Oleh: Asyari Usman
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan bahan bakar minyak (BBM) dalam persentase yang spektakuler. Sangat berani. Tak tanggung-tanggung, Jokowi membebani pengguna jenis pertalite sebesar 30.7%. Harga minyak favorit ini naik dari Rp7.650 menjadi langsung Rp10.000.
Untuk solar (diesel), Jokowi menambah beban ke penggunanya sebesar 33.3%, dari Rp5.100 menjadi Rp6.800 per liter. Sedangkan untuk jenis Pertamax, Jokowi mendapat pemasukan Rp2.000 per liter yang membuat harga jenis elit ini menjadi Rp14,500. Naik hanya 16%.
Organisasi induk buruh bersumpah akan melancarkan unjuk rasa (unras) besar-besaran pada 6 September (Selasa). Di Makassar, langsung setelah pengumuman resmi kenaikan,sekelompok mahasiswa melakukan demo yang menimbulkan kemacetan besar. Mereka berjanji akan berunjuk rasa lebih besar lagi.
Apa kira-kira pesan yang bisa diserap dari langkah Presiden Jokowi menaikkan harga BBM?
Setidaknya ada tiga poin penting yang bisa dibaca di balik tindakan yang penuh risiko itu.
Pertama, Jokowi percaya diri bahwa posisi dia tidak akan terdampak oleh sebesar dan sekeras apa pun reaksi masyarakat. Artinya, Jokowi mendapat jaminan dari berbagai institusi keamanan bahwa reaksi negatif rakyat akan bisa dikendalikan. Bahasa lainnya: bisa ditumpas.
Kedua, pesan kebalikan dari poin pertama. Bahwa Jokowi bisa jadi sengaja memancing amarah rakyat melalui langkah penaikan harga BBM itu. Jokowi memang sedang mencari cara terbaik untuk mengundurkan diri. Artinya, kalau rakyat besok-lusa melancarkan aksi protes secara terus-menerus, maka akan ada alasan Jokowi untuk meletakkan jabatan dengan cara terhormat.
Dengan cara ini, setidaknya Jokowi digantikan oleh orang-orang yang bisa dijamin akan meneruskan cara-cara Jokowi memimpin. Jokowi akan digantikan tiga serangkai (triumvirat) Menhan, Mendagri, dan Menlu. Khusus di tangan Menhan Prabowo Subianto, Jokowi bisa tenang dan merasa nyaman.
Ketiga, dana APBN betul-betul kandas. Kelangsungan pemerintahan terancam. Jokowi tak punya pilihan lain. Dia menyebutnya ‘pilihan terakhir’. Harga BBM harus dinaikkan. Pesan ketiga ini bisa disebut sebagai upaya nasib-nasiban. Siapa tahu rakyat diam saja.
Artinya, Jokowi akan mengambil tindakan keras terhadap siapa saja yang mengganggu langkah pemerintah menaikkan harga BBM. Dia berharap rakyat takut dan bisa ditakut-takuti. Sehingga aksi protes bisa diredam.
Ini tentu skenario yang sangat berbahaya. Sebab, dalam posisi lucah dan carut-marut saat ini, Jokowi tidak bisa mengharapkan Polisi bertindak brutal terhadap rakyat (c.q. para demonstran) yang pasti bangkit. Rakyat akan semakin marah.
4 September 2022
(Jurnalis, Pemerhati Sosial Politik)