DAKWAH itu kewajiban setiap muslim, jadi sangat tidak bijak kalau mengatakan "yang lebih menyedihkan lagi, para muallaf yang pemahaman agamanya dipertanyakan itu, tiba-tiba didaulat menjadi ulama. Bermodalkan ayat terjemahan dan hadits sepotong-sepotong, mereka mengkafirkan yang lain. Padahal seorang muallaf, meski telah dua puluh tahun memeluk islam sekalipun berhak menerima zakat, karena kadar keislamannya dipertanyakan.”
Bukankah kita semua masuk Islam karena berkat dakwah para Muallaf juga? Bukankah Sidna Umar bin Khattab habis mengucap dua Kalimat Syahadat langsung mengajak kaum Qurays masuk Islam, sampai beliau digebukin ramai-ramai! Demikian juga para Sahabat yang lain.
Sekelompok sahabat yang datang dari Madinah malah cuma beberapa saat bertemu Rasulullah setelah masuk Islam, selanjutnya merekalah yang memikul panji dakwah di Madinah sehingga di kemudian hari Madinah menjadi Darul Hijrah...Masih under estimate muallaf?
Kalau tidak punya semangat berdakwah, janganlah mengganggu yang mau berdakwah. Seharusnya senang karena beban dakwah sudah diringankan oleh sebagian sahabat dan saudara yang rela memikul beratnya beban itu.
Aku teringat dalam sebuah majlis bersama Dr. Zaghlul Najjar di masjid agung Bani Umayyah. Beliau cerita setelah beberapa tentara AS di Kuwait masuk Islam di tangan beliau pada masa Perang Teluk, merekapun mulai diajarkan bagaimana sebenarnya Islam oleh Dr. Najjar.
Saat itu salah seorang prajurit yang baru masuk Islam mengatakan, "Kalau saya tidak bertemu anda, mungkin saya belum menjadi Muslim. Kalau besok di Akhirat Tuhan menghukum saya karena saya tidak beriman pada-Nya, maka saya akan menuntut kalian semua umat Islam yang tidak menyampaikan Islam kepada kami!".
Karena dakwah adalah kewajiban kita, sedangkan hidayah adalah urusan Allah, maka sudah sepantasnya kita lakukan kewajiban kita semampunya, biarlah Allah yang mewujudkan yang kita belum mampu.
Sebenarnya, penyakit itu ada dalam hati kita masing-masing, dalam hal ini tidak ada peran Israel, Iran dan AS!
(Oleh: Saief Alemdar)