Oleh: Ustadz Armansyah
Jika ada orang yang mengeluh atas kenaikan harga BBM yang pastinya memicu kenaikan bahan pokok dan lainnya itu bukan berarti mereka sedang tidak bersabar sehingga membutuhkan nasehat bijak dengan segala bualan verbal tentang rasa syukur, bersabar atau semacamnya.
Boleh jadi mereka justru lebih sabar dan lebih bersyukur dari orang-orang penjual kata-kata indah tadi yang sebetulnya pendapatan mereka puluhan juta dan tidak begitu terdampak oleh kenaikan harga BBM ini.
Hidup harus realistis. Tidak selesai dengan jargon kesabaran atau jargon tentang bersyukur saja.
Bagaimanapun kebutuhan setiap orang itu berbeda. Orang dengan anak dua beda dengan kebutuhan orang anak empat, anak lima.
Orang yang anak-anaknya masih kecil beda kebutuhan rezekinya dengan mereka yang anak-anaknya sudah remaja, sudah dewasa, sudah sekolah, sudah kuliah dan seterusnya.
Orang yang hutangnya banyak melilit pinggang berbeda kebutuhan rezekinya dengan orang yang hanya duduk berkipas-kipas saja kekayaannya tapi meningkat sendiri melalui gurita perusahaannya.
Jangan segala hal dibawa gimmick seakan hidup harus selalu nerimo tanpa boleh berkeluh kesah, padahal kondisinya tak lepas dari permainan akrobat politik para pemegang kekuasaan disana.
(*)