[PORTAL-ISLAM.ID] Raja Yordania, Abdullah II menegaskan jika pihaknya siap mengerahkan pasukan ke wilayah Yerusalem, Palestina kapan pun jika diperlukan. Langkah Raja Abdullah II sampaikan menyikapi niatan Israel yang berniat mengubah status Masjid Al-Aqsa.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN, Raja Abdullah II menyatakan kekhawatirannya atas sejumlah pihak di Israel yang mendorong perubahan status di Yerusalem.
Sebab, Yordania yang merupakan wali atau penjaga situs umat Muslim dan Kristren di Yerusalem, termasuk Al-Aqsa merasa perlu bersikap jika hal ini terjadi.
“Jika orang ingin terlibat konflik dengan kami, kami cukup siap,” kata Raja Abdullah II kepada reporter CNN, Beck Anderson bulan ini.
“Saya selalu percaya bahwa, mari kita lihat dari gelas setengah penuh, tetapi kami memiliki batasan tertentu dan jika orang ingin mendorong batasan itu, maka kami akan menghadapinya,” paparnya menambahkan.
Meski begitu, Raja Abdullah tak mau merinci respon apa yang akan Yordania lakukan jika Israel benar-benar merubah perbatasan di Yerusalem. Kota tersebut juga merupakan pusat konflik antara Israel dengan Palestina.
Israel Dorong Perubahan Status Masjid Al-Aqsa di Yerusalem
Naiknya Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri Israel membuat beberapa pihak merasa khawatir. Sebab Netanyahu merekrut beberapa orang yang merupakan barisan ekstrem kanan Israel untuk masuk ke pemerintahannya.
Salah satu tokoh paling kontroversial yang masuk jajaran kabinet Netanyahu adalah Itamar Ben Gvir. Dia akan menduduki posisi sebagai Menteri Keamanan Nasional Israel yang ikut mencakup urusan penegakan hukum di Yerusalem.
Rekam jejak Griv sendiri cukup negatif sebab dia pernah menyulut terjadinya kekerasan warga Palestina dan keturunan Arab di Israel. Dia juga pernah menjadi terdakwa karena menyulut sentimen rasis anti-Arab dan mendukung gerakan terorisme. Ben Gvir juga selama ini secara terbuka menyerukan perubahan status quo di Yerusalem.
Hal ini, kian menimbulkan kekhawatiran tentang potensi eskalasi konflik Palestina-Israel yang tak kunjung reda hingga masa depan hubungan Tel Aviv dengan negara Arab di kawasan dan negara Barat.
Pada 2022 adalah tahun yang cukup mengerikan bagi warga Palestina-Israel. Sebab bentrokan antara keduanya telah menjatuhkan banyak korban jiwa. Bahkan korban jiwa yang tercatat tahun paling tinggi sepanjang konflik kedua negara tersebut terjadi.
Konflik Tel Aviv dengan Palestina sempat mereda karena PM Israel kala itu Yair Lapid pernah mendukung pembentukan negara Palestina. Dukungan ini dia sampaikan melalui pidatonya di Majelis Umum PBB September lalu.Namun dukungan itu hanya sebatas wacana karena PM Yair Lapid sudah digantikan Netanyahu yang menang dalam Pemilu pada awal November lalu. Sementara itu, Netanyahu selama ini terkenal sebagai pemimpin Israel yang membenci Palestina. [herald]