[PORTAL-ISLAM.ID] Jajaran petinggi KPU Pusat diduga memberi iming-iming kepada penyelenggara pemilu daerah apabila mau menuruti instruksi untuk mengubah data beberapa partai politik dari TMS menjadi MS sebagai peserta Pemilu 2024 dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Iming-iming yang ditawarkan adalah dipilih menjadi anggota KPU pada tahun 2023.
Dugaan ini berasal dari laporan para penyelenggara pemilu daerah kepada pos pengaduan yang dibentuk oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih.
"Kami juga mendapat kabar ada dugaan iming-iming yang disampaikan oleh jajaran petinggi KPU Pusat kepada struktural penyelenggara Pemilu daerah," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers secara daring, Minggu (18/12/2022).
"Apa iming-imingnya? Iming-iming untuk nanti akan dipilih pada proses pemilihan calon anggota KPU provinsi kabupaten/kota yang akan digelar tahun 2023 mendatang," sambung Kurnia.
Berdasarkan data koalisi sendiri, ada 24 provinsi yang akan menggelar pemilihan anggota KPU di tingkat provinsi dengan jumlah total 136 orang pada tahun 2023.
Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, terdapat pemilihan anggota KPU di 317 daerah dengan jumlah 1.585 orang.
Menurut Kurnia, praktik kecurangan dan pemberian iming-iming ini tak bisa dibiarkan.
"Ini tentu tidak bisa dibiarkan, praktik-praktik intimidasi, intervensi, kecurangan, itu sebenarnya menodai azas utama tentang independensi dari KPU," ucap Kurnia.
Sedangkan bagi yang tidak mematuhi instruksi serupa, petinggi yang diduga duduk di KPU Pusat tak segan-segan mengancam memutasi pegawai tersebut.
"Ternyata berdasarkan informasi yang kami himpun dan dapatkan, salah satu ancamannya adalah memutasi pegawai atau ASN KPU daerah yang bertugas teknis tentang aplikasi Sipol tersebut," tutur Kurnia.
Lebih lanjut Kurnia menceritakan, praktik kecurangan ini bermula pada tanggal 7 November 2022.
Di hari itu, hasil rekapitulasi verifikasi faktual parpol oleh KPU provinsi dijadwalkan akan diserahkan kepada KPU pusat.
Kemudian, anggota KPU RI tiba-tiba mendesak KPU provinsi melalui video call untuk mengubah status verifikasi faktual sejumlah parpol dari TMS menjadi MS dalam Sipol.
Sayangnya, rencana itu terkendala karena beberapa anggota KPU daerah, baik provinsi kabupaten/kota, tidak sepakat untuk melakukan instruksi. Akhirnya, pihak KPU RI mengubah strateginya.
Pada strategi kedua, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI memerintahkan Sekretaris KPU provinsi untuk melancarkan praktik kecurangan.
Caranya adalah meminta Sekretaris KPU provinsi untuk memerintahkan pegawai operator Sipol kabupaten/kota untuk mendatangi KPU provinsi dan mengubah status verifikasi parpol.
"Kabarnya Sekjen sempat berkomunikasi melalui video call lagi untuk mengintruksikan secara langsung disertai dengan ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak," ujar Kurnia.
Hal ini kata Kurnia, lantas memperkuat aroma kecurangan dalam tubuh KPU. Oleh karena itu, koalisi menuntut KPU RI mengaudit Sipol secara besar-besaran.
Audit Sipol diperlukan untuk melihat adanya indikasi perubahan data parpol tidak sesuai ketentuan dalam sistem.
Lewat audit, akan terlihat beberapa perubahan data yang tidak relevan dan terekam dalam sistem bila benar ada kecurangan.
"Maka jawabannya adalah audit Sipol-nya, biar nanti terlihat perbedaan-perbedaan pada tanggal-tanggal tertentu. Karena sistem ini didasarkan pada digital, pasti setiap perubahan data history-nya akan terlihat, di sana kita akan adu data dengan KPU RI," jelas Kurnia.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah (FIK Ornop) Samsang Syamsir menduga adanya kecurangan dalam KPU.
Dugaan ini tak lepas dari kerja-kerja KPU yang dianggap tidak transparan soal data.
Samsang mengatakan, ketertutupan data ini diklaim demi pelindungan data pribadi.
Tetapi, menurutnya, bukan hanya data yang tidak transparan, melainkan juga proses verifikasi yang dilakukan KPU.
"Ini semakin menimbulkan banyak keresahan di kita dan spekulasi yang bermunculan. Bisa saja ada partai yang memenuhi syarat tapi tidak diloloskan dan sebaliknya. Kami anggap selain data tertutup, proses juga tertutup," kata Samsang dalam jumpa pers virtual, Minggu (11/12/2022).
KPU juga mendapatkan somasi dari komisioner dan pegawai teknis KPU di daerah melalui dua kuasa hukum, yaitu Themis Indonesia Law Firm dan AMAR Law Firm & Public Interest Law Office. Mereka mengaku diintimidasi untuk meloloskan beberapa parpol. [kompas]