Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Negara
Saya suka sepakbola, dulu suka ikutan main bola meski tidak jago, dan juga sering nonton bola meski sekarang sudah jarang.
Tapi saya tidak bisa bergembira sepenuhnya dengan ajang kapitalisme sepakbola seperti UEFA Champions League, World Cup, dan semisalnya, karena sebagai sebuah industri ajang-ajang tersebut tidak bisa lagi dilihat sebagai permainan sepakbola an sich.
Namun untuk World Cup 2022 yang dilaksanakan di Qatar, harus diakui ada sekian hal yang menggembirakan, semisal ditolaknya kampanye pelangi, ditiadakannya miras, dikenalkannya budaya Arab Islam kepada para pengunjung mancanegara, bahkan disiapkannya sekian dai yang bertugas mendakwahkan Islam. Ini semua jelas adalah kebaikan.
Demikian juga yang dilakukan oleh Timnas Maroko dan para pendukungnya, yang konsisten menunjukkan pembelaan terhadap Palestina, juga adalah kebaikan.
Pada hal-hal seperti ini, saya berusaha konsisten untuk selalu memerinci persoalan. Hal yang tidak baik dan patut dikritik, tetap kita berikan kritik. Namun kebaikan yang lahir dan layak diapresiasi, perlu diapresiasi.
Saya tidak berada pada posisi pihak pengkritik yang tampak menutup mata dari sekian kebaikan yang hadir dan menganggapnya kebatilan sepenuhnya. Saya juga tidak berposisi pembela yang membuta, yang tidak mampu melihat bahwa gambaran besar pesta sepakbola ini masih dalam naungan dan kepentingan para kapitalis dunia.
(*)