[PORTAL-ISLAM.ID] Di bawah kendali Firli Bahuri, gerak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyimpan berbagai keganjilan. Dugaan "menyingkirkan" 75 pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan, bukanlah kontroversi pertama yang dibuatnya. Jauh sebelumnya, muncul dugaan kuat memperdagangkan kasus, kebocoran OTT, hingga gratifikasi. Entah itu saat dia menjabat deputi penindakan maupun ketua KPK.
Kejanggalan kinerja Firli ini, mempersulit dan membahayakan kerja-kerja para penyelidik maupun penyidik KPK. Investigasi IndonesiaLeaks, konsorsium berbagai media termasuk Tirto di dalamnya, mendalami berbagai dugaan tersebut.
Penghujung tahun lalu, Herman Hery, ketua Komisi III DPR RI dibidik menjadi tersangka kasus bantuan sosial di Kementerian Sosial (Kemensos) oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Itu terjadi dua pekan setelah operasi tangkap tangan (OTT) Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, pada 5 Desember 2020. Selama KPK menyidik kasus Juliari, berdasarkan penuturan yang ditelusuri tim IndonesiaLeaks, Deputi Penindakan KPK Karyoto lebih intens menghadap Firli dibanding saat menangani kasus korupsi lainnya.
Karyoto sempat menggebu. Dia memerintahkan anak buahnya untuk mengumpulkan bukti keterlibatan Herman Hery dalam tender bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak pandemi COVID-19.
“Tiba-tiba seminggu atau dua minggu setelah OTT Mensos, itu direktur dan deputi atas perintah Firli nanya, Herman Hery mana?” kata sumber di internal KPK yang ditemui tim IndonesiaLeaks, pekan lalu.
Herman ditengarai meminjam bendera sejumlah perusahaan untuk ikut tender yakni: PT Integra Padma Mandiri, PT Anomali Lumbung Artha, PT Tara Optima Primagro, PT Junatama Foodia Kreasindo, PT Mesail Cahaya Berkat, PT Famindo Meta Komunika, dan PT Cipta Mitra Artha. Sejumlah perusahaan itu mendapat kuota 7,6 juta paket bansos setara Rp2,1 triliun. Setelah anggaran cair, perusahaan terafiliasi Herman itu mengirim uang ke PT Dwimukti Graha Elektrindo, perusahaan milik Herman.
“Kalau sudah ada alat buktinya," perintah Karyoto ditirukan sumber di internal KPK lainnya, "geledah saja! Panggil saja!”
Penyelidik lantas mengajukan izin penggeledahan kepada Dewan Pengawas KPK pada 29 Desember 2020. Sehari setelahnya, izin penggeledahan PT Dwimukti Graha Elektrindo terbit. Akan tetapi Karyoto berubah sikap, dari semula menggebu-gebu menjadi lembek. Penggeledahan menjadi molor, baru dieksekusi pada 8 Januari 2021.
Bahkan rencana pemanggilan Herman Hery sempat urung dilakukan. Diduga, Firli berupaya melakukan tarik-ulur penanganan kasus ini.
“Herman Hery dicoret,” kata sumber itu yang menyebutkan, Firli mencoret nama Herman dari dokumen penyelidikan kasus korupsi bansos COVID-19 di Kemensos.
Padahal sebelumnya pada Desember 2020, kata sumber di internal KPK, Firli disebut menandatangani sendiri surat pemanggilan Herman Hery. Namun pemanggilan itu tidak bisa dieksekusi karena nama Herman sudah “dicoret”. Kemudian, penyelidik diminta membuat surat pemanggilan Herman Hery lagi, agar publik menganggap KPK bekerja serius dan Herman tetap “merasa terancam”. Herman kemudian baru dipanggil KPK pada 30 April 2021 atau tiga bulan setelah ia diduga terlibat dugaan korupsi di Kemensos.
Imbas tarik-ulur kasus bansos ini, membuat 20 izin penggeledahan terbangai. Terlantarnya izin itu sempat digugat oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) pada April 2021. KPK lantas melanjutkan penyelidikan kembali kasus korupsi bansos di Kemensos, usai gugatan itu dilayangkan.
