Gilaa....
Kalau benar pernyataan AKBP Dalizon ini, berarti Institusi Polri kita sudah sangat bobrok. Sesama mereka saja "wajib" setoran.
Bawahan harus setoran ratusan juta perbulan. Uangnya darimana lagi kalau bukan dari Bisnis Haram dan Bisnis Illegal.
Baru setingkat Kombes saja sudah terima "upeti" ratusan juta perbulan. Gimana lagi yang sudah berpangkat Jenderal?
Saran saya harus ada evaluasi dan perbaikan total di Institusi Polri.
Dimulai dengan pembatasan kewenangan Polri.
Dan paling penting, semua Petinggi Polri khususnya Pangkat Jenderal, baik yang masih aktif maupun sudah Pensiun, dilarang menjabat diluar Institusi Polri. Dilarang ikut Politik. Harus benar-benar Pensiun. Kalau mau bekerja, tidak boleh berhubungan dengan Pemerintahan lagi. Sebaiknya jadi Petani seperti Pak Komjen Susno atau Pak Irjen Umar Septono.
Mulailah dengan memecat Tito Karnavian sebagai Mendagri, Budi Waseso sebagai Bos Bulog, Budi Gunawan sebagai Kepala BIN, Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT, Petrus Reinhard Golose sebagai Kepala BNN, dan ada beberapa Perwira Tinggi Aktif Kepolisian yang ditempatkan di Kementerian.
Polisi harus fokus kepada tugas Kepolisian. Begitu pensiun juga sebaiknya benar-benar pensiun. Jadi tidak ada lagi konflik kepentingan. Apalagi saling menjaga "rantai setoran".
Sebaiknya Kepolisian juga ditempatkan dibawah Kementerian Dalam Negeri. Jadi Powernya tidak berlebihan. Atau lebih bagus lagi, segera dirubah bentuk Kepolisian kita. Ada Polisi Daerah dan ada Kepolisian Pusat. Polisi daerah tunduk ke Pemerintah Daerah. Dan Polisi Pusat berada dibawah wewenang Pemerintah Pusat.
(Azwar Siregar)
***
Kepada Hakim, AKBP Dalizon Mengaku Setor Hingga Rp 500 Juta per Bulan ke Atasan
PALEMBANG - AKBP Dalizon, mantan Kapolres OKU Timur, Sumatera Selatan, mengungkap fakta baru di persidangan. Ia membeberkan harus menyetor sejumlah uang kepada atasan. Jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah.
Setelah blak-blakan, ia mengatakan lega dan mengakui keterangannya berubah karena satu alasan.
AKBP Dalizon yang kini menjadi terdakwa kasus dugaan penerimaan suap atau fee mengungkap pengakuan adanya aliran dana hingga ratusan juta yang wajib disetorkan setiap bulannya ke atasan.
Pengakuan itu AKBP Dalizon sampaikan saat memberi keterangan secara langsung di hadapan majelis hakim atas kasus dugaan penerimaan fee dalam proyek Dinas PUPR Kabupaten Muba tahun anggaran 2019 yang menjeratnya.
"Dua bulan pertama saya wajib setor Rp 300 juta ke Pak Dir. Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal 5," ujar Dalizon di persidangan, Rabu (7/9/2022).
Pengakuan tersebut langsung mendapat reaksi dari majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu SH MH.
Hakim lantas bertanya dari mana uang dengan nominal besar tersebut berasal. "Saya lupa yang mulia (uangnya dari mana). Tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan," ujarnya.
"Bayarnya juga sering macet, buktinya itu dapat WA (ditagih)," jelasnya.
Dalam kesempatan ini, AKBP Dalizon juga mengungkapkan alasannya yang ingin membuka kasus secara gamblang.
AKBP Dalizon mengaku sangat kecewa atas sikap atasan maupun anak buahnya.
Di mana kata dia, saat itu ada tiga anak buahnya yang ikut diperiksa di Paminal Mabes Polri yakni tiga kanit di Ditreskrimsus Polda Sumsel bernama Pitoy, Salupen dan Hariyadi yang memohon kepadanya untuk dilindungi.
"Mereka minta tolong. Komandan tolong, kasihani anak istri kami. Tolonglah komandan, kalau komandan menolong kami sama saja dengan menolong 100 orang meliputi keluarga kami," ujarnya.
"Kenapa saya berubah pikiran untuk membuka semuanya, karena saya tahu pak Direktur menjelek-jelekkan saya di belakang.
Anggota juga mengkhianati saya, mereka tidak memenuhi janji untuk mengganti uang yang saya gunakan untuk menutupi yang mereka terima," katanya menambahkan.
Mendengar pernyataan tersebut, hakim lalu menyinggung apakah AKBP Dalizon masih sayang pada bawahannya.
"Tidak lagi pak hakim," jawabnya singkat.
Menyinggung soal aliran dana sebesar Rp 10 miliar yang diduga bersumber dari Dinas PUPR Kabar Muba, AKBP Dalizon sama sekali tidak menampiknya.
Dia berujar, uang tersebut diberikan melalui Bram Rizal salah seorang Kabid Dinas PUPR Muba yang mengaku sebagai sepupu Bupati.
