By Ruby Kay
Senopati. Menyebut namanya saja sudah terbayang daerah elit di Jakarta Selatan yang penuh dengan cafe dan restoran mahal. Letaknya bersebelahan dengan SCBD, kawasan perkantoran yang dipenuhi gedung pencakar langit. Dekat pula dengan perumahan menteri Widya Chandra.
Beberapa tahun lalu, gue pernah bekerja di Senopati. Bukan sebagai manager, tapi petugas vallet parking alias tukang parkirin mobil mewah milik orang-orang kaya.
"Lu kan tamatan S2, kenapa mau kerja rendahan begitu?"
Alasannya sederhana. Saat itu gue sebatang kara, kehabisan uang, tapi perlu makan supaya gak mati kelaparan, perlu bayar kostan agar gak tinggal dikolong jembatan.
"Ortu lu kemana? Masak gak ada teman di Jakarta? Pinjem duit dulu kek sama mereka"
Nah, ini perkara mental. Gue minjem duit itu kalau benar-benar sudah tak berdaya. Selama masih sehat jiwa dan raga, kerja apa aja dijabanin yang penting halal.
Saat itu, sahabat di Jakarta yang hidupnya sukses secara materi ya ada. Gaji mereka udah puluhan juta, sementara gue balik ketitik nadir, menikmati gaji 2 juta sebulan sebagai petugas vallet parking. Tapi balik lagi ke perkara mental, kalau masih sehat pantang mengemis belas kasihan.
Tapi serendah-rendahnya sebuah pekerjaan, kita mesti mendapat pengalaman yang takkan mungkin dilupakan. Karena pernah bekerja sebagai petugas vallet parking itulah gue bisa mengendarai berbagai jenis mobil mewah.
Tiga bulan aja sih kerja begituan. Tak lama kemudian terdampar di Semarang. Bukannya sukses malah tambah melarat. Pake acara jatuh pula dari ketinggian, kedua kaki lumpuh, tak bisa berjalan hingga 4 bulan lamanya, mesti ngesot pake pantat. Dalam kondisi tak berdaya itu, mau gak mau ya ngutang. Syukur alhamdulillah masih ada orang yang percaya meminjamkan uang tanpa bunga.
Siapa yang mau minjemin duit 23 juta lebih kepada orang yang tengah lumpuh tak bisa berjalan, tak punya pekerjaan, tanpa jaminan?
Ada. Dia Soekarnois sejati, simpatisan PDIP, fans berat Ahok dan Jokowi. Yup, yang memberi pinjaman lunak adalah orang yang punya pandangan politik sangat berbeda dengan gue. Orangnya ada disini, tiap hari baca postingan gue.
"Sakit hati gak dia baca postingan lu (yg suka kritik pedas JKW -red)?" Kagak, paling cuma ketawa cekikikan. Wkwkwkwk....
Gue gak soleh kayak elu bray. Tapi percaya banget kalau Allah maha pengasih lagi maha penyayang. Hutang sudah menumpuk untuk makan dan pengobatan, badan kurus kering karena melakukan pengiritan besar-besaran. Dan pada suatu malam, Allah mengubah jalan hidup gue 180⁰.
Sekarang tiap kali melintasi daerah Senopati, mata mesti melihat ke kanan dan kiri jalan. Masih ingat saat mesti patungan uang dua ribuan hanya untuk membeli sebungkus rokok Djarum 76. Masih ingat momen makan siang bersama dengan lauk tempe orek dan telur dadar.
Apa kabar teman-teman gue sesama petugas vallet parking dulu? Kemana mereka sekarang? Ah, semoga saja telah memperoleh pekerjaan yang lebih layak. Aamiin.
Beberapa restoran elit di Senopati yang dulu hanya bisa gue pandangi, kini biasa dijadikan sebagai tempat meeting, bertemu dengan beberapa politisi yang sering nongol dilayar televisi. Duduk satu sofa dengan mereka ya biasa aja, tak perlu menghamba. Wong rejeki itu sudah diatur sama Allah, gak bakal tertukar. Sebagai manusia kita hanya bisa melakukan ikhtiar.
(fb)