OJO DIBANDING BANDINGKE
Oleh: Sastra Darmakusuma
Pak Presiden, sekira kelas 4 SD saya sudah mulai ikut lomba gerak jalan disetiap momen rangkaian hari kemerdekaan. Kami latihan setiap hari pagi dan sore. Saya paling suka urusan beginian pak, karena saat latihan pagi kami tidak perlu ikut belajar. Ada dispensasi. Hehe.
Biasanya, lomba gerak jalan indah dilaksanakan tgl 16 Agustus. Malamnya pasti saya susah tidur pak. Tak henti menatap seragam yang sudah bersih wangi dan tergantung rapih lengkap dengan kaos tangan putih yang aromanya khas toko. Begitupun dengan sepatu dan kaos kaki yang masih dalam bungkus plastik sudah siap dipojokan.
Bentar bentar bangun, eh masih jam dua. Pagi masih lama.
Saat gerak jalan, sayalah yang paling serius pak. Tidak pernah saya menoleh, senyum atau melakukan gerakan tambahan. Berdiri tegap sempurna dengan gerakan patah-patah sampai di garis finish. Bangganya luar biasa Pak. Disorakin orang sekampung. Setelah itu jajan es Mambo adalah kesempurnaan paripurna dibawah terik matahari yang panasnya masuk keubun-ubun. Seger.
Besoknya, tanggal 17 dengan seragam yang sama kami kembali berkumpul untuk mengikuti upacara HUT kemerdekaan dilapangan besar. Melihat kakak-kakak Paskibra berkulit gosong dengan langkah tegap dan tegas membentangkan bendera merah putih adalah saat-saat menegangkan bagi saya pak. Itu karena kami tidak mau merah putih gagal berkibar. Itu adalah pertaruhan semua keringat, lelah, darah dan airmata para pejuang kita. Tidak boleh kita main-main pak.
Setelah upacara itu, saya selalu buru-buru pulang kerumah untuk duduk manis didepan televisi. TVRI sudah siap menyiarkan detik-detik proklamasi langsung dari istana Negara. Untuk yang satu ini saya tidak pernah mau ketinggalan Pak. Sampai hari ini.
Saya sangat suka mendengar dentuman meriam dan sirinenya. Melihat gagahnya para pasukan dengan seragam dari masing-masing Matra. Mereka berjalan rapih, lurus dalam barisan yang seperti dimistar. Langkah yang sama dan postur serupa.
Saat yang paling dinanti adalah masuknya pasukan Paskibra dengan formasi 17-8-45 lalu pembawa baki menapaki anak tangga satu demi satu untuk menjemput bendera yang sebentar lagi akan mereka kibarkan. Mereka kemudian berjalan menuju tiang dengan profil teratai emas yang didekatnya ada air mancur. Dan "benderaaa siap!".
Walau hanya menyaksikan dari rumah, spontan saya berdiri dengan sikap sempurna pada moment itu. Hormat. Malah sampai haru meneteskan air mata. Bangga dengan perjuangan anak-anak bangsa yang memperingati hari kemerdekaan dengan khusyuk.
Setelah itu, yang tidak kalah menarik adalah penampilan Gita Bahana Nusantara yang tak putus menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan kebangsaan. Suara mereka menggema keseantero negeri, membuat bulu kuduk berdiri, semangat merdeka membuncah tumpah ruah.
Itu semua yang saya tunggu setiap tahun Pak.
Tapi....
Tahun ini semua kebanggaan itu seperti antiklimaks pak.
Pasukan upacara yang sudah berdiri berjam-jam dibawah sengatan terik matahari mesti harus tetap tegap menyaksikan para petinggi negeri joget dangdut koplo saat seorang anak kecil menyanyikan lagu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan peringatan kemerdekaan.
Jika dulu saya merinding dan sampai terharu mendengar penyanyi cilik saat HUT kemerdekaan menyanyikan lagu "Ibu Pertiwi". Ini saya harus nelan ludah mendengar lirik lagu yang bahasanya hanya dimengerti orang Jawa saja pak. Saya tidak. Dan mungkin juga semua orang Indonesia lainnya.
Hilang semua kebanggaan itu, hilang semua ke-khidmat-an itu. Atau apa ini hanya sekadar hiburan sementara untuk melupakan kasus "star wars" yang sedang terjadi yah pak?
Susah digambarkan bagaimana perasaan Alm. Jenderal Sudirman jika melihat kejadian ini pak. Beliau berperang bersama prajurit melawan penjajah dan sakit dibadannya sekaligus, untuk mengusir penjajah. Lalu demi apa, generasinya sekarang memperingati kemerdekaan dengan joget koploan membelakangi para prajurit yang diharuskan terus mematung menyaksikan aksi yang sama sekali tidak ada relevansinya dengan kemerdekaan ini pak?.
Saya kasi tau yah pak.
Alm. Jenderal Sudirman tidak akan pernah sudi melihat prajuritnya digituin pak. Yakin. Beliau adalah Jenderal yang sangat sayang anak buahnya. Beliau tidak akan pernah mau mengabaikan atau membelakangi anak buahnya apalagi sampai tega membunuhnya. Beliau anak bangsa patriot sejati. Jiwa raganya dipersembahkan untuk negeri. Beliau tidak akan pernah mau menggadai pangkat jenderal dipundaknya untuk memperkaya diri sendiri apalagi menjadi backing sindikat perjudian. Tidak pak. Beda jauh dengan jenderal sekarang yang mungkin saja hobinya juga joget koploan.
Jadi "Ojo dibanding-bandingke" yah pak.
(fb)