Saat dijumpai tim IndonesiaLeaks di rumahnya di kompleks perumahan mewah Sleman, Yogyakarta, Karyoto enggan dikonfirmasi terkait tudingan menarget Herman Hery. Ia mengusir jurnalis dengan memanggilkan satpam.
“Kamu tinggalkan tempat! Saya tidak tahu apa yang kamu tanya. Saya tidak akan menjawab. Harus izin pimpinan. Itu pun kalau untuk pers hanya di konferensi pers,” ujar Karyoto, Sabtu (19/6/2021).
Hingga kini tersangka korupsi bansos baru dari lingkaran Juliari dan pemberi. Sedangkan tersangka lain belum ada. Selain Herman, ada Ihsan Yunus, anggota DPR RI Fraksi PDIP ikut dituding bermain dalam proyek bansos. Ketika hakim mulai mengadili Juliari, nama Herman dan Ihsan hilang dari dakwaan.
Namun mantan Kepala Biro Umum Kemensos Adi Wahyono dalam kesaksiannya di persidangan pada 31 Mei 2021 menyebut, Herman sempat protes saat Kemensos mengurangi jatah paket bansos PT Anomali Lumbung Artha. Dalam berbagai kesempatan, Herman membantah tudingan terlibat proyek bansos itu.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan, kasus bansos Kemensos penuh kejanggalan. Tampak dari lambatnya penggeledahan dan dua nama politikus PDIP yang hilang dari dakwaan. Seolah peran keduanya juga disamarkan. Sikap Firli, kata Kurnia, bertolak belakang dengan awal kasus yang umumkan sendiri penangkapan Juliari. Setelahnya, penanganan perkara bansos malah melambat.
“Kami menduga ada pembiaran. Apalagi, kasatgas penyelidik dan penyidik kasus tersebut dinonaktifkan karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Selain itu, kami duga ada perintah langsung dari pimpinan KPK kepada penuntut umum untuk menghilangkan peran-peran dari pihak-pihak tertentu,” kata Kurnia, Sabtu (19/6/2021).
Petisi Pegawai ke Firli Ungkap Kebocoran Puluhan OTT
Sikap Firli yang menghambat kasus ditengarai bukan kali ini saja. Dalam rapat para pegawai Deputi Penindakan, dihadiri delapan kasatgas penyelidikan dan lima kasatgas penyidikan bersama pimpinan KPK pada 16 April 2019, terungkap adanya penghambatan penyelidikan dan penyidikan hingga bocornya rencana OTT.
Rapat tersebut dihadiri lima pimpinan KPK periode IV (2015-2019). Saut Situmorang yang saat itu merupakan pimpinan KPK dan Febri Diansyah yang saat itu menjadi juru bicara KPK, mengkonfirmasi adanya rapat bertajuk “hentikan segala bentuk upaya menghambat penanganan kasus” tersebut.
Saut menuturkan, rapat itu penting karena terjadi tren penurunan OTT pada 2019. Pada 2018 KPK bisa OTT hingga 30 kasus, tetapi pada periode 2019 hanya 21 kasus. Dia menduga korupsi masih banyak terjadi, sehingga mestinya bisa banyak OTT.
“Ini koruptor belum berubah dan kemudian input dari masyarakat setahun rata-rata 8.000 pengaduan. Jadi orang-orang itu tetap menjadi pendukung KPK, tapi kenapa ada penurunan,” kata Saut, Rabu (16/6/2021).
Febri menambahkan, dalam rapat ada keresahan dari pegawai Deputi Penindakan. Khususnya penyelidikan terkait OTT bocor dan diduga diketahui oleh pihak yang ditarget. Bahkan ada tim yang tiba-tiba dihentikan mobilnya di jalan saat turun ke sebuah daerah.
Untuk menyiasati bocornya OTT, sejumlah penyelidik bersiasat, misalnya, mengakali dengan memakai duit pribadi buat operasi, kemudian reimburse. Tujuannya untuk menghindari informasi bocor pada saat mereka minta uang muka untuk operasional OTT atau memakai kartu kredit selama operasi berjalan.
