Pertarungan Opini Piala Dunia: Qatar Pemenangnya!!!
Oleh: Ahmad Dzakirin
Saya kira tidak mudah bagi Qatar untuk tampil sebagai penyelenggara perhelatan akbar, Piala Dunia di tengah sinisme dan buruknya opini media arus utama dunia.
Pelbagai tuduhan deras dilayangkan sehingga mau tidak mau citra burukpun terbentuk.
Belum lama, menyambut Piala Dunia, sebuah film seri dokumenter Netflix bertajuk "FIFA Revealed" ditayangkan, mengungkap kebobrokan organisasi sepak bola internasional tadi. Citra korup FIFA tidak hanya berakar, namun juga menyejarah.
Dan salah satu episode dalam keempat seri dokumenter ini mengupas tuduhan suap atas Qatar pada 2010 karena lolos sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Tidak tanggung-tanggung, menyingkirkan penawar besar lainnya, seperti AS, Jepang dan Australia.
Dari sinilah, kemudian tuduhan suap menyeruak dan AS melakukan investigasi korupsi FIFA yang memenjarakan banyak pejabat komite eksekutif FIFA, namun menyisakan ketua umumnya, Sepp Blatter.
Saya tidak dapat membayangkan bagaimana Qatar mampu 'survive' dengan opini dan latar buruk semacam ini.
Saya kira jika Qatar sekelas negara dunia ketiga, dengan resources finansial dan networking yang terbatas, maka laiknya pertandingan tinju, Qatar akan terpuruk di sudut ring terkulai lemas dan menangis.
Namun faktanya jauh berbeda. Qatar melawan dengan sumber daya dan jaringannya.
Qatar memiliki raksasa media, Aljazeera sehingga mampu melawan opini negatif terhadap dirinya. Jaringan Aljazeera, yang ditayangkan dalam bahasa Arab dan Inggris memiliki lebih dari 400 jurnalis dari 50 negara dan 65 biro luar negeri.
Aljazeera Arabic menjadi media berita paling populer di seluruh Arab seperti sedangkan siaran berbahasa Inggris-nya disaksikan tidak kurang 220 juta rumah di lebih 100 negara.
Aljazeera versi Youtube-nya menjadi tayangan yang paling banyak ditonton. 2,5 juta pemirsa di setiap bulannya dan mengalahkan media-media raksasa lainnya.
Qatar juga memiliki banyak situs berita populer yang berafiliasi atau diindikasikan berafiliasi dengan Qatar, seperti Middle East Eye (MEE) milik David Hearst, mantan jurnalis Guardian dan Middle East Monitor (MEMO), milik Dewan Muslim Inggris. Keduanya berbasis di London.
Pada 2017, Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain menuntut penutupan laman berita MEE bersama Aljazeera sebagai bagian dari 13 tuntutan pencabutan blokade atas Qatar.
Qatar juga memiliki jaringan beIN yang menayangkan siaran langsung olah raga dan hiburan di 5 benua, di 43 negara (Indonesia via Vidio) dan dalam 7 bahasa.
Dengan jejaring hiburan dan olah raga berkelas dunia ini, Qatar dapat berkomunikasi langsung secara nilai dan kepentingan dengan segmen audien terbesar di dunia.
Last but not least, Qatar punya klub sepak bola PSG (Paris Saint Germain) yang berbasis di Perancis. Valuasi klub ini sampai 3,2 milyar dollar dan menjadi klub termahal ke-7 di dunia sehingga beredar guyonan di Twitter, siapapun yang menang dari Final Piala Dunia mendatang, maka pemenang sebenarnya Qatar karena bintang dari kedua finalis, baik Mbappe (Perancis) maupun Messi (Argentina) adalah pemain klub PSG.
Di sisi media sosial, Qatar dikabarkan merekrut 450 influenzer dari pelbagai negara untuk menjadi tim infuencer Piala Dunia. Sejak Maret, mereka dikumpulkan untuk belajar tentang sepak bola dan Qatar serta merancang strategi kampanye selama pertandingan untuk ditayangkan di Twitter, Facebook dan Tiktok.
Dari kampanye sosial media ini, kemudian berembus kabar ratusan dan bahkan ribuan penggemar sepak bola memeluk Islam.
Namun di atas itu, kampanye terbaik Qatar dalam perhelatan tadi, ada dalam keramahan dan 'citra positif'nya sebagai tuan rumah. Tidak hanya mengesankan, namun juga mengubah pandangan tentang Islam.
Dan Qatar mampu mengkonsertasi semua sumber dayanya secara optimal untuk mewujudkan kepentingan tadi.
Dalam konteks ini pula, Kita tidak melihat eksistensi Qatar sebagai host Piala Dunia dalam rangka kepentingan finansial, namun lebih kepada pertarungan memperebutkan citra 'dan menyampaikan pesan eksistensialnya. Untuk itu, harus dipersiapkan secara seksama (purposely engineered).
Qatar menjadi negara Muslim pertama, yang tidak hanya sukses namun dapat menjadi model 'family-friendly match' bagi event besar dunia lainnya. Meskipun untuk itu, harus membayarkan dengan harga yang sangat mahal. Kurang lebih seperti itu.
Dan ternyata untuk mengkampanyekan ide, prinsip dan keyakinan tadi, anda harus "Capitally strong and well-resourced".
Wallahu A'lam.
(fb)