"Sebanyak Rp 2,5 miliar dari hasil kejahatan ini untuk saya. Terus Rp 4,250 miliar untuk Dir, sisanya saya berikan kepada tiga kanit. Terus ada Rp 500 juta fee untuk Hadi Candra," jelasnya.
Ditemui setelah persidangan, AKBP Dalizon enggan berkomentar banyak atas kasus yang kini menjeratnya.
Meski begitu, dia mengaku sangat lega telah mengungkapkan keterangan secara langsung dihadapan hakim. "Iya, saya lega," ujarnya.
Sidang lanjutan kasus dugaan penerimaan suap yang menjerat AKBP Dalizon, mantan Kapolres OKUT kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (7/9/2022).
Berbeda dari sebelumnya yang digelar secara online, kali ini AKBP Dalizon dihadirkan secara langsung ke ruang sidang guna memenuhi agenda mendengarkan keterangan terdakwa.
Nampak AKBP Dalizon hadir dengan tangan diborgol menggunakan rompi oranye tahanan Kejagung.
Penampilan itu melengkapi setelan peci dan kemeja putih serta celana panjang hitam yang dia kenakan.
Kehadirannya juga turut dikawal petugas kepolisian dan kejaksaan Agung RI.
Tak ada kata yang terucap dari bibir mantan Kasubdit III Tipidkor Palembang tersebut.
Dari balik maskernya, AKBP Dalizon hanya menyebar senyum seraya menyatukan dua telapak tangannya di depan dada saat disapa awak media.[Kontan]
***
Dalizon Ngaku Wajib Setor Rp 500 Juta Per Bulan ke Kombes Anton
Palembang - Sidang kasus suap di PUPR Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, kembali digelar dengan menghadirkan terdakwa AKBP Dalizon. Kepada Hakim di persidangan, Dalizon mengaku dirinya wajib setor ke Kombes Anton Setiawan Rp 300-500 juta perbulan.
Hal itu diungkapkan Dalizon dalam sidang lanjutan yang digelar di PN Palembang, Rabu (7/9/2022), diketuai Hakim, Mangapul Manalu. Diketahui, Kombes Anton Setiawan kala itu merupakan Direktur Reserse Kriminal Khusus (DirReskrimsus) Polda Sumsel, atasan langsung Dalizon sewaktu dia menjabat sebagai Kasubdit Tipikor di sana.
Dalam keterangannya kepada hakim, Dalizon menyebut, selama dia menjabat sebagai Kasubdit Tipikor Polda Sumsel hingga akhirnya dia menjadi Kapolres di OKU Timur, dia diwajibkan untuk menyetor sejumlah uang dengan nominal ratusan juta ke mantan komandannya itu.
"Dua bulan pertama saya wajib setor Rp 300 juta ke Pak Dir (Kombes Anton). Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp 500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal 5," ungkap Dalizon kepada hakim di persidangan.
Mendengar pengakuan Dalizon tersebut, Hakim langsung memberikan respon dengan menanyakan dari mana uang tersebut berasal.
Dalizon sendiri menjawab lupa dari mana asal uang itu. Dia mengatakan penyetorannya juga sering macet. Bahkan, karena setoran wajib itu kerap macet, dia mengaku sampai ditagih via pesan WhatsApp.
"Saya lupa yang mulia (asal uang itu). Tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan. Bayarnya juga sering macet, buktinya itu dapat WA (ditagih)," kata Dalizon menjawab pertanyaan Hakim.
Sebelumnya, pada sidang agenda pembacaan BAP Kombes Anton di kasus ini, Dalizon dengan tegas membantah. Dia membantah BAP Kombes Anton itu melalui kuasa hukumnya, Anwar Tarigan.
Bantahan itu disampaikan Anwar, setelah diberikan kesempatan oleh Majelis hakim untuk memberikan tanggapan atas BAP Anton dan Pitoy, yang telah disampaikan JPU dalam sidang virtual di PN Tipikor Palembang, Rabu (10/8/2022).
Pertama Anwar membantah jika isi BAP Kombes Anton itu semuanya tidaklah benar. Menurut dia, fakta yang sebenarnya tidaklah seperti itu.
"Keterangan Anton Setiawan salah semuanya Yang Mulia Majelis Hakim," kata Anwar menyampaikan bantahannya.
Selain itu, terkait isi BAP mantan penyidik Ditreskrimsus Polda Sumsel, Pitoy yang merupakan bekas anak buah Dalizon, Anwar menyebut, apa yang disampaikan Pitoy itu, ada yang tidak benar. Pitoy, katanya, ada menerima jatah uang, melakukan penyelidikan hingga mengantarkan uang.
"Keterangan Pitoy ada yang tidak benar. Saksi menerima bagian uang, melakukan penyelidikan, saksi terlibat dalam mengantarkan uang," tambahnya.
Sejak nama Kombes Anton disebut di persidangan, tim detikSumut telah beberapa kali mencoba mengkonfirmasi. Akan tetapi, hingga kini Kombes Anton belum juga merespons telepon maupun pesan WhatsApp yang dikirimkan kepadanya.
[Detikcom]