[PORTAL-ISLAM.ID] Beberapa hari lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dan wakilnya, Emil Dardak.
KPK beralasan penggeledahan berkaitan dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat petinggi DPRD Jatim.
Di sisi lain, Khofifah sendiri mengklaim tidak ada berkas apapun yang dibawa oleh KPK, baik dari ruangannya maupun Emil.
Penggeledahan semacam ini sebenarnya sangat awam dijumpai pasca OTT, tetapi khusus untuk kasus Khofifah mencuri perhatian sebagian kalangan karena dikait-kaitkan dengan potensinya mencalonkan diri di Pemilihan Presiden 2024.
Sebagai gambaran, posisi Khofifah sebagai seorang pemimpin wanita, berasal dari Jawa Timur, dan seorang muslimah NU dianggap mampu mendongkrak elektabilitas para kandidat bakal calon presiden.
Yang paling santer adalah potensi mendampingi Bacapres 2024 dari Partai NasDem, Anies Baswedan.
Meski hal ini berarti Khofifah bersaing dengan nama-nama lain seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ahmad Heryawan, hingga Andika Perkasa.
Hal inilah yang ditanggapi oleh Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin.
Dilihat di program Crosscheck di kanal YouTube medcom id, Ujang mencium adanya skenario politik di balik penggeledahan kantor Khofifah.
“Di negara dunia ketiga, instrumen hukum masih bisa diintervensi oleh politik, termasuk di Indonesia,” tegas Ujang, dikutip pada Ahad (25/12/2022).
Ujang lalu mengambil contoh Sylviana Murni yang disebut sempat dicari-cari kesalahannya ketika maju sebagai calon wakil presiden AHY di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
“Korupsi masjid lah, korupsi lain sebagainya, dan (ujungnya) tidak ada. Sampai hari ini tidak ada bukti, dan sekarang Sylviana Murni menjadi anggota DPD RI mewakili DKI Jakarta,” jelas Ujang.
“Itu (contoh) instrumen hukum yang dimainkan untuk menggembosi pihak tertentu,” tuturnya menambahkan.
“Saya melihat, walaupun memang saya agak subjektif, kalau penggeledahan ruang Gubernur Jawa Timur, itu bagian dari skenario politik.”
Ujang mendasarkan analisis ini pada fakta yang dijumpainya tidak lama sebelum penangkapan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
“Saya katakan ini adalah operasi hitam menjelang Pilpres. Lalu ada salah seorang menteri, meng-WA saya, dikirim link berita itu ke saya. Dia mengatakan, ‘Seperti itu lah kira-kira’. Ya (membenarkan analisis saya),” terang Ujang.
Karena itulah, Ujang juga memiliki opini yang sama terkait penggeledahan ruang kerja Khofifah.
Namun Ujang juga tetap meyakini KPK telah bekerja sesuai rambu-rambu yang berlaku.
“Tetapi kita tahu juga, dalam banyak persoalan, kasus, kesempatan, KPK juga bermain di wilayah politik. Karena itu saya tidak aneh dan heran kalau masyarakat mengait-ngaitkan penggeledahan ruang kerja Gubernur dan masalah wakil presiden,” kata Ujang.
Ujang menilai Khofifah memiliki sejumlah poin positif yang bisa menjadi daya tawar menarik di Pilpres 2024.
“Dianggap belum ada masalah, maka dicarilah masalah-masalah itu. Nah kebetulan ada OTT yang terkait dengan Wakil Ketua DPRD tersebut,” ungkap Ujang.
“Saya sih, mohon maaf, tanda petik ya, bisa saja bagian dari operasi politik. Karena di negara kita, instrumen hukum masih bisa diintervensi politik,” lanjutnya.
Ujang lalu mengaitkan analisisnya tersebut dengan KPK yang juga mulai menyenggol Anies Baswedan, dalam hal ini untuk kasus Formula E. [Democrazy/HN]