Yang terjadi justru ketidak-warasan berjamaah dalam mengelola negara ini, semua menjadi dajal dan bandit perusak negara.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
PEKERJAAN yang instan, mudah, waktunya singkat, dengan keuntungan fee yang sangat besar, adalah pekerjaan infrastruktur sebuah proyek yang sangat menjanjikan untuk pengembalian modal bagi para Bupati, Walikota, Gubernur dan Presiden yang telah melewati kontestasi pemilu dengan transaksi politik dengan pengeluaran modal politik yang sangat besar.
Super cepat dapat uang adalah hutang dan menarik investasi, ujungnya mendapatkan fee tanpa resiko dengan hasil yang sangat besar wajar diburu para pemimpin hedonis tipe kekinian yang penting saat ini dapat (madzhab enjoy life), tidak peduli masa depan dengan segala resiko dan akibatnya jangka panjang.
Dalam pikiran pendek, kekuasan ada di tanganku, kapan lagi kalau bukan sekarang atau saat ini. Kepuasan dan kenikmatan dunia semata adalah arah hidupnya toh mereka juga berpikir tidak lama akan mati dengan keyakinan menjadi debu tanpa mengetahui akibat perbuatannya di alam lain (akhirat).
Kondisi psikologis para pejabat kita direkam dengan tepat, antara lain oleh petinggi Republik Rakyat China (RRC) dan negara lain yang justru cukup ketat disiplin bahkan bagi koruptor harus dihukum mati, melihat oknum pejabat pemerintah Indonesia, ditengarai mereka adalah bodoh dan rakus sangat mudah kena jebakan atau dijebak dengan hutang dan akan nurut disuruh bayar asal ada kick back-nya.
Dalam diorama kognitif, afektif dan psikomotorik mereka sudah terpola dalam kesepakatan, yang penting komisi aman masuk kantongnya, tidak peduli dengan sebutan pejabat bandit, penjahat, garong dan apapun sebutan lainnya, cukup masuk telinga kiri dan harus segera keluar di telinga kanan.
Ketika tiba waktunya harus membayar cicilan hutang, pikiran pendek kembali bereaksi, proyek insfratruktur struktur dijual, pulau disewakan, sumber daya alam dilelang, pajak dinaikan nyasar bakulan pulsa kena beban pajak, BBM dinaikkan, daya listrik rakyat dinaikkan sampai jualan kompor listrik di mainkan. Pengpeng memang hebat liciknya.
Kemudian, posisi makin sulit dan muncul berbagai masalah - sebagian proyek infrastruktur dan ambisi proyek lainnya semisal IKN - Kereta Api Cepat pada posisi maju rugi, mundur rugi, maju kebentur mundur ajur.
Tetap saja mereka tidak peduli apapun yang terjadi, dengan senyumnya untuk menunda tangis, tidak masalah pada pilihan terburuk. Ketika rakyat ngamuk (berontak) adalah kabur sebelum ditangkap dan diadili oleh rakyatnya sebagai pemilik kedaulatan negara memaksa mencabut mandatnya.
Jebakan Panda dan Naga mulai menebar bau busuk akibat kebusukan, bodoh dan rakusnya pejabat negara saat ini melahirkan petaka demi petaka.
Rezim ini lepas kendali bahwa negara ada adalah untuk kesejahteraan rakyat, kekuasaan ada adalah untuk melindungi rakyatnya.
Kekuasaan saat ini sudah liar tak ada lagi usaha bagaimana cara menciptakan loophole (jalan keluar)-nya untuk meng-alter (mengubah) penderitaan rakyat menjadi sejahtera sesuai tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945. Fakta hanya ada otak artifisial hedonis, enjoy life dengan perilaku kapitalis dan liberalis sesuai remot pemberi hutang dan investasi gaya bar-barnya.
Dampak yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin dan kalang kabut, mereka para borjuis mengerti, jelas tidak peduli, karena itu tujuan mereka. Rakyat protes, pasukan Sambo bergerak, tangkap, penjarakan mereka.
Hilang logika waras sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Yang ada hanya watak kapitalis yang tidak peduli dengan rakyat yang terdesak merintih kelaparan dan tidak peduli lagi dengan kematian akibat kelaparan.
Jadi, penyakit fundamental itu bukan saja kembali ke UUD 1945 sebelum amandemen tapi bagaimana membuat konstitusi common sense (kewajaran) dan membumi logika waras ke tataran implementasi yang normal dan waras sesuai konstitusi untuk mensejahterakan rakyat.
Yang terjadi justru ketidak- warasan berjamaah dalam mengelola negara ini, semua menjadi dajal dan bandit perusak negara.
Membuncah di media sosial peringatan negara di tepi jurang kerusakan, kehancuran dan petaka silih berganti. Ambyar semua.... (*)