“Kondisi ini menimbulkan keresahan karena teman-teman jadi lebih sulit menjalankan tugasnya menangkap para pelaku korupsi. Sampai ada satu inisiatif satgas untuk membiayai operasi mereka sendiri. Kebetulan saat itu baru terima insentif tahunan dari kantor. Dan ternyata berhasil lakukan OTT. Tapi hal ini tentu tidak bisa terus-terusan dilakukan,” ujar Febri, Sabtu (19/6/2021).
Sedangkan penyidik senior KPK Novel Baswedan, pernah mengeluhkan hambatan proses penyidikan Lucas, pengacara yang terjerat kasus merintangi penyidikan dengan tersangka mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro. Keluhan Novel mengarah ke Firli saat menjabat deputi penindakan KPK.
“Penyidik ngotot hendak mengajukan penggeledahan terhadap Lucas, tetapi justru dihambat dan direm. Persoalannya yang berkepentingan ini siapa? Saya takutnya kemudian dibuat seolah-olah penyidik berkepentingan,” kata Novel dalam dokumen notulensi petisi pegawai KPK.
Lucas sempat divonis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta 7 tahun penjara untuk kasus perintangan penyidikan. Di level banding, hukuman Lucas disunat menjadi 5 tahun. Kemudian pada tingkat kasasi hukumannya kembali dikurangi menjadi 3 tahun penjara. Lalu pada peninjauan kembali, hakim memutus Lucas bebas.
Dalam dokumen notulensi pegawai Deputi Penindakan KPK setebal 12 halaman, terungkap skandal kebocoran OTT tangan pada masa Firli memimpin Deputi Penindakan. Setidaknya ada 26 OTT bocor.
Kebocoran diduga masih terus terjadi hingga kini. Dalam kasus mafia pajak yang diduga melibatkan PT Jhonlin Baratama dan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji, informasi penggeledahan bocor. Barang bukti yang akan disita sudah diduga dibawa lari dengan truk dari kantor PT Jhonlin di Kalimantan Selatan. Hingga kini belum ketemu di mana lokasi truk dan siapa pelakunya.
Setelah dianalisis, pola bocornya informasi OTT pada masa lalu selalu terjadi: usai pengajuan surat perintah penyelidikan, pengajuan surat perintah penyadapan, dan telaah kasus.
Kurnia Ramadhana, seorang peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, kebocoran informasi penyelidikan yang berulang saat Firli jadi Deputi Penindakan dan Ketua KPK punya dua indikasi: Firli tahu atau mendiamkan.
Imbas OTT bocor pada 2019 antara lain: komunikasi target menjadi datar karena sudah tahu sedang diincar. Akibatnya sebagian OTT tidak dapat dieksekusi. Para target yang disadap saling mengabari bahwa KPK sudah sampai di daerahnya. Misalnya dengan sandi “kita sudah dipantau 24 jam” atau “tiga huruf sudah merapat”.
Keselamatan penyelidik di lapangan juga terancam. Pernah dalam satu kasus penyelidik justru terjaring razia kepolisian. Mobil yang ditumpangi penyelidik dicegat. Penumpang lain dibiarkan lolos. Petugas polisi yang merazia lalu meminta KTP penyelidik. Kemudian terdengar komunikasi yang mengkonfirmasi penumpang mobil adalah penyelidik KPK. “86 86 iya mereka dari KPK,” begitu ditirukan penyelidik saat melayangkan petisi pada 2019.
Dari 26 OTT bocor, sebagian bisa dieksekusi pada operasi berikutnya. Salah satunya OTT mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy pada 2019, terkait suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama. Penyelidik yang melakukan OTT kepada Romy adalah Harun Al Rasyid yang kini disingkirkan bersama puluhan pegawai lainnya lewat TWK.
Usai petisi pegawai KPK itu dilayangkan, tidak ada tindakan dari pimpinan terhadap Firli yang menjabat Deputi Penindakan. Firli kemudian ditarik oleh Polri dan diberi jabatan sebagai Kapolda Sumatera Selatan pada Juni-November 2019.
