PSSI, JIS dan Anies
Oleh: Budi Handrianto
Info dari tetangga saya yang petinggi sebuah klub bola "kaya" di tanah air, nasib pemain bola sekarang sudah tidak seperti dulu. Pemain bola sekarang sudah makmur bahkan tajir. Klub-klub sudah mulai jor-joran menggaji pemainnya. Katanya, gaji pemain "termurah" di klubnya saat ini Rp 500 juta/bulan. Padahal klub tetangga saya itu bukan klub paling kaya, masih ada yang lain.
Itu gaji bulanan saja, belum termasuk bonus. Kalau menang dalam laga bulanan akan dapat lagi Rp 25 juta per pemain per sekali main. Padahal setiap bulan minimal klub main 2 kali. Kalau menang 2x ya sebulan dapat tambahan Rp 50 juta/pemain di luar gaji yang Rp 500 juta/bulan itu. Katakanlah sebulan laga, sekali menang sekali kalah, lumayan dapat Rp 25 juta/bulan. Di Jakarta hidup membujang (umur mereka sekitar 20 tahun atau kurang) dengan gaji segitu sudah lebih dari cukup. Belum lagi kalau ybs menjadi pemain timnas, ada tambahan lagi walaupun tidak sebesar dari klub.
Permainan timnas kita juga dari waktu ke waktu menunjukkan kemajuan yang signifikan. Beberapa kali timnas kita mengalahkan tim Thailand yang selama ini jadi momok bagi kita. Para selebritis kaya pun ikut andil dengan membeli klub serta menyuntikkan dana segar sehingga klubnya bermain makin baik dan bersemangat.
Namun prestasi yang baru bertumbuh itu agak terganggu dengan kasus komentar PSSI soal JIS (Jakarta International Stadium). PSSI tidak mau menggelar FIFA matchday antara timnas Indonesia vs Curacao karena dinilai JIS belum layak. Padahal JiS yang dibangun dengan biayai Rp 4.5 trilyun itu dirancang oleh Buro Happold, konsultan perencana dari Inggris, yang memiliki pengalaman internasional dalam merancang stadion-stadion sepak bola modern seperti Tottenham Hotspur Stadium di London serta perancangan beberapa stadion Piala Dunia Qatar 2022.
Pernyataan JIS belum sesuai standar PSSI, walupun sudah sesuai standar FIFA, menjadi tidak aneh kalau saja standar stadion PSSI lebih tinggi daripada standar FIFA. Tapi apa ya demikian?
Lagi pula, JIS sudah digunakan dua kali untuk ajang internasional, yakni International Youth Championship 2022 yang melibatkan, Barcelona junior, Atletico Madrid Junior, Indonesia Allstar dan Bali United junior serta pertandingan Persija Jakarta melawan Chonburi beberapa waktu lalu. Jadi yang salah siapa?
Akhirnya wajar kalau kita mempunyai anggapan bahwa ini semua karena Pak Anies. Pemakaian JIS untuk pertandingan Internasional bisa mengangkat nama baik Pak Anies sebagai gubernur yang mungkin nanti bisa jadi hambatan buat para calon lain yang akan maju pilpres 2024. Maka, jangan sampai ada momen yang bisa meningkatkan popularitas Pak Anies. Jadi ada orang-orang yang tidak suka Pak Anies sukses. Dalam bahasa agama, mereka ini terkena penyakit bernama hasad.
Hasad adalah penyakit hati. Gampangnya, dia senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang (SLOS). Penyakit hasad termasuk satu di antara penyakit hati yang berbahaya. Kita tahu, penyakit hati itu lebih parah dan berbahaya daripada penyakit fisik. Penyakit fisik -seberat apapun dan seberapa mahal pun biaya penyembuhannya, bisa ditangani dan disembuhkan -tentu dengan ijin Allah. Asal penderitanya ingin sembuh, dibantu dokter yang berpengalaman dan biaya mahal yang ditanggung asuransi, insya Allah penanganan seperti transplantasi tulang belakang yang sekali operasi Rp 8 M, bisa dilakukan.
Tapi kalau penyakit hati, penderitanya tidak sadar bahwa dirinya sedang sakit dan kalau didiagnosis lalu diberitahu, bukannya senang dan bayar seperti penyakit fisik, tapi malah marah-marah. Bagaimana bisa disembuhkan? Kalau kita membawa daging busuk, lalu kita masukkan ke tas rangsel dan kemana-mana kita bawa, apakah nyaman? Daging busuk di luar badan saja bau dan nggak nyaman, apalagi ini ada di dalam hati, kita kemana saja dia ikut.
Pantaslah Nabi saw bersabda, "Hati-hatilah dengan penyakit hasad. Sebab, dia itu memakan kebaikan bagaikan api melalap kayu bakar." Kalau punya penyakit SLOS, seseorang yang dibenci itu tidak ada kebaikannya sama sekali karena sudah dibakar oleh api kebencian. Itulah hasad.
Alangkah bijak jika PSSI mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari JIS seperti akses lorong, parkir yang memuat "cuma" 800 mobil, akses angkutan umum dan sebagainya. Jakpro selaku pengelola JIS pasti akan menerima masukan karena bagi Jakpro, yang penting stadionnya laku disewa.
Nah, kalau nggak mampu bayar sewa lalu bilang stadion nggak standar, jadi kayak dongeng Aesop, filosof Yunani. Ada seekor rubah yang ingin makan anggur dan melihat anggur bergelantungan di jalan. Tapi karena anggurnya terlalu tinggi dan dia meloncat-loncat tidak berhasil menggapainya, akhirnya dia bilang, "Anggurnya masam, nggak enak dimakan..." sambil ngeloyor pergi.
Semoga kasus ini bukan kisah Aesop.
(fb)