[PORTAL-ISLAM.ID] Event organizer (EO) kegiatan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Nasional XIII yang diprakarsai Kementerian Agama dan diselenggarakan Juni 2022 lalu disebut menunggak Rp11 miliar ke 61 hotel di DIY.
Puluhan hotel tersebut sebelumnya adalah tempat para peserta kegiatan menginap selama acara berlangsung di DIY 19-26 Juni 2022. Beberapa di antaranya adalah Aveon, Kalya, dan Next.
Beberapa hotel yang kemudian ditunjuk melakukan kesepakatan terkait pemesanan kamar dengan EO Pesparawi, pada 24 Mei 2022. Direktur Utama EO melalui Surat Penunjukan dari Sekretaris Daerah nomor 450/8465 ditunjuk untuk melakukan transaksi dengan pihak hotel.
"Dengan kesepakatan DP sebesar 30 persen serta pelunasan pembayaran maksimal tiga hari setelah tamu check out," kata GM Kalya Hotel, Marky Prihardanu di Next Hotel, Sleman, belum lama ini.
Akan tetapi, lanjut Marky, hingga tenggat waktu pembayaran sisa 70 persen bahkan sampai jatuh tempo penundaan pelunasan yang ditentukan, pihak EO tetap belum bisa melunasi kekurangannya hingga sekarang ini.
Hasil rekapitulasi pelaku industri perhotelan bersama PHRI DIY mencatat ada sekitar 61 hotel yang belum dibayar. Menurut Marky, nominalnya tembus Rp11 miliar dan ini berpotensi memunculkan masalah pengelolaan masing-masing hotel saat mereka sebenarnya optimis bangkit setelah dihantam badai pandemi Covid-19.
Persoalan itu antara lain, pengurangan jumlah karyawan, performa hotel yang dianggap minus, pemotongan upah dan service charge, utang usaha menumpuk, restitusi pajak, dan lain sebagainya.
Para pelaku industri perhotelan sebenarnya sudah meminta bantuan PHRI untuk mengirim surat kepada Kemenag dan menghubungi pengurus Lembaga Pengembangan Pesparawi Nasional (LPPN) dan Lembaga Pengembangan Pesparawi Daerah (LPPD). Namun, klaim Marky, mereka cenderung saling melempar tanggungjawab.
Para pelaku usaha perhotelan sadar bunyi petikan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 636/2021 tentang Panitia Pelaksana Pesparawi XIII 2022 dan SE LPPN Nomor 09/SE/LPPN-V/2022 tentang Pembagian Kamar Peserta Pesparawi, yang menyebut bahwa pembayaran kamar hotel murni tanggung jawab EO.
Para pelaku usaha perhotelan sudah secara baik-baik meminta solusi kepada EO hingga akhirnya menemui jalan buntu, terlebih sang direktur utama EO kian sulit dihubungi. "Dan tidak dapat diajak komunikasi lagi hingga saat ini," sambung Marky.
Hal ini pula yang akhirnya membuat sejumlah hotel memutuskan membawa persoalan ini ke ranah hukum dengan melaporkannya ke polisi.
Victor Wisuda Manurung, dari Daphna International sebagai operator Aveon Hotel melanjutkan, mengacu kepada informasi yang ia peroleh dari EO, perhelatan Pesparawi XIII membutuhkan dana total sekitar Rp60 miliar.
Sementara dana dari LPPN adalah Rp20 miliar dan pemerintah daerah Rp10 miliar. Sisanya, sesuai SK Kemenag tadi dicukupi oleh EO lewat Corporate Social Responsibility (CSR), BUMN, dan swasta.
"Namun hingga saat ini, menurut EO dana-dana ini tidak bisa terkumpulkan. Jadi itu yang membuat kami tidak terbayarkan,
Oleh karenanya, pelaku usaha perhotelan di DIY meminta kejelasan atas nasib mereka kepada Kemenag RI, Panitia Pesparawi XIII, Pengurus LPPN, dan LPPD terkait pembayaran tunggakan ini.
Victor menganggap, persoalan ini semestinya menjadi perhatian pemerintah selain demi nama baik Pesparawi itu sendiri. Dia mengharap titik terang
"Yang lebih penting adalah apa yang menjadi solusi buat kami, yang bisa menjadi titik terang untuk kapan ini dibayar, atau siapa yang membayar, siapa yang bisa support, atau siapa yang bisa mendorong agar tunggakan ini terbayar," pungkasnya.
Terpisah, Kakanwil Kemenag DIY Masmin Afif mengatakan pihak EO telah mengetahui dan menyepakati tanggungjawabnya menggenapi kekurangan dana sebelum Pesparawi berlangsung.
Masmin menguraikan, Pesparawi XIII membutuhkan dana kisaran Rp40 miliar hingga Rp50 miliar. Kemenag DIY mendanai Rp20 miliar dan Pemda DIY Rp10 miliar. Sesuai kesepakatan, kekurangan selebihnya dipenuhi oleh EO lewat sponsor.
"Dengan adanya EO akhirnya kegiatan kan sudah dihandle sana semua. Terkait dengan pengalokasian anggaran semua ditata (berdasarkan kesepakatan), sehingga ketika masih ada tunggakan ya nyuwun sewu, kami tidak tahu persis," kata Masmin saat dihubungi belum lama ini.
Walaupun menurut Masmin pelunasan tunggakan sudah di luar tanggungjawabnya, pihaknya tetap mengupayakan solusi. Namun demikian, EO juga tidak pernah melampirkan tembusan ke Kemenag DIY terkait prosesnya.
"Sampai sekarang pun EO juga tidak pernah ada laporan sponsor dari mana, ini untuk apa, dan sebagainya," katanya.
Masmin menekankan, sesuai arahan Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI maka tanggungjawab pelunasan tunggakan ada di tangan EO yang sebenarnya bukan kali pertama ditunjuk untuk penyelenggaraan Pesparawi.
"Informasi terakhir sih EO juga sedang berupaya (melunasi tunggakan), karena memang nggak tahu kemarin seperti apa. Begitu teken kontrak dengan EO ya melepaskan semuanya," tutupnya. [akurat]