Saat baru menjabat Kapolda Sumatera Selatan, Firli diduga sempat akan menerima uang dari eks Bupati Muara Enim Ahmad Yani. Uang sebesar 35 ribu dolar Amerika Serikat itu rencananya akan diberikan Yani melalui perantaranya yaitu, mantan Kabid Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin MZ Muchtar. Elfin diduga membuka komunikasi dengan ajudan Firli, lalu diarahkan untuk menghubungi keponakan Firli yang bernama Erlan. Namun Erlan menolak dan duit gagal diserahkan karena Elfin keburu terjaring OTT KPK.
Dalam satu kesempatan, Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri membantah tudingan bosnya terlibat suap dalam kasus korupsi aliih fungsi lahan Kabupaten Muara Enim.
“Tidak ada kaitan bahwa penerimaan uang oleh terdakwa itu diberikan untuk Pak Kapolda [Firli Bahuri] atau Pak Ketua KPK saat ini,” kata Ali Fikri.
Pengacara Ahmad Yani, Maqdir Ismail menyesalkan kala itu pimpinan KPK tidak meminta penyidik melakukan pemeriksaan kepada Firli selaku Kapolda Sumsel. Padahal perannya penting untuk menggali kebenaran dari peristiwa yang terjadi. “Mereka hanya sibuk melakukan politisasi atas pemilihan Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK,” kata Maqdir, Sabtu (19/6/2021).
Kebiasaan Memfoto dan Penghentian Penyelidikan
Selama Firli menjabat Deputi Penindakan dan Ketua KPK, ia disebut-sebut kerap memainkan ponsel ketika ekspose kasus seperti sedang mengambil gambar. Padahal sesuai aturan internal ekspose kasus dilarang membawa ponsel karena bisa disadap atau bisa memicu kebocoran kasus. Ekspose adalah istilah semacam gelar perkara di internal KPK.
Bahkan dalam sebuah rapat gelar kasus di lantai 15 gedung KPK, mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pernah mengusir Firli keluar ruangan. Pengusiran itu, menurut penuturan sumber yang ditemui tim IndonesiaLeaks, terjadi karena Firi mengambil gambar saat ekspose kasus.
“Saya pernah tegas. Saya lupa apa kasusnya. Saya Anda-andakan. Saya enggak ingat. Tapi yang saya ingat saat itu sampai mengeluarkan kata Anda. Bukan lagi Bapak atau Deputi. Cuman case-nya aku lupa. Aku marah banget. Aku pikir logikanya jalan,” ujar Saut, Sabtu (19/6/2021).
Sumber lain yang didapati tim IndonesiaLeaks menuturkan, ketika ekspos kasus tahap penyelidikan yang akhirnya dihentikan karena tidak cukup bukti, Firli memfoto-foto pula. Dalam kasus bansos COVID-19 di Kemensos, Firli juga diduga memfoto pada tahap pemaparan penyelidikan.
Pada 2020, KPK mengumumkan 36 kasus penyelidikan disetop dengan alasan kurangnya bukti. KPK pada era sebelum revisi Undang-Undang, tak pernah mengumumkan adanya penghentian kasus di tahap penyelidikan atau SP3 ini.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penyelidikan yang dihentikan ialah perkara pada tahun 2011, 2013, 2015, dan 2020. “Untuk 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/D,” kata dia, Februai lalu.
Diintai Kasus Gratifikasi Helikopter
Kontroversi dan pelanggaran Firli seolah tak berhenti. Saat ini Firli dihadapkan dengan laporan dugaan gratifikasi di Direktorat Gratifikasi dan Dewan Pengawas KPK terkait diskon sewa helikopter. Firli menaiki helikopter di Palembang pada Juni 2020 lalu. Meski Firli sudah diadili dalam sidang etik dengan vonis teguran tertulis II pada September 2020, pengakuannya menguak fakta baru.
Firli mengaku sewa helikopter dengan nomor register PK-JTO senilai Rp7 juta per jam. Namun temuan dari ICW dan MAKI berbeda. Boyamin Saiman, koordinator MAKI, menduga ongkos sewa helikopter mewah yang dinaiki Firli per jam mencapai puluhan juta. Sebagai perbandingan harga helikopter PK-JTX, spesifikasi lebih rendah kelasnya dari helikopter yang ditumpangi Firli, setiap jamnya dibanderol biaya sewa Rp35 juta.
