[PORTAL-ISLAM.ID] Pengadilan Jepang pada Rabu, 30 Juni 2022, memutuskan melarang pernikahan sesama jenis. Walau peraturan itu sudah sah secara konstitusional, namun hukum di Jepang akan tetap melindungi hak asasi keluarga yang menikah sesama jenis.
Putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan distrik Tokyo menyatakan bahwa meskipun larangan pernikahan sesama jenis itu sudah sah, tidak adanya sistem hukum untuk melindungi keluarga sesama jenis merupakan pelanggaran terhadap HAM mereka. Pengacara penggugat, Nobuhito Sawasaki menyebut vonis itu cukup positif.
"Pernikahan tetap (hanya boleh) antara laki-laki dan perempuan. Putusan pengadilan mendukung itu (pernikahan hanya antara laki-laki dan perempuan). Situasi saat ini, yang tanpa perlindungan hukum untuk keluarga sesama jenis tidak baik sehingga menyarankan sesuatu harus dilakukan tentang hal itu," kata Sawasaki.
Jepang adalah satu-satunya negara anggota G7 yang tidak mengizinkan pernikahan sesama jenis. Konstitusinya mendefinisikan pernikahan berdasarkan kesepakatan bersama dari dua belah pihak.
Partai berkuasa di Jepang yang menggolkan Perdana Menteri Fumio Kishida ke kursi kekuasaan, belum mengungkapkan rencana untuk mengevaluasi masalah tersebut atau mengajukan undang-undang, meskipun beberapa anggota senior partai mendukung pernikahan sesama jenis.
Putusan Pengadilan Tokyo itu telah ditunggu-tunggu. Pasalnya, putusan pada 2021 di Pengadilan Kota Sapporo membangkitkan harapan ketika larangan pernikahan sesama jenis dinyatakan tidak konstitusional. Sementara satu vonis lainnya di Pengadilan Osaka pada Juni 2022 memutuskan sebaliknya.
Jepang saat ini masih belum mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah atau mewarisi aset satu sama lain, seperti rumah yang telah mereka tinggali bersama, dan tidak memberi mereka hak orang tua untuk anak masing-masing.
Meskipun sertifikat kemitraan dari pemerintah kota sekarang mencakup sekitar 60 persen populasi di Jepang, termasuk Tokyo, pasangan sesama jenis tidak mendapatkan hak yang sama seperti yang dinikmati oleh pasangan heteroseksual.
Delapan penggugat yang terlibat dalam kasus tersebut mengatakan larangan itu melanggar HAM mereka dan menuntut ganti rugi 1 juta yen (Rp 112 juta). Tuntutan itu ditolak pengadilan.
Setelah putusan dibacakan, para penggugat membentangkan spanduk di luar gedung pengadilan bertuliskan "Sebuah langkah maju untuk Kesetaraan Pernikahan". Mereka mengatakan terdorong melakukan protes tersebut (membentangkan spanduk protes).
"Ada bagian yang mengecewakan, tapi ada juga yang memberi saya harapan," kata Katsu, penggugat laki-laki yang hanya menyebutkan nama depannya.
Putusan itu diambil berselang sehari setelah Senat Amerika Serikat meloloskan undang-undang perlindungan pernikahan sesama jenis. Singapura mencabut larangan seks gay tetapi membatasi prospek untuk melegalkan pernikahan sesama jenis.
Ada dua kasus yang masih terkatung-katung di pengadilan di bagian tengah dan barat Jepang. Para aktivis dan pengacara berharap akumulasi putusan pengadilan untuk mendukung pernikahan sesama jenis pada akhirnya akan menekan anggota parlemen untuk mengubah sistem hukum Jepang, meskipun hal itu tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. [tempo]