Niatnya ingin mengklarifikasi, Komnas HAM malah makin ngawur!
Catatan: Agustinus Edy Kristianto*
Ayo, kita simak penjelasan terbaru Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik tentang kesimpulan Komnas HAM ada DUGAAN KUAT terjadinya pelecehan seksual oleh Yosua terhadap PC di Magelang pada 7 Juli 2022.
Silakan masyarakat (terutama para ahli hukum dan advokat) menilai. Saya hanya mencuatkan diskusi.
Jadi dia mengacu UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kata sang ketua, Pasal 25 UU TPKS mengatur, keterangan saksi atau korban adalah alat bukti, berbeda dengan tindak pidana lain di mana keterangan adalah alat bukti yang paling rendah.
Di kasus Magelang, kata dia lagi nih, ada KETERANGAN PC selaku korban; keterangan Susi, KM, dan RR.
MAKA, ALAT BUKTINYA BERARTI ADA EMPAT sesuai UU TPKS: Keterangan PC selaku korban (alat bukti 1), keterangan Susi (alat bukti 2), keterangan RR (alat bukti 3), dan keterangan KM (alat bukti 4). Bahkan dia tambahkan satu keterangan lagi, yakni keterangan FS.
Selain Susi, semua keterangan bersumber dari tersangka pembunuh Yosua. Kalau cara berpikir/menghitungnya begitu, bisa-bisa nanti masyarakat saling lapor dilecehkan secara seksual dengan membawa teman-temannya sendiri sebagai saksi.
Dari sudut mana pun, pendapat Komnas HAM itu gak tepat!
Pasal 25 UU TPKS selengkapnya begini: "Keterangan Saksi DAN/ATAU Korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah JIKA DISERTAI dengan SATU ALAT BUKTI SAH LAINNYA dan hakim memperoleh KEYAKINAN bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya."
Keterangan saksi adalah apa yang saksi nyatakan di pengadilan di bawah sumpah tapi di UU TPKS memang beda. Keterangan saksi dan/atau korban yang dilakukan dengan pembacaan BAP di bawah sumpah, pemeriksaan melalui perekaman elektronik, pemeriksaan jarak jauh dengan komunikasi audio visual memiliki nilai yang sama dengan keterangan saksi yang diberikan di pengadilan.
Alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa (Ps. 184 KUHAP). Berapa pun saksinya dinilai sebagai satu alat bukti yang sah (keterangan saksi).
Keterangan Korban itu juga masuk keterangan saksi. Ps. 25 ayat (3) UU TPKS bilang: "Dalam hal KETERANGAN SAKSI hanya dapat diperoleh DARI KORBAN..." dst.
Bedanya UU TPKS bukan seperti yang disampaikan sang ketua Komnas HAM itu tapi, misalnya, kalau cuma ada keterangan korban maka kekuatan pembuktiannya dapat didukung dengan: a) keterangan orang yang berhubungan dengan perkara itu meski ia tidak melihat, mendengar, mengalami sendiri; b) saksi yang keterangannya berdiri sendiri tapi ada hubungannya satu dengan lainnya untuk membenarkan suatu kejadian; c) ahli yang membuat alat bukti surat dan/atau ahli yang mendukung pembuktian perkara.
Tapi, apapun itu, tidak bisa cara menghitungnya seperti ketua Komnas HAM di atas, yakni satu saksi dihitung satu alat bukti sah.
Tetap saja harus ada satu alat bukti sah lainnya selain keterangan saksi (keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa) ditambah keyakinan hakim. Masalahnya pengadilan kasus Yosua tidak akan pernah ada karena ia sudah tewas (gugur penuntutannya).
Lagipula kesaksian juga tidak boleh sembarangan. Jika pun pengadilan kasus pelecehan itu ada, kebenaran keterangan saksi itu akan dinilai sungguh-sungguh oleh hakim dengan memperhatikan: a) kesesuaian keterangan saksi satu dengan yang lain; b) kesesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain; c) alasan yang mungkin diberikan oleh saksi untuk memberikan keterangan tertentu; d) cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya. (Ps. 185 ayat 6 KUHAP).
Ya, masak lembaga negara macam Komnas HAM menyimpulkan DUGAAN KUAT pelecehan seksual yang dilakukan almarhum Yosua terhadap PC dengan berdasarkan pada empat 'alat bukti' berupa keterangan: 1) korban PC, istri FS, tersangka pembunuh Yosua; 2) Susi, yang majikannya adalah FS dan PC; 3) KM, supir yang bekerja untuk FS dan PC; 4) RR, ajudan FS.
Sebenarnya Komnas HAM ini apa sih maunya?
Ini sebetulnya karena memang tidak tahu, pura-pura tidak tahu, takut, atau masuk angin?
Salam.
(fb)