Konversi gas LPG ke kompor listrik dianggap menguntungkan. Bahkan sangat menguntungkan, yakni bisa menghemat anggaran negara hingga 17,1 menurut hitung-hitungan Airlangga Hartanto.
Ya, menguntungkan, tapi itu dilihat dari sudut pandang penguasa. Juga mungkin menguntungkan jika dilihat dari sudut pandang para pengusaha yang terlibat dalam kondisi over supply listrik saat ini.
Menurut YLKI, salah satu pendorong lahirnya kebijakan ini adalah kondisi oversupply (kelebihan) daya listrik yang jika tidak terserap bisa jadi kerugian bagi para penyedia.
Lalu bagaimana jika dilihat dari sudut pandang rakyat jelata? Jika pemerintah bisa membuktikan bahwa konversi gas ke listrik ini juga menguntungkan bagi rakyat jelata, pasti masyarakat akan mendukung dengan gembira. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
✅ Bagaimana perbandingan harga operasional antara memakai LPG subsidi dengan memakai kompor induksi? Harus dibandingkan biaya yang rakyat jelata keluarkan selama pakai LPG dengan tambahan tagihan listrik yang harus mereka bayar jika beralih ke kompor induksi. Apakah lebih murah, lebih mahal atau sama saja. Ini perlu pengujian objektif.
✅ Lalu berapa modal awal yang harus ditanggung rakyat jelata untuk program konversi ini?
Modal awal yang diperlukan diantaranya:
(1) Kompor induksi itu sendiri. Kabarnya untuk sebagian rakyat miskin tertentu ini akan digratiskan
(2) Apakah rakyat jelata itu harus menaikan daya listrik di rumahnya dari 450 VA menjadi 900 VA atau 2200 VA agar kompor listrik bisa bekerja dengan baik? Apakah kenaikan daya ini akan dikenakan biaya atau harus ditanggung rakyat jelata?
(3) Rakyat jelata juga mungkin perlu modal untuk mengganti peralatan masak mereka (katel, panci dsb) agar cocok dengan kompor listrik. Katel cembung tentu saja tak cocok untuk kompor listrik, misalnya. Apakah biaya untuk ini juga harus ditanggung rakyat jelata?
✅ Perlu diperhatikan juga nasib para penjual makanan kaki lima, penjual makanan dengan gerobak atau keliling yang selama ini bergantung pada LPG untuk menyalakan kompor saat berjualan. Tak mungkin mereka bisa jualan keliling sambil mencolokkan kompornya ke stop kontak rumah. Harus ada solusi untuk mereka.
(Ibnu Zainal Almatsan)