Teka-teki kabar penahanan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI yang dicopot dari jabatannya setelah mencuatnya kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, terjawab menjelang dinihari tadi.
“Yang bersangkutan pada malam hari ini langsung ditempatkan di tempat khusus, yaitu di Korps Brimob Polri,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, Sabtu, 6 Agustus 2022.
Dedi mengatakan penempatan Ferdy Sambo di tempat khusus itu berhubungan dengan sidang etik dugaan pelanggaran prosedur dalam penanganan tindak pidana meninggalnya Brigadir Yosua pada 8 Juli lalu. Pemeriksaan kode etik ini dilakukan oleh inspektorat khusus, bagian dari tim khusus bentukan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang juga tengah mengusut kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yosua. “Jadi, harus bisa membedakan,” ujar Dedi. “Ini masih berproses.”
Teka-Teki Penahanan Ferdy pada Sabtu Sore
Kabar penahanan Ferdy Sambo pertama kali mencuat kemarin sore. Sumber Tempo mengungkapkan bahwa Ferdy "dijemput" oleh personel Brimob yang datang ke Badan Reserse Kriminal Polri sejak siang hari. “Ditahan di (Markas Komando) Brimob,” ujarnya, Sabtu, 6 Agustus.
Siang itu, dua unit kendaraan taktis dan mobil kabin ganda warna hitam-merah khas Brimob memang tampak tiba dan diparkir di halaman tengah Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, sekitar pukul 13.20 WIB. Rombongan kendaraan tersebut memuat personel Brimob yang mengenakan pakaian loreng, helm, dan rompi antipeluru. Mereka juga membawa senjata laras panjang.
Para personel Brimob itu lantas memasuki area kantor Bareskrim. Sedikitnya tiga personel tampak mengakses lift. Rombongan ini baru keluar dari Bareskrim pada pukul 17.45 WIB, lantas meninggalkan kompleks Mabes Polri.
Sore itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajali, mengatakan kedatangan pasukan Brimob itu merupakan permintaan resmi Kepala Bareskrim, Komisaris Jenderal Agus Andrianto. “Untuk pengamanan Bareskrim,” kata Andi. Namun Andi enggan menjelaskan secara detail pengamanan yang dimaksudkan.
Kabar penahanan Ferdy baru terkonfirmasi dalam siaran pers yang digelar Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menjelang pergantian hari tadi malam.
Dedi mengatakan inspektorat khusus telah memeriksa 25 personel kepolisian dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik penanganan tempat kejadian perkara. Khusus untuk dugaan pelanggaran kode etik oleh Ferdy Sambo, pemilik rumah dinas yang juga menjadi tempat tewasnya Brigadir Yosua, inspektorat khusus telah meminta keterangan 10 saksi.
Namun, menurut Dedi, Ferdy bukan ditahan, melainkan ditempatkan khusus di Markas Komando Brigadir Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok. “Dalam rangka proses pembuktian yang lainnya, yakni sidang etik terkait dengan ketidakprofesionalan dalam melaksanakan olah tempat kejadian perkara,” ujar Dedi, tadi malam.
Adapun soal kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yosua yang ditangani tim khusus di bawah pimpinan Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono, Dedi belum dapat memaparkan perkembangan pengusutannya. Yang jelas, dia memastikan, Kapolri telah berkomitmen membuka kasus ini secara terang benderang dengan pembuktian ilmiah. “Karena dua konsekuensi. Secara ilmiah ini harus betul-betul sahih hasilnya, dan konsekuensi yuridis harus bisa dipertanggungjawabkan di persidangan,” kata Dedi.
Kabar Penahanan Sambo Menarik Perhatian Menteri Mahfud dan Pengacara Yosua
Di tengah kabar penahanan Ferdy Sambo yang sempat simpang siur, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sempat mengaku telah mendapat informasi tersebut. “Apakah cuma diperiksa dalam pelanggaran etik?” kata Mahfud menirukan banyaknya pertanyaan yang ia terima dari wartawan.
Mahfud pun menjawab, menurut hukum, penanganan pelanggaran etik dan pidana bisa berjalan bersamaan, tidak harus saling menunggu dan tidak bisa saling meniadakan. "Artinya, kalau seseorang dijatuhi sanksi etik, bukan berarti dugaan pidananya dikesampingkan,” kata Mahfud. “Pelanggaran etik diproses, pelanggaran pidana pun diproses secara sejajar.”
Dia mencontohkan kasus korupsi yang menjerat Akil Mochtar saat menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi. Kala itu, saat ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Akil juga menjalani pemeriksaan pelanggaran kode etik. Dia juga diberhentikan dari jabatan sebagai hakim MK. Proses penerapan sanksi etik terhadap Akil saat itu juga mempermudah pemeriksaan pidana. “Karena dia tidak bisa ikut cawe-cawe di MK,” kata Mahfud.
Mahfud berharap masyarakat tak khawatir akan penanganan pelanggaran etik ini. Pemeriksaan pidana, kata dia, lebih rumit sehingga lebih lama. “Penyelesaian masalah etika ini malah akan mempermudah percepatan pemeriksaan pidananya jika memang ada dugaan dan sangkaan tentang itu,” ujarnya.
Adapun Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga Yosua, hakulyakin kepolisian akan menjerat Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam dugaan pembunuhan terhadap Yosua. “Sudah dapat informasi sejak tadi siang ketika sejumlah mobil Brimob dikumpulkan di gedung Bareskrim untuk menjemput Sambo,” kata Kamaruddin. Dia menilai semua alat bukti kini telah mengarah ke jenderal bintang dua tersebut. (Sumber: Tempo, dll)