[PORTAL-ISLAM.ID] Balitbang DPP Partai Demokrat mengungkap adanya kader partai pendukung pemerintah yang melarang Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) banyak bicara. Deputi Analisa Data dan Informasi Balitbang DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution mengungkit pembungkaman ini sama seperti yang terjadi di rapat DPR RI.
"Kader partai pendukung pemerintah melarang Ketum @PDemokrat Mas @AgusYudhoyono dan Pak @SBYudhoyono banyak bicara di sebuah negara demokratis," kata Syahrial dalam cuitan di akun Twitter @syahrial_nst seperti dilihat detikcom, Sabtu (24/9/2022). Syahrial sudah mengizinkan cuitannya dikutip.
Syahrial mengatakan pembungkaman ini seperti insiden mematikan mikrofon yang terjadi di rapat DPR. Dia pun membayangkan bagaimana jika orang yang terbiasa mematikan mikrofon itu menjadi Presiden.
"Bisa dibayangkan, jika orang yang terbiasa mematikan mic (mikrofon) saat sidang di DPR menjadi presiden. Akan berapa banyak suara rakyat yang dibungkam?" ucapnya.
Kemudian, Syahrial menjelaskan lebih lanjut terkait cuitannya tersebut. Dia tidak menyebut siapa orang yang dimaksud suka membungkam atau mematikan mikrofon, tapi rakyat harus waspada.
"Saya kira kita tidak sedang menyebut nama. Karena kondisi tersebut adalah sebuah karakter. Siapa pun yang memiliki karakter tersebut di negara demokratis, harus diwaspadai," ujar dia.
Namun Syahrial menyebut, jika publik menilai sosok itu Puan Maharani, dia menyarankan karakter tersebut harus diubah. "Kalau publik menilai seperti itu, Mbak Puan, ya sebaiknya beliau segera mengubah karakter tersebut," imbuhnya.
Lebih lanjut, Syahrial menjelaskan bukti adanya pembungkaman terhadap Partai Demokrat. Dia membeberkan itu terjadi saat Fraksi Demokrat di DPR RI menyuarakan pendapat dan saat menyuarakan kenaikan harga BBM.
"Pada saat Fraksi Demokrat di DPR RI menolak RUU Ciptaker disahkan di paripurna hingga berujung walk out, anggota DPR kami tidak diberi kesempatan bicara untuk menyampaikan argumentasi dan aspirasi publik. Termasuk yang terakhir, saat menolak kenaikan harga BBM. Mic selalu dikuasai dan dikendalikan, sehingga aspirasi publik tak tersalurkan," jelas dia. [detik]