MAROKO, BOLA & PERADABAN ISLAM
Oleh: Prof. Dr. Fahmi Amhar
Dunia penasaran dengan Maroko yang kini menjadi sorotan di Piala Dunia Sepakbola 2022 di Qatar, setelah mengalahkan Spanyol dan Portugal, dua raksasa di dunia sepakbola. Mereka juga menyuguhkan nuansa yang berbeda, lebih islami. Semisal sujud syukur pasca pertandingan. Atau menemui ibunya yang ikut duduk di tribun penonton.
Meski sepak bola adalah “permainan terserius” di dunia kapitalis, namun sepak bola bisa dijadikan uslub dakwah, selama para pelakunya memiliki visi Islam yang kuat.
Konon, di sebuah kota di Kenya bernama Lunga-lunga, terdapat sejumlah pengemban dakwah yang menjadikan sepakbola sebagai uslubnya. Mereka memang serius belajar bermain bola yang baik. Lalu mereka mendirikan klub. Anak-anak muda masuk klub semula karena tertarik belajar main bola. Orangtuanya mendukung, karena anak-anak itu lalu tidak cuma pintar main bola, tetapi juga rajin sholat, pintar di sekolah, dan gemar membantu orang tua. Lalu orang tua tertarik mengetahui lebih lanjut, karena nama club itu adalah Khilafah FC (Football Club).
Maroko mengubah mitos bahwa negeri muslim underdog dalam persepakbolaan. Orang lalu teringat masa lalu Maroko, yang ternyata bukan bangsa sembarangan. Mereka adalah penakluk semenanjung Iberia (Andalusia), dan pembebas Baitul Maqdis.
Mereka dahulu disebut Bangsa Moor. Istilah ini diberikan oleh kaum Nasrani yang tinggal di Semenanjung Iberia kepada umat Islam yang berasal dari Maroko.
Dalam bahasa Arab, wilayah bagian Barat Afrika termasuk negeri Maroko saat ini, disebut Maghribi. Orang-orang Maghribi inilah yang pernah membebaskan Spanyol, Portugal dan bagian Selatan Perancis. Thariq bin Ziyad masuk semenanjung Iberia pada 711 M.
Gerak maju umat Islam baru terhenti di Tours, Perancis, tertahan oleh pasukan Charles Martel. Lalu umat Islam memusatkan perhatian pada Andalusia, membangun peradaban di sana dengan segala pasang surutnya, hingga 1492 M.
Andalusia berasal dari bahasa Arab, yang salah satu artinya adalah “menjadi hijau setelah musim panas yang panjang atau kekeringan”.
Di bawah pemerintahan Islam, perekonomian Andalusia menjadi makmur. Mereka maju dalam perdagangan dan pertanian, mengembangkan seni, memberikan kontribusi berharga bagi ilmu pengetahuan, dan menjadikan Cordoba sebagai pusat peradaban di Eropa.
Dan kalau selama ajang piala dunia 2022 ini, tampak kedekatan Maroko dengan Palestina, sehingga mereka menang karena didoakan kaum terdzalimi di Palestina, maka itu buah keihlasan dan ketangguhan orang-orang Maghribi di era perang Salib. Ketika pada 1187 M, Salahuddin al Ayyubi akan mengeksekusi strateginya membebaskan Baitul Maqdis, beliau menyeru kepada umat Islam di Syams, Iraq, Mesir, hingga Maroko.
Sultan Maroko Abu Yusuf Ya’qub menyambut seruan itu dengan mengirim 192 kapal untuk mengangkut mujahidin dan logistik. Akhirnya kemenangan diraih dan penjajahan pasukan Salib selama lebih dari 90 tahun berakhir.
Akhirnya oleh Salahuddin, salah satu gerbang al-Quds dinamai Bab-ul-Maghribi (Morocco Gate), dan dibuatkan distrik Maghribi di sebelah barat komplek al Quds agar pasukan Maghribi itu menetap di sana untuk menjaga Baitul Maqdis selama-lamanya. Sayangnya distrik itu kini telah dirusak oleh penjajah zionis yang berkuasa di sana sejak 1967, karena Khilafah sudah lama tiada.
Namun Maroko tidak hanya hebat di olahraga dan jihad. Mereka juga hebat dalam ilmu pengetahuan. Universitas tertua di dunia yang masih beroperasi hingga kini ada di Maroko, yakni Universitas Qarawiyyin di Fez. Universitas ini berdiri sejak 857 M.
Beberapa tokoh terkenal yang pernah belajar atau berkarya di Qarawiyyin adalah ulama Abu Imran al-Fasi (w. 1015), sufi Ali ibn Harzihim (w. 1163), kartografer Mohammed al-Idrisi (w. 1166 M), filosof Ibn al-Arabi (1165–1240 M), astronom dan qadhi Nur-ud-Din al-Bitruji (Alpetragius) (w. 1294), ahli hadits Ibn Rushayd al-Sabti (w. 1321), faqih Mohammed Ibn al-Hajj al-Abdari (w. 1336), penulis dan dokter Ibn al-Khatib (w. 1374), hingga sejarawan dan sosiolog Ibn Khaldun (1332–1395 M).
Beberapa sarjana Kristen juga mengunjungi al-Qarawiyyin, termasuk Gerbert d'Aurillac (yang kemudian menjadi Paus Sylvester II) pada abad ke-10.
Pada tahun 1963 Universitas Qarawiyyin telah diubah sehingga sesuai standard modern. Namun kini universitas ini lebih fokus kepada ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.
Maroko memang tengah mereformasi pendidikan dan riset agar lebih responsif terhadap kebutuhan sosial ekonomi. Pada 2009, diumumkan dukungan yang besar untuk sains. Tujuannya untuk memberikan otonomi keuangan yang lebih besar kepada universitas agar lebih responsif terhadap kebutuhan riset dan lebih mampu menjalin hubungan dengan dunia usaha.
Maroko menduduki peringkat ke-77 dalam Indeks Inovasi Global pada tahun 2021. Sebagai pembanding, Indonesia lebih rendah, ada di peringkat 87. Sebagai informasi: Maroko berpenduduk 36,7 juta (Indonesia 275,7 juta) dan ber-GDP perkapita $ 9800/tahun (Indonesia $14.600). Index pembangunan manusia (HDI) Indonesia (0,705) lebih tinggi dari Maroko (0,683).
Strategi Inovasi Maroko mentarget memproduksi 1.000 paten dan menciptakan 200 start-up inovatif pada 2014. Pemerintah mengembangkan kota inovatif di Fez, Rabat, dan Marrakesh.
Pada 2015, Maroko sudah memiliki tiga technopark, yaitu di Rabat, Casablanca, dan di Tangers. Technopark menjadi tuan rumah start-up dan UMKM yang berspesialisasi dalam teknologi informasi dan komunikasi, teknologi ramah lingkungan dan industri kreatif.
Pada tahun 2012, Akademi Sains dan Teknologi Hassan II mengidentifikasi sejumlah sektor di mana Maroko memiliki keunggulan komparatif dan sumber daya manusia terampil, yaitu pertambangan, perikanan, kimia pangan, dan teknologi baru. Ini juga mengidentifikasi sejumlah sektor strategis, semisal energi terbarukan seperti fotovoltaik, energi angin dan biomassa; serta sektor air, gizi dan kesehatan, lingkungan dan geosains.
Insya Allah, peradaban Islam akan menggeliat kembali di Maroko, dan juga di negeri-negeri Islam lainnya.
(*)