Seharusnya Firli, kata Boyamin, membayar sewa empat jam pemakaian ditambah pajak dan biaya perjalanan helikopter dari Jakarta ke Palembang yang mencapai Rp300 juta. Namun Firli hanya membayar Rp28 juta untuk empat jam sewa helikopter.
“Saya sudah melaporkan dugaan penerimaan diskon sewa helikopter ke Direktorat Gratifikasi KPK, tapi belum ada tindak lanjut sampai sekarang,” ujar Boyamin, Jumat (18/6/2021).
Firli sempat mengklaim dapat diskon sehingga cukup bayar Rp7 juta per jam karena perusahaan sepi order selama pandemi. Diskon helikopter pada masa pandemi bisa dipahami, tetapi operator harus bisa menunjukkan bukti diskon sebelum dan sesudah Firli. “Saya sempat cek helikopter yang dipakai Firli sudah tidak disewakan lagi oleh operator dengan alasan sedang perawatan,” imbuh Boyamin.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mendesak Dewas KPK untuk mendalami kuitansi yang dikirimkan Firli. Ini penting untuk memastikan keasliannya.
“Kami sangat berkeyakinan kuitansi itu dimanipulasi. Harga sebenarnya bukan seperti Firli sampaikan. Kami yakini jumlahnya sangat mahal. Di situ ada potensi gratifikasi. Maka Firli melanggar poin kejujuran karena tidak melaporkan gratifikasi. Dewas bisa menyidangkan perkara ini dan menjatuhkan sanksi,” kata Kurnia.
Operator jasa sewa helikopter yang ditumpangi Firli adalah PT Air Pasifik Utama. Salah satu komisarisnya, pernah menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek Meikarta yang ditangani KPK pada 2018, saat Firli menjabat sebagai Deputi Penindakan.
Firli kini sudah “safari media” dengan menjadi narasumber tunggal di stasiun televisi nasional. Ia berupaya membersihkan namanya setelah kontroversi mendepak 75 pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan. Apa yang dilakukan Firli diduga untuk tetap menjaga citra KPK.
Menurut Kurnia dari ICW dalam UU KPK yang baru memuat pertimbangan citra KPK sebagai satu-satunya alasan memberhentikan pimpinan KPK. Pimpinan KPK bisa diberhentikan karena perbuatan tercela itu. Dengan safari media, Firli diduga hendak menghindari tudingan telah mencoreng citra KPK.
“Padahal semua tindakan Firli sangat menurunkan derajat kepercayaan publik ke KPK. Ini pelanggaran-pelanggaran dan kontroversi yang dia ciptakan banyak. Presden Jokowi sangat mungkin untuk memberhentikan Firli,” ungkap Kurnia.
Firli Bahuri tidak menjawab konfirmasi untuk semua tudingan dari kebiasaan memfoto, dugaan menghambat kasus, dugaan membidik Herman Hery, menghambat penanganan kasus korupsi, gratifikasi, dan kebocoran OTT pada saat menjabat Deputi Penindakan maupun ketua KPK.
Tim IndonesiLeaks sudah menghubungi Firli melalui ponsel, berkirim surat, dan datang ke rumahnya di Villa Galaxy Bekasi. Tetapi Firli belum meresponsnya. Tim dari IndonesiLeaks yang datang ke rumahnya, diusir oleh dua penjaga berseragam Brimob yang membawa senjata laras panjang dan seorang pengawal tanpa seragam polisi.
“Gak boleh di sini Mas! Silakan keluar dari kompleks ini!” kata petugas yang menjaga rumah Firli itu mengusir tim yang menunggu Firli di depan rumah, Sabtu (19/6/2021) malam.
========= SUMBER : TIRTO
Laporan ini terselenggara berkat kolaborasi media lewat konsorsium IndonesiaLeaks terdiri atas Tirto, Tempo, Suara.com, Jaring.id, Independen.id, The Gecko Project, dan KBR.