FESTIVAL KEMATIAN
Dunia kembali dikejutkan dengan tragedi Halloween di Itaewon, Korea Selatan. Jumlah korban yang begitu banyak membuat masyarakat dunia mempertanyakan, apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu?
Sedikitnya 150 orang meninggal berdesakan dan terinjak-injak saat kerumunan besar yang merayakan Halloween di sebuah jalan sempit di kawasan hiburan malam di Itaewon, Seoul, Korsel (29/10/2022). Korban diperkirakan masih mungkin bertambah karena banyaknya pengunjung yang datang berdesakan.
Dilansir dari NBC News, lebih dari 1.700 personel dari seluruh negeri dikerahkan untuk memberikan pertolongan, termasuk 520 petugas pemadam kebakaran dan 1.100 petugas polisi dan 70 pegawai pemerintah.
Diperkirakan 100 ribu orang berkumpul di Itaewon, dekat bekas markas besar pasukan militer AS. Kawasan Itaewon terkenal dengan bar, klub, dan restoran. Di sanalah digelar perayaan Halloween outdoor terbesar di negara itu sejak pandemi.
Sementara, di belahan bumi lain kejadian yang tak kalah memiriskan hati tengah terjadi. Pemerintah kerajaan Arab Saudi mengizinkan sejumlah tradisi baru mengadopsi budaya Barat, termasuk perayaan Halloween yang tahun ini diadakan di Kota Riyadh.
Bahkan, di jalanan Riyadh Boulevard diadakan parade dengan kostum Halloween selama dua hari dari 27-28 Oktober 2022.
Pesta Halloween di Riyadh ditutup dengan pertunjukan kembang api, disertai suara dan dekorasi menyeramkan.
Apa sebenarnya perayaan Halloween ini? Dilansir dari Historia, Halloween berasal dari festival bangsa Celtic kuno, yaitu festival Samhain. Bangsa Celtic yang hidup sekitar 2.000 tahun yang lalu merayakan tahun baru mereka pada 1 November.
Mereka percaya bahwa pada malam sebelum tahun baru, batas antara dunia orang hidup dan orang mati menjadi kabur. Diyakini bahwa roh orang mati kembali ke bumi.
Selain menyebabkan masalah dan merusak tanaman, kehadiran roh dari dunia lain konon dapat membantu pendeta Celtic untuk meramal masa depan.
Untuk memperingatinya, pendeta Celtic membuat api unggun yang besar, orang-orang merayakan dengan memakai kostum yang biasanya berupa kepala dan kulit binatang, untuk mengusir para hantu.
Tradisi ini dilanjutkan pada abad ke-7 Masehi, Gereja Katolik Roma mengubah All Saints Day atau All Hallows, hari perayaan orang-orang kudus gereja, menjadi 1 November.
Perayaan ini mirip dengan Festival Samhain, yakni dengan api unggun besar, parade, dan memakai kostum. Perayaan yang sebelumnya disebut sebagai All Hallows Eve, kemudian dikenal sebagai Halloween.
Mirisnya, perayaan ini lalu dibawa ke banyak negara tanpa mereka paham sedang merayakan apa. Termasuk ke negeri-negeri Muslim, seperti Arab Saudi. Dikomersialkan di mal-mal dan tempat hiburan, disambut dengan gembira.
Seperti komentar Khaled Alharbi yang datang bersama keluarganya di Riyadh, memakai kostum dokter dan perawat yang dipenuhi darah. "Perbuatan tergantung niat. Saya ke sini cuma untuk bersenang-senang," kata Alharbi.
Innalillahi wa innailaihi rojiun.
Pantaslah kalau perayaan ini disebut festival kematian. Kematian nurani generasi muda Muslim yang mengikuti apa saja yang dilihat tanpa mengetahui maknanya.
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sangat sempit), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [HR. Muslim no. 2669].
Jakarta, 31/10/2022
(By Uttiek)