Nasdem Akan Mendominasi Pemerintahan Anies..?
Semenjak deklarasi Anies sebagai Capres 2024-2029 oleh Nasdem, Isu bahwa Nasdem akan mendominasi pemerintahan Anies paling banyak dihembuskan.
Gw kok melihatnya tidak begitu bahwa Nasdem akan mendominasi pemerintahan kalau nanti Anies yang jadi Presiden.
Ini bisa kita lihat soal penentuan Cawapres yang akan berpasangan dengan Anies nantinya.
Surya Paloh dengan legowo sudah memberikan otoritas sepenuhnya kepada Anies Baswedan yang telah diusung sebagai capres untuk memilih calon wakil presiden (cawapres).
Harus digaris bawahi, kalau memang Nasdem ingin mendominasi, pasti SP sudah mengultimatum, Posisi Wapres untuk kadernya sudah harga mati, bukan lagi harga damai sebagai mana halnya Gerindra mematok Sandiaga Uno untuk Cawagub DKI 2017-2022.
Bahkan di pilpres 2019-2024 Gerindra bukan saja mendominasi, tetapi memonopoli Capres dan Cawapres (Prabowo-Sandi) yang keduanya adalah elit partai Gerindra.
Tetapi SP tidak melakukan itu kan..?
“Soal cawapres, kita kasih otoritas penuh kepada Bung Anies untuk memilih,” kata Surya Paloh saat mengumumkan nama Anies Baswedan sebagai capres di NasDem Tower, Jakarta, Senin (3/10/2022).
“Bagaimana kita tiba-tiba mau pilih-pilih cawapres yang tidak cocok sama diri dia (Anies), kan cari penyakit,” kata Surya Paloh.
Langkah SP ini suatu langkah fenomenal dibandingkan proses pangajuan pasangan Capres/Wapres yang pernah terjadi selama ini.
Proses penentuan Wakil ini juga tidak mudah dan alot dan banyak menyita energi. Tidak jarang terjadi ketidakcocokan antara pasangan 01 dan 02 karena mereka memang berbeda background dan partai serta masing-masing mempunyai ego masing-masing. Dan itu butuh waktu untuk bisa menyamakan persepsi.
Balik lagi bagaimana Gerindra sebagai partai pengusung sudah mematok kursi Cawagub untuk kadernya Sandiaga Uno pada Pilgub DKI 2017 yang lalu. Bahkan gerindra masih tetap ngotot mengajukan kadernya Riza Patria sebagai Cawagub DKI pengganti Sandi, walaupun seharusnya itu hak PKS sebagai partai pengusung berdua dengan Gerindra. Hal itu sempat membuat tegang hubungan antara Gerindra dan PKS. Tapi dengan berbagai dalih akhirnya gerindra berhasil mendudukan Riza Patria sebagi Wagub DKI pengganti Sandi.
Dan yang lebih dramatis lagi bagaimana Mahfud MD yang sudah disetujui Jokowi dan sudah mengukur pakaian seragam harus rela diganti Ma'ruf Amin dimenit-menit terakhir gara-gara tidak direstui PDIP sebagai partai pengusung utama.
Berkaca dari pengalaman Anies selama memimpin DKI periode 2017-2022. Anies bisa dengan leluasa menjalankan program-program prioritas sesuai janji kampanye tanpa banyak intervensi dari partai pengusungnya Gerindra dan PKS. Tetapi gw yakin pasti banyak intervensi yang tidak kasat mata. Terutama dalam pembatalan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Gw juga yakin para Oligarki itu sudah kasak kusuk untuk menekan Anies lewat partai pengusung agar Anies tetap melanjutkan proyek yang bernilai ratusan triliyun itu. Tetapi dengan ketegasannya Anies berhasil mengkesampingkan itu semua dan tetap membatalkan proyek reklamasi. Begitu juga dengan penutupan hotel Alexis yang fenomenal yang menurut Ahog ada syorga disana. Anies tetap kekeuh menutup sekeping "syorga laknat" yang jatuh kebumi itu.
Sekarang coba kita lihat dalam pemerintahan Jokowi. PDIP sebagai pendukung utama tidak begitu dominan menentukan kebijakan strategis. Yang jauh lebih dominan dan menentukan kebijakan strategis dan banyak mendapatkan cuan adalah LBP yang nota bene bukan kader PDIP. Posisi-posisi penting dan banyak cuan serta pengganti pejabat sementara diemban LBP sehingga dia dijuluki mentri segala urusan. Dan ini bukan tidak disadari dan juga menjadi kecemburuan dari PDIP. Berkali-kali Megawati dan beberapa kader PDIP menyentil hal ini. Tetapi Jokowi tetap tidak bergeming. Dia tetap mengandalkan LBP daripada mengambil salah satu kader PDIP
Disamping itu Jokowi yang dicitrakan lemah dan plin-plan juga punya program-program yang diinisiasi oleh dirinya. Sebut saja UU Ciptaker dan UU lainya. Belum lagi proyek mercu suar Kereta Cepat Jakarta- Bandung dan terakhir IKN. Betapa ngototnya Jokowi mendrive proyek-proyek yang menelan banyak anggaran dan sebenarnya tidak urgent saat ini ditengah badai pandemi Covid19 dan sebentar lagi disusul resesi dahsyat yang telah menghantam Eropa dan Amerika dan juga ditengah keterbatasan anggaran APBN saat ini.
Kita juga masih ingat gerakan 3 periode dan penambahan jabatan 3 tahun lagi-lagi dimotori LBP. Walaupun akhirnya dimentahkan oleh PDIP.
****
Gw hanya ingin memberi gambaran, bahwa pengaruh partai pendukung pasti ada tetapi tidak mesti diikuti semuanya tergantung ketegasan pejabatnya.
Selain itu berdasarkan perolehan suara DPR-RI periode 2019-2024, Nasdem 9,05%, disusul PKS 8,21% dan PD 7,77%. Nasdem tidak begitu dominan hanya beda tipis <1% dr PKS dan <2% dari PD kalau mereka memang jadi berkoalisi. Jadi PKS dan PD akan menjadi penyeimbang Nasdem sebagai partai pendukung. Jauh beda dengan pemerintahan Jokowi dimana PDIP jauh lebih dominan suaranya daripada Gerindra, Golkar dll.
Jadi kecemasan itu tidak beralasan. Tetap waspada boleh tapi jangan berlebihan.
****
Kalau sebelumnya isu Anies tidak akan mendapatkan Parpol pendukung atau kalaupun ada tidak akan mencapai PT 20% sering diangkat. Sekarang sejak deklarasi ganti isu baru yaitu Nasdem akan mendominasi dan elektabilitas Nasdem akan menurun, paling banyak dihembuskan karena isu ini yang paling mungkin digunakan ketimbang menyerang Anies secara langsung.
Ada anekdot, sangat sulit mencari kelemahan Anies karena memang banyak prestasinya, begitu juga sama sulitnya mencari kelebihan Ganjar dan Puan karena memang tidak ada prestasinya. Upps.
Gw buka kader Nasdem. Gw hanya ingin mendudukan suatu permasalahan secara proporsional dan berdasarkan data dan fakta. Silahkan kalau ada yang ingin mengomentari. Gw jamin anda tidak akan di-UF apalagi diBlokir selama anda menyampaikan dengan niat baik dan sopan.
He eh.. 😁
(Oleh: T Gusmand)