Oleh Fitriyan Zamzani (Jurnalis Republika)
Yang juga agak mengkhawatirkan adalah pembelaan terhadap acara "Scary Weekend" di Riyadh ini. Segala Republika dituding punya agenda dibalik pemberitaan pesta kostum seram yang nyaris bersamaan dengan perayaan Halloween tersebut. Lah, yang bikin acara siapa, disalahkan siapa.
Pertama, mengapa ia jadi berita? Karena ini kontras yang lucu. Ndak seperti Indonesia, Saudi adalah negara yang katanya berpegang teguh pada Alquran dan Sunnah. Sementara Halloween, kita pahami mulanya adalah tradisi pagan, kemudian membaur dengan tradisi Kristiani di Britania yang merayakan para santo dan menghormati keluarga yang telah berpulang. Foto dari media Saudi, Arab News ini juga dengan gamblang menunjukkan kontras tersebut: ada yang berkostum penyihir sementara kita tahu bahwa praktik sihir diganjar hukuman mati di Saudi.
Tentu jadi ironi yang keterlaluan saat ada acara seperti begitu dapat lampu hijau kerajaan sementara bertahun-tahun Maulid Nabi dilarang perayaannya.
Selama hampir tiga bulan di Saudi, saya akui dengan jujur bahwa kerajaan tersebut memang salah satu pemerintahan yang tergolong efisien. Tapi dengan begitu bukan artinya saya mengikuti delusi bahwa seluruh kelakuan kerajaan tersebut Islami. Lha wong sistem dinasti mereka saja ndak ada contohnya di masa Rasulullah dan para Khulafaur Rashidin.
Yang mau saya bilang, jangan terlalu spaneng jika ada berita negatif terkait Kerajaan Saudi. Barang itu adalah entitas manusiawi yang tentunya punya satu-dua cela. Dengan menyoroti cela itu, kita harap mereka berbenah. Karena sungguh, klaim sebagai negara Islam bukan murah harganya.
(fb penulis)