Oleh: Widi Astuti
Seneng lihat beranda dipenuhi berita Muktamar Muhammadiyah. Gegap gempita muktamar terasa sekali. Pesertanya datang dari seluruh penjuru negri, bahkan dari luar negeri. Sebuah bukti nyata bahwa Muhammadiyyah eksis dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia.
Untuk menyemarakkan muktamar di beranda, saya juga akan bercerita tentang kisah awal perjumpaanku dengan Muhammadiyyah. Kisah yang terajut di Sorong-Papua.
Saya lahir dan besar di lingkungan nahdliyyin. Kemudian mulai bersentuhan dengan Muhammadiyyah di Sorong. Saat itu saya baru saja datang ke Sorong, baru masuk SMA.
Lingkungan di Sorong sekitar tempat tinggal saya adalah lingkungan Muhammadiyyah. Berbeda sekali dengan lingkungan di kampung halaman saya di Jawa. Membuat saya agak kaget di awalnya.
Di Sorong nun jauh di penghujung timur sana, saya mulai rajin mengaji. Mulai tertarik belajar agama lebih dalam. Dan semua transformasi itu terjadi di sebuah masjid milik Muhammadiyyah.
Saat itu Masjid Nurul Iman selalu ramai dengan kegiatan. Ada TPQ untuk anak-anak. Ada juga kajian rutin Aisyiyah dan juga Muhammadiyyah. Saya berusaha selalu hadir di setiap pengajian. Dan saya merasakan perubahan yang besar dalam sisi spiritual.
Saat itu saya masih remaja SMA. Masih mencari jati diri. Dan saya bersyukur masa pencarian itu dilalui dalam lingkungan Muhammadiyyah. Lingkungan remaja masjid yang berusaha selalu gadhul bashar.
Saya yang tadinya tidak berjilbab dan super tomboy, mendadak berjilbab dan jadi kalem. Dan saya yang tadinya stress karena baru pindah dari Jawa ke Papua, mendadak menemukan ketenangan batin.
Sebuah anugerah terindah di masa remaja saya adalah bertemu dengan para aktifis Muhammadiyyah. Mereka memberikan pondasi yang cukup dalam. Membuat saya tegar menjalani hari-hari di Papua.
Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, betapa besar jasa Muhammadiyyah dalam membentuk pondasi keagamaan saya. Dan saya yakin banyak yang merasakan perjalanan spiritual seperti yang pernah saya alami.
Entah apa jadinya jika saat itu saya tak berjumpa dengan aktifis Muhammadiyyah. Mungkin saya akan stress berkepanjangan karena baru pindah dari kampung halaman di Jawa. Mungkin juga masih suka sama Bon Jovi, Madonna, New kids on the block dll. Masih jadi remaja gaul yang maniak musik barat.
Tak terhitung rasa syukurku dipertemukan dengan lingkungan yang kondusif. Lingkungan masjid dengan aktifitas pengajian yang padat merayap. Saat itu saya benar-benar merasakan kedamaian yang tak pernah saya rasakan sebelumnya. Dan mengubah perjalanan hidupku hingga kini.
Muhammadiyyah begitu berkembang di ujung timur Indonesia. Para da'i Muhammadiyyah ikhlas menembus hutan belantara Papua demi menebar kalimat ilahi. Menyapa warga asli Papua maupun pendatang dengan setulus hati.
Tetaplah berkibar Muhammadiyyah sepanjang masa.
We Love Muhammadiyyah ❤️❤️❤️❤️❤️
*source: fb