Hampir Dapat Dipastikan KTT G20 Gagal
Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
BAHWA KTT G20 bakal gagal, sudah terbayang sejak lama. Seharusnya Indonesia bersikap realistis atas kemungkinan gagal ini. Sikap realistis ini akan lebih dihargai, karena kegagalan KTT G20 akibat terjadi perang Rusia dan Ukraina (dengan dukungan NATO). Tepatnya akibat serangan Rusia ke Ukraina.
Perang ini membuat anggota G20 terpecah, bahkan konfrontasi langsung di antara mereka, antara Rusia dan NATO. Dalam kondisi seperti ini, berapa besar kemungkinan mereka dapat duduk berdampingan di dalam KTT G20 seolah-olah tidak ada apa-apa?
Sebagian besar anggota G20 adalah anggota NATO (7 negara) dan sekutu dekat NATO (3 negara: Jepang, Korea, Australia).
Sikap NATO terhadap Rusia terkait Ukraina sangat jelas. Sejak 2014, NATO mengutuk keras aneksasi (menurut NATO) yang dilakukan Rusia terhadap teritori Ukraina, Crimea, serta tidak mengakui pendudukan ini.
Serangan Rusia atas Ukraina pada Februari lalu mendapat respons langsung dari NATO, yang secara terbuka memberi bantuan kepada Ukraina dalam segala hal untuk mempertahankan teritorinya, sekaligus memberi sanksi kepada Rusia.
Bantuan kepada Ukraina datang dari seluruh negara anggota NATO. Tentu saja bantuan dari AS sangat menentukan.
Oleh karena itu, kegagalan KTT G20 bukan hanya tidak akan menghasilkan komunike dalam bidang apapun, tetapi lebih dari itu. Hampir dapat dipastikan Joe Biden dan Vladimir Putin tidak akan hadir, begitu juga dengan anggota teras NATO lainnya. (KTT G20 akan dugelar di Bali, Selasa 15 Nov 2022 – Rabu 16 Nov 2022).
Apa artinya KTT G20 tanpa kehadiran langsung kepala negara itu, khususnya AS dan Rusia? Artinya gagal!
Klaim FIF
Dalam rilisnya pada 9 September 2022 lalu, Bank Dunia mengungkapkan bahwa lebih dari US$1,4 miliar dalam komitmen keuangan telah diumumkan dan diharapkan lebih banyak lagi dalam beberapa bulan mendatang.
Sejauh ini, komitmen telah dibuat oleh Australia, Kanada, China, Komisi Eropa, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Republik Korea, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Afrika Selatan, Spanyol, UEA, Inggris Raya, Amerika Serikat, Bill & Melinda Gates Foundation, Rockefeller Foundation, dan Wellcome Trust.
Kita ketahui bahwa Financial Intermediary Fund (FIF) didirikan oleh World Bank untuk membantu negara berkembang (negara berpendapatan rendah dan menengah) menangani permasalahan pandemi yang didirikan pada 30 Juni 2022, dan mengadakan pertemuan pertama pada 8-9 September 2022. FIF juga melibatkan tenaga ahli dari WHO.
Sejauh ini Bank Dunia berhasil mendapatkan komitmen senilai 1,4 miliar dolar AS dari berbagai negara dan yayasan philantropis dunia. Demikian dalam rilis World Bank pada 9 September 2022 lalu.
Tapi, tahukah Anda, Presidensi G20 Indonesia telah mengklaim berhasil mengumpulkan FIF senilai US$1,4 miliar?
Jelas klaim ini tidak sesuai fakta, apakah bangsa ini tidak ada rasa malu lagi, “membajak” prestasi pihak lain, pihak internasional, untuk diakui sebagai miliknya?
Memang kasihan, bagi mereka yang miskin prestasi. Bisa jadi, mungkin klaim seperti inilah yang menyebabkan KTT G20 bakal gagal.
[Sumber: FNN]