Ternyata G20 itu Sangat "Berhasil"
Oleh: Made Supriatma*
Negara ini maju. Kalau dilihat dari hotel bintang 5. Kalau G20 jadi indikator, dengan segala grandeur, pertunjukan kemewahan, plus sedikt micin nasionalisme, tentu NKRI adalah negara maju. Superpower malah.
Pemimpinnya disegani dunia. Ditakuti negara tetangga.
Benar, G20 itu berhasil. Berhasil sebagai ajang reuni para pemimpin. Berhasil menutupi fakta bahwa G7 itu menguasai 60% kekayaan dunia. (Negara G7 = Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Kanada, Jepang)
Berhasil menerima kenyataan bahwa ketimpangan di dunia itu perlu karena negara-negara G7 harus kaya. Merekalah lokomotif peradaban. Kepada merekalah kita bersimpuh menjadi budak-budaknya yang patuh.
Sama seperti anggapan kita butuh plutokrat dan oligarchs untuk menyediakan lapangan kerja. Dan kepada merekalah kita bersimpuh menadah tangan meminta sedekahnya.
Beri kami kerja! Kami bukan orang malas! Kami butuh kerja apa saja. Dibayar berapa saja. Jam kerja sepanjang apapun, kami terima.
Kami bukan orang malas.
Seperti kaum Sudra di negeri ini, kita melihat para elit negeri ini bersimpuh di hadapan para penguasa dunia. Tuan, beri kami hutang! Belilah minyak sawit kami. Seperti para petani merendahkan dirinya agar singkongnya dibeli Tuan Tengkulak.
G20 berhasil. Sangat berhasil. Tidak saja dia menjadi ajang saling mengerti antara Amerika dan China (satu2nya keberhasilan G20 ini). Tetapi ia juag berhasil mengadu sesama rakyat jelata.
Lihat bagaimana YLBHI dan LBH-LBH seluruh Indonesia digropyok orang-orang yang mengaku sebagai "Pecalang." Tim pesepeda Greenpeace dihadang Ormas.
Jangan salah. Mereka mengaku melakukan ini karena sangat mencintai NKRI. Mereka ingin G20 ini sukses karena untuk mereka inilah kemegahan dan harga diri Indonesia.
Inferiority complex semacam ini akut baik di kalangan elit negeri ini maupun di tingkat massa.
Negeri ini beradab dan agung bukan karena kemampuan menjamu para penguasa dunia. Melainkan karena mampu melayani rakyat yang paling lemah, menguatkan yang lemah medengarkan suara tidak puas dan keluhan yang tertindas.
Diluar itu semua, kita hidup dalam ilusi inferiority complex (rasa rendah diri -red).
*Source: fb