Pegang Uang Jaminan Menang?
Pemenangan pemilu selalu identik dengan uang. Seolah membenarkan pomeo, ada uang abang disayang, ga ada uang abang ditendang. Atau dalam redaksi lain, ada fulus urusan mulus. Mafi fulus, mampus!
Namanya juga perebutan kekuasaan, dimana sumberdaya dikendalikan, pasti harus menggunakan power. Tak ada rumus, kekuasaan kok diberikan secara gratis.
Sebagai pembanding, jaman sebelum era demokrasi, kekuasan didapatkan dengan peperangan dalam makna yang sebenarnya. Siapa menang, mampu membunuh lawan, ia akan berkuasa.
Di era demokrasi, dimana kekuasaan dimiliki rakyat, kekuasaan tetap diperebutkan dengan pertempuran. Namun bentuk pertempurannya adalah merebut dukungan sebanyak-banyaknya dari rakyat.
Untuk merebut dukungan rakyat, jelas diperlukan biaya yang tidak sedikit. Tapi, apakah kalau sudah pegang uang, pasti jaminan menang?
***
Untuk menang, setiap pemegang uang harus berhadapan dengan lima kendala berikut.
Pertama, larangan money politik.
Meskipun money politik adalah wilayah abu-abu, namun regulasi jelas-jelas melarang praktek money politik. Artinya bila kandidat terbukti melalukan money politik, ia akan berhadapan dengan resiko hukum. Mulai dari yang ringan seperti peringatan hingga gagal menikuti pertandingan.
Money politik sendiri dimaknai menukar suara dengan janji atau materi tertentu. Normatifnya demikian. Bahwa realitanya semua peserta melakukan, itu soal lain.
Kedua, tidak semua bisa dibeli.
Para kandidat tentu berasumsi, dengan memberi uang atau barang senilai tertentu pemilik suara akan auto memberikan suara kepadanya.
Tentu ini masih asumsi, karena tidak semua orang mau diperlakukan seperti itu. Salah-salah malah menjadi barang bukti untuk dilaporkan sebagai temuan praktek money politik.
Atau bisa jadi bukan karena tidak mau dibeli. Namun karena harganya masih belum cocok, masih terlalu rendah.
Ketiga, tim yang amanah.
Kalaulah asumsi mayoritas pemilih bisa dibeli suaranya dengan uang atau barang. Lalu bagaimana teknisnya?
Tentu kandidat tidak mungkin melakukannya sendiri. Ia harus meminta bantuan orang lain. Persoalannya, ini duit. Yang semua orang bisa lupa diri kalau sudah pegang uang besar.
Tentu, keinginan untuk main sunat akan muncul. Itu juga masih lumayan, ada juga yang bukan disunat, namun sepenuhnya masuk kantong sendiri. Tidak ada dana yang disampaikan kepada para pemilih.
Keempat, hampir semua melakukan hal yang sama.
Ini sesungguhnya tantangan terbesarnya, bila semua kandidat menjadikan uang sebagai satu-satunya senjata pemenangan.
Karena semua pihak melakukan strategi jual beli ini, maka riskan terjadi sudah dibeli namun ditawari harga yang lebih tinggi. Karenanya tidak ada jaminan dengan menyebar uang, terus pasti menang.
Sudah memberi uang satu kepala 100ribu. Kemudian di detik terakhir, datang kandidat lain dengan dana yang lebih besar. Terjadilah perpindahan pilihan. Meski tidak 100%, tapi pasti akan mengurangi jumlah dukungan.
Kelima, biaya besar.
Dengan asumsi efektivitas uang untuk pemenangan adalah 30%. Dimana yang 60% resiko bocor, tidak sampai atau ada tawaran lebih besar. Maka untuk mendapatkan suara 10 ribu by-name misalnya, harus menebar uang setidaknya tiga kali lipat. Atau sejumlah 30 ribu.
Lha, kalau satu kepala 100 ribu, maka diperlukan 3 milyar untuk efektif mendapatkan 10 ribu suara by-name. Jumlah tersebut mungkin tidak besar bagi sebagian orang. Namun jumlah sebesar itupun tidak menjamin menang atau terpilih.
***
Bila yang dilakukan adalah memahami apa sebenar-benarnya yang dikehendaki pemilih. Kemudian mampu merumuskan dan mewujudkan "imajinasi" pemilih tersebut. Maka saat kandidat hadir, ia akan disambut dengan hangat.
Kandidat akan mudah terkoneksi kepada pemilih. Lebih dari itu, akan terikat kuat.
Kalaulah diperlukan perang uang, maka bukan berorientasi kepada besarannya. Namun lebih sebagai tanda dan penanda keberadaan dan hubungan. Karenanya ia tidak akan goyah, hanya dengan iming-iming tambahan rupiah.
Kalaulah perang uang adalah red ocean, maka kenapa tidak memilih blue ocean. Area pertempuran dimana sang kandidatlah sebagai market leadernya. Bertempur di area keunggulan diri, sekaligus area kelemahan lawan.
Demikianlah, yang pegang uang saja tidak ada jaminan menang! Apalagi yang tidak pegang uang?
Sudahlah...
Setiya
Lingkar Studi Pemanahan