[PORTAL-ISLAM.ID] Rezim yang berkuasa saat ini tidak takut kepada Tuhan. Penguasa hanya takut kepada Sang Maha Kuasa oligarki. Tuhan yang mengingatkan penguasa zalim akibat kenaikan BBM tidak diindahkan.
“Tuhan saja sudah tidak ditakuti Rezim ini. Penguasa hanya takut dengan Sang Maha Kuasa oligarki,” kata Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (13/9/2022).
Rezim ini juga tidak mengindahkan nasehat para ulama yang notabene pewaris Nabi. “Rezim bersikeras memberikan subsidi kereta api cepat Rap4.1 triliun – anggaran IKN 23.6 triliun, buat infra struktur mangkrak. Pembangunan berbagai bandara yang hasilnya sepi,” ungkapnya.
Harga BBM dinaikkan dengan alasan subsidinya bisa membuat jebol APBN namun masih mempertahankan berbagai proyek infrastruktur yang tidak mempunyai manfaat buat rakyat.
“Lho urusan BBM dinaikan alasan subsidi bisa membuat jebol APBN. Lakok jebol dan tolol beda tipis. Iki piye nalare (jebol dan tolol beda tipis. Ini nalarnya bagaimana) Seperti semua makhluk manusia lah kok diangggap bodoh semua,” jelasnya.
Sutoyo mengatakan, kenaikan harga BBM justru dipakai untuk membayar utang. Rakyat menjadi korban utang penguasa.
“Menurut Mbak Sri Mulyani ternyata kalau BBM nggak naik tak bisa bayar utang. Weleh weleh – rakyat mulai jadi korban utang to .. ???.Kalau jadi Presiden modalnya hanya utang aku yo iso .. wis dadi rusak kabeh – kabeh dadi rusak,” jelasnya.
Dalam kondisi penataan ekonomi yang berantakan, kata Sutoyo, Rezim ini ingin memperpanjang jabatan tiga periode.
“Ngono kok isih bergaya pengin perpanjangan kuasa meneh. Iki wong edan apa ora waras (kondisi seperti ini masih ingin memperpanjang jabatan presiden. Ini orang gila atau tidak sehat akalnya),” paparnya.
Sutoyo menyarankan, rakyat sebagai pemilik sah kedaulatan Bangsa Indonesia harus merebut kembali negara ini dari tangan oligarki.
“Bangun-bangun bangkit berjuang rebut kembali kedaulatan rakyat yang disalah gunakan oleh penguasa saat ini. Rakyat adalah pemilik kedaulatan negara,” pungkasnya. [suaranasional]