[PORTAL-ISLAM.ID] JOGJA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah memanggil koordinator BK dan guru BK SMAN 1 Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta, untuk klarifikasi.
Hal itu buntut dugaan pemaksaan pemakaian hijab yang dialami oleh salah satu siswi.
- Penemuan Ombudsman pada kasus dugaan pemaksaan berhijab pada seorang siswi SMA Negeri... Bahwa memang benar ada kebijakan sekolah yang menghimbau siswi muslim untuk berhijab...
- Untuk kasus ini kemarin disebutkan si anak hari itu juga depresi ternyata temuan Ombudsman dari kejadian pemanggilan BK tanggal 19 Juli kejadian dia mengurung di kamar mandi tanggal 26 Juli... berarti ada selang waktu satu pekan... Antara tanggal 19-26 Juli mestinya ada komunikasi antara siswi dengan orang tuanya perihal ketidaknyamanannya berhijab sehingga orang tua bisa langsung datang ke Sekolah untuk dikomunikasikan...
- Dari seluruh siswi yang "dipaksa" (pakai tanda petik) berhijab satu sekolah hanya ada satu kejadian ketidaknyamanan dan diduga menyebabkan siswi tersebut depresi... Depresi itu penyakit untuk menjadikan kasus ini legal karena akan ada proses hukum kepada pihak sekolah maka perlu dilakukan diagnosis secara profesional dari ahlinya yaitu dokter jiwa... Siapapun boleh beropini tetapi bila kasus sudah masuk ranah hukum maka harus ada pembuktian secara hukum pula...
- Secara teori pengaruh pola asuh orang tua juga menjadi penyebab anak depresi... Penting untuk diketahui pula bagaimana pola asuh orang tuanya selama ini sehingga hanya diminta untuk berhijab saja si anak sudah depresi... Bisa jadi saat nanti si anak bertemu dengan kondisi yang tidak nyaman lagi buat anak maka dia akan depresi lagi... Sejatinya akar masalahnya bukan karena diminta berhijab melainkan ada kondisi ketidakmampuan si anak menerima dan mengatasi ketidaknyamanan yang muncul... Bila ini tidak diobati ke depan akan sulit bagi si anak berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas...
- Di dalam surat pengaduan orang tua siswi ke Ombudsman disebutkan oleh si ibu... "Pada Selasa, 26 Juli 2022, anak saya menelepon, tanpa suara, hanya terdengar tangisan. Setelahnya baru terbaca WhatsApp, 'Mama ak mau pulang, ak ga mau dsni.' Ibu mana yang tidak sedih baca pesan begitu?," ungkap Herprastyanti. Herprastyanti kemudian mendapatkan informasi dari mantan suaminya bahwa putrinya itu sudah satu jam lebih berada di kamar mandi sekolah.
- Pada surat tersebut jelas bahwa orang tua siswa telah berpisah... bisa jadi perpisahan orang tuanya sesungguhnya juga memberikan kontribusi pada perkembangan tumbuh kembang si anak ada masalah... Hal seperti ini harus digali oleh para ahlinya secara holistik...
Demikian disampaikan aktivis perempuan Mila Machmudah Djamhari di akun fbnya terkait kasus ini.
****
SEMENTARA ITU... DARI BERITA terkait peristiwa ini, tampak jelas ada framing dari TEMPO dengan memakai judul "Siswi Dipaksa", padahal temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY menyebutkan...
- "Dari tata tertib soal model seragamnya SMAN 1 Banguntapan, sekilas memang tidak ada kalimat bahwa siswi muslimah wajib menggunakan jilbab, namun jika dilihat seksama, juga tidak ada pilihan dalam tata tertib itu bagi siswi muslim untuk tak berjilbab, pilihan yang tersedia hanya siswa musilm - non muslim," kata Ketua ORI DIY, Budhi Masturi usai pemeriksaan Rabu, 3 Agustus 2022.
- Adapun pilihan atribut seragam tak berjilbab dalam tata tertib itu hanya diperuntukkan bagi siswi non muslim. Bukan untuk siswi muslimah.
- Didalam ISI berita TEMPO sendiri menyebutkan "kasus dugaan siswi dipaksa", jadi memang yang benar baru "dugaan", tapi TEMPO menulis judul tanpa ada kata "dugaan" tapi langsung "DIPAKSA".
HAL INI BERBEDA DENGAN JUDUL BERITA DETIKCOM
Detikcom sangat tepat dengan judul "KASUS HIJAB".
Didalam ISI berita detikcom juga menyebut kasus ini "dugaan" dengan kalimat berita "Hal itu buntut dugaan pemaksaan pemakaian hijab yang dialami oleh salah satu siswi."