
Saya menulis lagi setelah jeda karena liburan akhir tahun. Saya harap teman-teman pun begitu, segar kembali luar-dalam.
Kita awali tahun ini dengan penuh syukur dan optimistis. Sebab dinding ini bukan tempat kumpulan ngengat yang kecewa lantas koar-koar tak karuan. Dinding ini adalah tempat manusia merdeka yang berpikir dan menertawakan para badut yang terlihat bangga sekali memainkan boneka bernama jabatan/kekuasaan.
Di sini selalu hendak ditunjukkan eratnya hubungan antara kemiskinan, politik, dan profit (segelintir orang)!
Presiden Jokowi mengajak masyarakat untuk optimistis tetapi tetap waspada dan hati-hati karena ketidakpastian kondisi ekonomi global. Namun ia berharap ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5% pada tahun ini.
Pertanyaannya adalah optimistis macam apa?
Kita tahu alasan kondisi ekonomi global itu juga yang menjadi salah satu dasar penerbitan Perpu Cipta Kerja yang diprotes sana-sini itu. Itu Perppu rasa otoriter sebab ada kesan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan waktu dua tahun bagi pembentuk UU untuk membuatnya. Itu Perpu wujud kesewenang-wenangan karena diduga kuat eksekutif mau menang sendiri dengan tafsir tunggalnya atas makna kegentingan memaksa.
Tajuk Rencana Kompas (4/1/2023) pun bertanya: Perpu Cipta Kerja untuk siapa? Lalu selanjutnya apa?
Bagi saya jelas. Sejak dulu saya berpendirian Cipta Kerja untuk segelintir pengusaha yang telah berhasil menganeksasi pemerintahan lewat jaring laba-labanya sehingga bisa dominan menentukan corak politik dan kebijakan pemerintahan.
Lihat asal-usulnya, lihat siapa saja sosok yang mendominasi komposisi tim perumusnya, bukankah dari dulu kita tahu bahwa para pengusaha batu bara banyak di situ? Bukankah kita tahu salah satu muatan UU itu adalah royalti 0%, kepastian perpanjangan izin tambang yang menguntungkan orang yang itu-itu saja?
Rusia memang masih berperang dengan Ukraina. Harga komoditas global bisa saja naik-turun. Ketahanan pangan dunia mungkin terganggu. Tapi tetap saja, untuk konteks nasional, masalah korupsi dan keserakahan sejumlah pejabat-pengusaha yang bercokol di dalam ekosistem politik-pemerintahan adalah biang kerok yang tak boleh ditutup-tutupi.
***
Jika ekonomi sedang tidak pasti, krisis membayangi, mengapa segelintir taipan malah panen raya?
Kakak Menteri BUMN Erick Thohir, Garibaldi Thohir, pecah rekor seumur hidup. Tahun 2022, kekayaannya tembus Rp52,61 triliun (US$3,45 miliar dari tahun sebelumnya US$2,6 miliar). Per 2 Januari 2023, ia genggam di atas 5% saham ADRO, MDKA, PALM, TRIM. Tanggal 13 Januari nanti, ADRO mau bagi dividen total Rp7,7 triliun.
Kekayaan Boy itu belum termasuk yang ‘kecil-kecil’, salah satunya di GOTO. Lalu ESSA. Silakan buka status saya sebelumnya, banyak dugaan skandal yang saya tulis tentang itu, terutama berkaitan dengan dugaan konflik kepentingan dengan posisi adiknya.
Grup Bakrie, yang sampai saat ini masih berutang Rp700-an miliar ke negara akibat menalangi Lapindo pun, panen raya. Laba bersih perusahaan migas ENRG 138% tahun lalu. BUMI,BRMS, BNBR juga naik pesat. Mengapa utang belum bayar?
Anthoni Salim, salah satu pemilik BCA yang kondang dalam pusaran kasus BLBI dulu, saat ini portofolio sahamnya paling menggurita mencapai Rp112 triliun, antara lain INDF, ICBP, SIMP, LSIP, BUMI, DNET dsb.
Lalu duo pemilik Djarum menguasai aset saham senilai Rp630,85 triliun pada 2022. Itu melejit 15,87% dibanding tahun sebelumnya.
Mengapa dipaparkan nominal semacam itu adalah bukan karena kita usil mempergunjingkan kantong orang tetapi untuk menelisik kemungkinan kebijakan pemerintahan Jokowi cenderung memperkaya segelintir orang dan secara tidak adil membebankan hal yang lebih berat kepada kelompok masyarakat lain.
Saya sudah tunjukkan betapa kebijakan seperti Kartu Prakerja menguntungkan Tokopedia dkk triliunan rupiah, kebijakan investasi Telkom di GOTO diduga juga semacam itu, kebijakan tax amnesty, pembangunan pabrik amoniak Banggai, bahkan hingga tes PCR, pengadaan vaksin, laptop Kemendikbud dsb pernah saya tulis.
Tak ada satu pun reaksi Jokowi sebagai kepala negara dan kepala eksekutif untuk mendorong penegakan hukum. Mengapa? Karena diduga kuat itu menyangkut bisnis segelintir pengusaha yang menjadi penopang posisi politiknya.
***
Sekarang, penting bagi kita untuk menatap Pemilu 2024. Yang terpenting adalah pemilu terselenggara tepat waktu, tidak ditunda, tak ada alasan apapun yang bisa dipakai untuk memperpanjang pemerintahan sekarang yang sudah habis dua periode itu.
Ada pemilu, ada harapan perubahan—-terlepas dari siapa nanti yang terpilih. Ada pemilu, ada koreksi terhadap pemerintahan sebelumnya. Ada perbandingan, analisis, adu gagasan baru, partisipasi supaya tidak selalu tafsir tunggal apa-apa atas nama presiden orang baik.
Salam.
(04/01/2023)